Infeksi HPV Tidak Hanya Memicu Kanker Serviks
Infeksi human papillomavirus atau HPV tidak hanya memicu kanker serviks, tetapi juga risiko berbagai jenis kanker lain. Karena itu, deteksi dini dan imunisasi HPV perlu dilakukan, termasuk pada perempuan dengan HIV positif.
JAKARTA, KOMPAS—Infeksi HPV tidak hanya bisa memicu kanker serviks ataupun kutil di organ genital, tetapi juga berbagai jenis kanker lain. Untuk itu, imunisasi HPV sejak dini perlu dilakukan.
Guru Besar Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Andrijono mengatakan, sejumlah negara menemukan DNA virus HPV pada beberapa jenis kanker yang selama ini tak dikaitkan HPV.
”Di negara seperti Brasil dan Amerika Serikat, ada temuan HPV dalam kanker payudara, mulut, orofaring (tengah tenggorokan), dan prostat,” ujarnya di Jakarta, Selasa (18/12/2018). Selain itu, HPV juga ditemukan pada pasien kanker paru-paru.
Hasil riset Saint Savvas General Anticancer Hospital di Yunani yang dipublikasikan di laman ScienceDirect pada 2017 juga mengungkap, DNA HPV terdeteksi pada 3 persen atau 2 dari 67 kasus kanker paru-paru yang diteliti.
Meski perlu riset lebih mendalam, lanjut Andrijono, ada mekanisme pemicu HPV yang masuk ke sistem darah dan berdiam di bagian tubuh tertentu. Kini HPV bisa dideteksi lewat tes urine, terutama untuk mengecek tipe virus risiko tinggi, seperti 16 dan 18.
Lebih dari 100 tipe HPV ditemukan dan 20 di antaranya mengandung protein pemicu kanker atau onkoprotein. Beberapa tipe HPV yang bisa memicu kanker, seperti tipe 16 dan 18, memicu kanker serviks. Virus tipe 16 dan 18 juga bisa memicu kanker mulut dan anus (anal).
Menurut Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI Samsuridjal Djauzi, 80 persen lelaki bisa terpapar HPV dari hubungan seks anal. Demikian temuan awal studi kohor di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pada pria, infeksi HPV meningkatkan risiko kanker anal dan orofaring.
Mencegah HPV berkembang menjadi kanker bisa dilakukan dengan imunisasi sejak dini, baik pada laki-laki maupun perempuan. "Selain menjaga gaya hidup sehat, imunisasi HPV juga penting. HPV bisa menular melalui kontak kulit dengan kulit, membran mukosa, atau cairan tubuh," ujarnya.
Selain menjaga gaya hidup sehat, imunisasi HPV juga penting.
Imunisasi HPV memberi perlindungan sebelum faktor penularan terjadi. Imunisasi HPV efektif diberikan pada remaja mulai usia sembilan tahun. Sejauh ini, di Indonesia baru tersedia dua jenis vaksin HPV. Ada vaksin bivalen untuk cegah virus tipe 16 dan 18 yang menyebabkan kanker serviks, lalu vaksin kuadrivalen yang dilengkapi virus tipe 6 dan 11, yang sebabkan kutil kelamin.
Vaksin nanovalen untuk mencegah sembilan tipe virus, yaitu tipe 6, 11, 16, 18, 28, 31, 33, 45, 52, dan 58, juga sudah dibuat. Vaksin tersebut diklaim bisa menekan HPV yang sebabkan kanker maupun yang tidak. Sayangnya, vaksin jenis tersebut belum masuk ke Indonesia.
Gerakan nasional
Samsuridjal berharap, pemerintah serius menggalakkan gerakan nasional untuk pemerataan pemberian vaksin HPV. "Penduduk Indonesia jumlahnya 270 juta, jadi banyak yang musti divaksin. Selain itu, Indonesia juga perlu menyiapkan banyak hal yang lebih besar," ujarnya.
Menurut dia, sosialisasi menjadi pekerjaan pertama pemerintah agar masyarakat mengetahui manfaat dan efek samping imunisasi HPV. Selain itu, pemerintah perlu menyediakan petugas, menyediakan penyimpanan vaksin, dan memastikan pelaksanaannya dapat menjangkau masyarakat hingga pelosok.
Saat ini, sekitar 120 negara telah memiliki program imunisasi HPV nasional yang dibiayai oleh negara. Imunisasi diberikan pada anak usia antara 9 -15 tahun. Dari jumlah tersebut, 20 negara di antaranya memberlakukan program imunisasi baik pada anak perempuan dan laki-laki.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan dengan Komisi IX baru melakukan proyek percontohan imunisasi HPV di tiga daerah, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Dalam proyek tersebut, siswi kelas 5 sekolah dasar atau usia 10 tahun diberi vaksin bivalen.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan pemberian vaksin HPV pada anak usia 11-12 tahun. Namun, Indonesia menerapkan vaksin secara cuma-cuma pada anak usai 10 tahun. Sebab, prevalensi perempuan yang menikah di bawah usia 19 tahun mencapai 45 persen, menurut data Riset Kesehatan Dasar 2010.
Penularan HIV
Haridana Indah Setiawati Mahdi saat mempertahankan disertasinya di sidang promosi doktor FKUI, kemarin, menyatakan, perempuan dengan HIV rentan terinfeksi HPV, termasuk tipe yang memicu kanker. Ia meneliti 45 perempuan positif HIV dengan rerata usia 34,11 tahun, 50 persennya terinfeksi HPV. ”Pada pasien HIV, sel CD4 yang memerangi infeksi rendah dan virus di darah naik,” ujarnya.
”Imunisasi HPV pada perempuan dengan HIV positif tak cukup dengan vaksin bivalen atau kuadrivalen, tetapi perlu nanovalen agar terhindar kanker serviks,” katanya. Vaksinasi HPV pada orang terinfeksi HIV membentuk antibodi lebih cepat.
Menurut Samsuridjal, risiko kanker akibat HPV pada orang dengan HIV 3-5 kali daripada yang tak kena HIV. Infeksi HPV pada orang dengan HIV mempercepat status jadi AIDS.
Apalagi, banyak generasi muda tidak terpapar informasi tentang HIV/AIDS. Padahal, generasi muda, terutama berperilaku berisiko, rentan terkena HIV. Menurut Ketua Tim Peduli AIDS Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta Ilona, banyak mahasiswa menolak diberi selebaran informasi HIV/AIDS karena menganggap tak berisiko kena HIV. (ERIKA KURNIA)