JAKARTA, KOMPAS - Capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di berbagai negara sangat bervariasi. Di antara 17 tujuan yang harus dicapai, tujuan pendidikan berkualitas jadi tujuan dengan capaian target terbaik. Namun pengurangan kesenjangan jadi tantangan berat karena justru makin melebar.
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka Konferensi Tahunan SDGs 2018 di Jakarta, Senin (17/12/2018), mengatakan sebagian tujuan SDGs di Indonesia sudah tercapai dengan baik. Namun, sebagian tujuan belum bisa diwujudkan.
"Hal yang belum dicapai oleh beberapa negara termasuk Indonesia adalah equality (kesetaraan) dan keadilan," katanya.
Salah satu parameter pengukur kesenjangan adalah rasio gini. Makin tinggi nilainya menunjukkan makin timpangnya pengeluaran dan kekayaan penduduk. Rasio gini Indonesia pada 2014 mencapai 0,414 dan turun menjadi 0,389 pada 2018. Namun nilai itu dinilai masih tinggi.
SDGs adalah kesepakatan pembangunan global 2016-2030 dan berisi sejumlah target yang harus dicapai. Kesepakatan ini merupakan kelanjutan dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2000-2015 dengan prinsip inklusif dan tidak boleh ada seorangpun yang tertinggal dalam pembangunan.
SDG Index and Dashboards Report 2018 menyebut capaian tujuan SDGs di Indonesia yang berjalan sesuai target (on track) antara lain tujuan tanpa kemiskinan atau tujuan 1, energi bersih dan terjangkau (7), pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (8), serta tujuan industri, inovasi dan infrastruktur (9).
Sedang tujuan dengan capaian yang baik dan perlu dikelola untuk mencapai target pada 2030 antara lain tujuan pendidikan berkualitas (4), kesetaraan jender (5), serta kota dan pemukiman yang berkelanjutan (11).
Cukup baik
Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) Armida S Alisjahbana mengakui capaian target tujuan SDGs di Indonesia cukup baik karena kuatnya kepemimpinan pemerintah dan koordinasi antarpihak yang jelas.
Di Asia Pasifik, dari 17 tujuan SDG, hanya tujuan pendidikan berkualitas (4) yang targetnya tercapai pada 2017. Sedang tujuan yang targetnya hampir tercapai adalah tujuan tanpa kemiskinan (1) dan kehidupan sehat dan sejahtera (3).
"Capaian target tujuan berkurangnya kesenjangan (10) justru mundur," katanya. Jika target pada 2017 saja sulit dicapai, maka pencapaian target pada 2030 kian berat tantangannya.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan Indonesia berkomitmen melaksanakan SDGs karena tujuan pembangunan nasional selaras dan saling menguatkan dengan tujuan pembangunan global.
Pemerintah pun telah menyelaraskan tujuan SDGs dengan Nawacita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Target SDGs itu juga sudah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 dan RPJMN 2020-2024.
"Pencapaian target SDGs yang ambisius tidak bisa bertumpu pada pembiayaan pemerintah saja," katanya. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha penting.
Meski demikian, Armida mengingatkan walau pemerintah Indonesia memiliki komitmen besar terhadap SDGs, komitmen serupa perlu diperluas pada pemerintah dan para pihak di daerah. Berbagai persoalan lapangan yang memengaruhi target SDGs ada di daerah.
"Berbagai persoalan itu tak cukup diselesaikan hanya dengan membuat rencana aksi, tapi capaian targetnya harus konkret dan ada progres," katanya. Kendala pelaksanaan SDGs bukan semata soal pembiayaan program, namun juga perilaku sosial. Persoalan-persoalan praktis itulah yang harus diatasi daerah hingga target SDGs tercapai.
Staf Ahli Bidang Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sonny Harry B Harmadi mengatakan Indonesia masuk masa bonus demografi sejak 2012. Untuk mengubah bonus demorafi jadi bonus ekonomi butuh upaya besar. "Tercapainya target SDGs jadi prasyarat agar bonus demografi bisa ditransformasi jadi bonus ekonomi," katanya.