Pembangunan Bandara di Bali Utara Gandeng Badan Usaha
Oleh
Cokorda Yudistira
·3 menit baca
BULELENG, KOMPAS — Pemerintah merencanakan pembangunan bandara di kawasan utara Bali akan menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Pembangunan bandara baru itu untuk mengantisipasi keterbatasan pengembangan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Kabupaten Badung yang diperkirakan akan mencapai kapasitas maksimalnya pada 2024.
Hasil studi pendahuluan bandara di Bali utara itu dipaparkan dalam forum konsultasi publik yang difasilitasi Direktorat Bandar Udara Kementerian Perhubungan di kawasan Lovina, Buleleng, Bali, Selasa (18/12/2018). Turut hadir Gubernur Bali I Wayan Koster, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra, Ketua DPRD Kabupaten Buleleng Gede Supriatna, serta perwakilan masyarakat dari Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.
Hasil studi pendahuluan mengungkapkan, pembangunan bandara baru di Bali dibutuhkan untuk meningkatkan keandalan layanan transportasi udara. Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yang menjadi simpul tunggal lalu lintas penerbangan di Bali, hanya memiliki satu landasan pacu (runway). Bandara itu diproyeksikan mencapai kapasitas maksimalnya, yakni 30 juta penumpang per tahun, pada 2024.
Selain itu, Bandara I Gusti Ngurah Rai pernah ditutup karena sebaran debu vulkanik akibat gunung meletus. ”Saat ini, satu-satunya akses transportasi udara menuju Bali mengandalkan Bandara I Gusti Ngurah Rai dengan segala keterbatasannya,” kata Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan M Pramintohadi Sukarno.
Pemerintah, menurut Pramintohadi, berkomitmen terhadap rencana pembangunan bandara di Bali utara. Pembangunan direncanakan menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) sehingga rencana pembangunannya sesuai target dan tidak membebani APBN. Skema KPBU juga menjamin pemerintah tetap memiliki kewenangan dan tanggung jawab.
Dari tiga tempat di Buleleng yang sudah dikaji untuk calon lokasi bandara, wilayah Kubutambahan dinilai paling memungkinkan. Bandara tersebut direncanakan sebagai bandara alternatif bagi I Gusti Ngurah Rai.
Terkait hal itu, tenaga ahli menteri bidang investasi di Kementerian Perhubungan, Otto Ardianto, menyatakan, pembangunan bandara di Bali utara akan diminati badan usaha karena dinilai prospektif.
I Wayan Koster menyatakan, Pemerintah Provinsi Bali menyetujui rencana pembangunan bandara baru itu. Menurut Koster, pemerintah sedang berusaha membangun Bali secara berimbang dan merata.
Koster juga mendukung rencana penerapan skema KPBU dalam pembangunan bandara itu karena memastikan keterlibatan pemerintah secara langsung. ”Saya harapkan 2019 sudah keluar penetapan lokasinya,” kata Koster.
Perwakilan warga Kubutambahan, I Ketut Arcana, meminta pembangunan bandara tidak mengganggu keberadaan pura dan tidak menutup akses masyarakat ke pantai. ”Jangan sampai adat, budaya, tradisi, dan tempat suci di desa kami hancur karena dibangunnya bandara,” katanya.
Putu Agus Suradnyana mengatakan, pemerintah dan masyarakat Buleleng menginginkan daerahnya berkembang dan maju serta penduduknya sejahtera seperti daerah lainnya di Bali. Suradnyana menyatakan, lokasi lahan untuk bandara di Kubutambahan itu merupakan lahan tidak produktif.
”Lokasi lahannya sebagian besar di Desa Kubutambahan dan sebagian di Desa Air Sanih masih di wilayah Kecamatan Kubutambahan,” kata Suradnyana.
Ditemui di Buleleng, General Manager PT Angkasa Pura I Bandara I Gusti Ngurah Rai Yanus Suprayogi menyatakan, Bali membutuhkan bandara alternatif selain I Gusti Ngurah Rai untuk menjaga keandalan transportasi udara. Hal itu akan menunjang keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata.
Selanjutnya, Bandara I Gusti Ngurah Rai dapat dioptimalkan untuk penerbangan internasional. ”Kami berharap Angkasa Pura yang dipercaya untuk mengoperasikan bandara baru itu,” ujarnya.