Enam Lutung Jawa Dikirim ke Malang untuk Direhabilitasi
Oleh
Evy Rachmawati
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Enam lutung jawa dikirim dari Jakarta ke Pusat Rehabilitasi Javan Langur Center-The Aspinal Foundation Indonesia Program di Malang, Jawa Timur, Selasa (18/12/2018). Masyarakat diingatkan untuk tidak memelihara primata yang terancam punah itu.
Melalui persetujuan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta (BKSDA Jakarta) memindahkan lutung tersebut setelah melalui proses perawatan sementara di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tegal Alur, Jakarta.
”Keenam lutung jawa tersebut berasal dari hasil penyerahan sukarela masyarakat,” Kepala BKSDA Jakarta Ahmad Munawir dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/12/2018). Enam lutung jawa tersebut sebelumnya dipelihara warga sekitar Jabodetabek. Empat lutung berusia 3,5-4 tahun dan dua ekor lainnya berusia sekitar dua tahun. Lutung diterima PPS mulai Maret sampai dengan Desember 2018.
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-11/1999, hewan bernama latin Trachypithecus auratus ini ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi. Berdasarkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), lutung jawa juga berstatus Rentan Kepunahan dan terdaftar sebagai Appendix II dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Dengan demikian, lutung tidak boleh diburu atau diperdagangkan.
”Kami meminta kepada masyarakat yang saat ini memelihara lutung jawa agar melapor kepada pihak berwenang. Jika diserahkan secara sukarela, kami tidak akan menerapkan unsur pidana,” kata Ahmad.
Kami meminta kepada masyarakat yang saat ini memelihara lutung jawa agar melapor kepada pihak berwenang. Jika diserahkan secara sukarela, kami tidak akan menerapkan unsur pidana.
Jika satwa dilindungi tertangkap sedang dipelihara atau diperjualbelikan, pelaku bisa dijerat hukuman sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Pelanggar diancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Dampak bagi kesehatan
Memelihara lutung tidak hanya dapat mengancam manusia, tetapi satwa itu sendiri. Primata tersebut rentan mengalami penyakit bersumber binatang (zoonosis) dan infeksi seperti flu, tuberkulosis (TB), hingga hepatitis. Beberapa penyakit dapat ditularkan dari satwa ke manusia atau sebaliknya karena adanya kemiripan genetika.
Lutung jawa yang dipelihara manusia juga kerap mengalami masalah perilaku dan status gizi. ”Primata yang dipelihara sejak kecil jadi sangat bergantung pada manusia. Namun, status gizinya juga kurang baik karena mereka tidak diberi makanan sesuai dengan habitat aslinya,” kata Rangga Wiradharma, dokter hewan di BKSDA Jakarta.
Lutung jawa adalah sejenis monyet berekor panjang dengan warna bulu hitam keperakan, tetapi sejumlah lutung jawa juga membawa genetik warna bulu oranye. Satwa ini tergolong herbivora karena umumnya mengonsumsi dedaunan, beberapa jenis buah dan bunga.
Sebagai hewan endemik, habitat lutung jawa semakin menyempit. Saat ini habitat atau hutan mereka yang tersisa antara lain di kawasan taman nasional Bromo Tengger Semeru, Baluran, Alas Purwo, Gunung Gede Pangrango, Halimun, dan Ciremai.
Keberadaan Pusat Rehabilitasi Javan Langur Center The Aspinal Foundation Indonesia Program (LC-TAF IP) membantu merehabilitasi satwa tersebut agar dapat beradaptasi kembali dengan perilaku alaminya sebelum dilepaskan ke habitat aslinya.
Sejak 2012, sebanyak 78 lutung telah dilepasliarkan di hutan Coban Talun, Batu, dan hutan lindung Kondangmerak, Kabupaten Malang (Kompas, 17/11/2018). Selama itu, terpantau ada 25 anak lutung yang dilahirkan. (ERIKA KURNIA)