Wisata Religi "Tour de Tolerance", Pesan Toleransi dari Batu
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
Suasana berbeda terasa di halaman Wihara Dhammadipa Arama di Jalan Ir Soekarno, Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, Minggu (26/12/2018) pagi. Puluhan pengunjung, yang sebagian besar ibu dan anak, meramaikan tempat itu. Mereka membaur dengan biksu dan samaneri (siswa) yang sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Usai berfoto bersama dan membagikan bingkisan cendera mata berupa bunga dan makanan kecil kepada pihak wihara, mereka kemudian menuju Pagoda Perdamaian Patirupaka Shwedagon Pagoda, salah satu bangunan yang ada di kompleks depan wihara. Di tempat itu, mereka kembali berfoto bersama sekali lagi sebelum masuk dan melihat isi dalam pagoda.
Rasa penasaran dan ingin tahu menyelimuti benak mereka karena sebagian baru kali pertama menjejakkan kaki di tempat ibadah umat beragama lain. Beberapa pertanyaan sempat dilontarkan anak-anak dari berbagai usia, yang kebanyakan masih duduk di Bangku TK-SD itu.
Pertanyaannya pun sederhana, mulai dari kegunaan vihara, mengapa para biksu mengenakan jubah, sampai mengapa para biksuni (wanita biksu) dan samaneri harus bercukur meski mereka perempuan.
Ya, pagi itu, anggota Komunitas Gusdurian Kota Batu bersama Sekolah Perempuan Desa (SPD) dan masyarakat umum memang tengah berwisata religi. Mengusung tema “Tour de Tolerance” mereka mengunjungi beberapa tempat ibadah umat lain yang ada di Kota Batu.
Tempat ibadah yang dikunjungi mulai dari Wihara atau Padepokan Dhammadipa Arama, Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Katolik Gembala Baik, Pura Giri Arjuna, Kelenteng Kwan Im Tong, dan tentunya Masjid An Nur yang berada di seberang Alun-alun Batu.
Kita lihat kondisi Indonesia yang gampang terbakar karena beda keyakinan. Kita mau didik anak kecil untuk melihat betapa beragamnya Indonesia.
Saking semangatnya, sebagian dari mereka sempat mengeluh ketika koordinator kegiatan mengajak rombongan bergeser ke tempat ibadah yang lain lantaran menyesuaikan waktu dan jadwal yang padat. Peserta tour agak kecewa karena belum bisa melihat semua isi vihara secara keseluruhan. Namun koordinator memersilakan mereka kembali datang pada kesempatan lain.
“Hari ini kita tur anak SD ke enam tempat ibadah di Batu. Kita lihat kondisi Indonesia hari ini yang sangat gampang terbakar gara-gara beda keyakinan. Nah kita mau didik anak kecil ini untuk melihat betapa beragamnya Indonesia. Kebetulan di Batu yang kecil ini hampir semua agama ada. Itu tujuan utamanya,” ujar Koordinator Gusdurian Kota Batu Harris El Mahdi.
Tour de Tolerance ini sendiri merupakan rangkaian dari Haul ke-9 Gus Dur yang meninggal 31 Desember 2009 lalu sekaligus memeringati Hari Hak Asasi Manusia Internasional dan Hari Ibu. Dalam rangka Haul Gusdur, sebelumnya, pada awal Desember lalu mereka telah menggelar even Maulid dan Natal bersama di GKI dengan pesan cinta di dalamnya.
Senada dengan Harris, Salma Safitri Rahayaan selaku pendiri SPD mengatakan pihaknya berusaha melakukan edukasi terhadap masyarakat tentang bagaimana memahami perbedaan. Hingga kini masih banyak anggota masyarakat yang belum benar-benar paham soal itu. Apalagi di tengah arus kemudahaan komunikasi dan siapa saja bisa bicara apa saja.
“Kalau sudah memahami, maka orang tidak akan terhasut. Apa yang kami lalukan di skup kecil kami bahwa SPD juga punya tanggung jawab moral menyelesaikan masalah intoleransi. Bagaimana kelompok perempuan mendidik kaumnya,” ujarnya.
Pihak Vihara Dhammadipa sendiri membuka pintu lebar bagi umat keyakinan lain untuk berkunjung. “Kami sangat terbuka. Siapapun yang datang ke sini, tidak terbatas suku, agama, dan lainnya, silakan. Karena wihara terbuka untuk umum apalagi wihara kami masuk kategori obyek wisata religius di Batu. Mereka boleh datang, bahkan bermalam di sini,” ucap Bhante Uggaseno selaku Biksu Pembimbing.
Suasana toleransi tidak hanya saat ini saja mengemuka di Kota berpenduduk sekitar 250.000 jiwa itu. Pada Maret 2017, misalnya, jemaat Gereja Gembala Baik juga pernah mendoakan meninggalnya KH Hasyim Muzadi pada misa ekaristi yang mereka lakukan. Di gereja ini pula beberapa kali dilakukan buka puasa bersama lintas agama.