Bertahun-tahun lamanya, petani di pelosok Maluku terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang dibentuk tengkulak. Petani yang dijerat utang oleh tengkulak terpaksa menjual komoditas kepada tengkulak dengan harga sangat murah. Tengkulak memanfaatkan ketiadaan jaringan telekomunikasi sebagai kekuatan untuk memperdayai petani.
Harga komoditas di pasaran itu semacam informasi kunci yang sangat dijaga kerahasiaannya. Modus ini seperti halnya strategi pedagang rempah di Timur Tengah yang menyembunyikan rute jalur rempah kepada pedagang Eropa. Rute itu baru terungkap setelah tim ekspedisi Portugis mencapai Maluku yang disebut ”Kepulauan Rempah” pada 1512. Betapa saluran informasi menjadi begitu penting.
”Kalau dulu, harga yang dibeli tengkulak di Piliana bisa tiga kali lipat dengan harga yang dijual di kota. Jadi, tengkulak bisa untung dua kali lipat, misalnya harga yang tengkulak beli di Piliana sekitar Rp 30.000 per kg, sementara ketika nanti dijual ke kota harganya bisa sampai Rp 90.000,” kata Dance Latumutuani, warga pelosok Pulau Seram, tepatnya Desa Piliana, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, Minggu (4/11/2012).
Petani terpaksa menjual dengan harga murah karena sudah terjerat utang kepada tengkulak. Sebelum musim panen, tengkulak buru-buru memberikan pinjaman modal kepada petani dengan catatan hasil panen akan dijual kepadanya. Tentu dengan harga yang ditetapkan tengkulak. Petani yang terdesak kebutuhan terpaksa mengambil pinjaman. Lingkaran setan ini sulit diputus.
Namun, kini akses informasi sudah terbuka. Jaringan telekomunikasi, khususnya operator Telkomsel, sudah merambah masuk ke pelosok Maluku membuat petani semakin leluasa mendapatkan informasi terkait harga komoditas, seperti pala, cengkeh, dan kopra. Petani sudah bisa menelepon pembeli di ibu kota kabupaten, ibu kota provinsi, dan di Pulau Jawa.
”Di kampung ini sekarang tidak hanya bisa telepon atau SMS (short message service/pesan singkat), tapi juga bisa internet dengan operator jaringan Telkomsel. Dunia maya yang dulu mungkin hanya milik orang kota, sekarang serasa semakin dekat dengan kami yang ada di desa,” ujar Carlos Tatahena, tokoh agama di desa itu.
Memang belum lama ini sinyal internet masuk ke kampung yang dijuluki ”Negeri di Atas Awan” itu. Sinyal itu terpancar dari menara Telkomsel yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Desa Tehoru di pusat kecamatan. Piliana berada di kaki Gunung Binaiya dan terpaut sekitar 130 kilometer arah timur Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah.
Kini setiap ada tengkulak yang datang hendak membeli pala dan cengkeh, petani terlebih dahulu menghubungi pengepul di kota. Jika harganya tidak cocok, petani tidak mau menjual cengkeh dan pala. Petani memutuskan langsung menjual komoditasnya ke kota. Komoditas diangkut dengan mobil.
Kemudahan akses komunikasi itu ikut mendorong ekonomi masyarakat. Mereka sudah bisa membangun rumah layak huni, membeli kendaraan, dan menyekolahkan anak mereka ke perguruan tinggi. Jika dulu pendidikan anak-anak hanya berakhir di sekolah dasar, bahkan putus sekolah, kini sudah ada lima sarjana dari desa berpenduduk 696 jiwa itu.
Kemudahan akses juga dialami warga pelosok Pulau Seram lainnya, seperti di Desa Laha, Kecamatan Telutih, Kabupaten Maluku Tengah. Robert Hatulely, petani kopra, hampir setiap hari mengikut perubahan harga kopra. Di desa itu hanya bisa telepon dan mengirim pesan singkat.
Sementara itu, masih di Pulau Seram, yakni di Desa Hukuanakota, Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat, sinyal masih sangat sulit. Hanya ada tempat tertentu saja yang sudah memiliki sinyal.
Di tempat itu, warga biasanya berkumpul untuk menghubungi petugas medis, keluarga di rantau, dan juga mencari tahu harga komoditas. ”Sinyalnya ada di dekat pohon pisang jadi kami bilang Telkomsel pohon pisang,” ujar Jan Hehakaya, tokoh masyarakat di desa itu.
Tarif membebani
Di tengah meluasnya jaringan telekomunikasi hingga ke pelosok Maluku, masyarakat merasa bahwa tarif yang ditetapkan operator terlalu membebani mereka yang tinggal di daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi nomor 4 di Indonesia itu. Protes atas tarif Telkomsel itu kerap disuarakan lewat media sosial dan media arus utama.
”Memang sinyal sangat membantu, tetapi tolong tarifnya diturunkan sedikit. Telpon belum sampai 5 menit, pulsa 10.000 sudah habis,” kata Yopi, warga Piru, ibu kota Kabupaten Seram Bagian Barat.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Provinsi Maluku Bobby Palapia mengatakan, sebagian besar daerah di Maluku sudah terjangkau sinyal telekomunikasi. Hampir semua warga menggunakan jaringan Telkomsel.
”Memang membangun jaringan di wilayah-wilayah pelosok itu butuh anggaran besar dan berisiko,” katanya.
Beberapa waktu lalu, pekerja menara Telkomsel di Kabupaten Kepulauan Aru tenggelam saat membawa material dari Dobo, ibu kota kabupaten, ke Pulau Trangan. Beberapa orang dilaporkan meninggal.