Dilema Parkir Liar Berlanjut
Selama 12 tahun terakhir, Hari (52) bekerja sebagai juru parkir di lokasi yang kini adalah gerai Alfamart, tepatnya di RW 002 RW 001 Jalan Lapangan Tembak, Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur. Selama bertugas, ia mengenakan rompi hijau tua dan membawa tongkat parkir berlampu merah.
Dalam satu hari, ia bertugas selama 3 jam dan bergantian dengan lima temannya. Sebanyak Rp 80.000 per hari dapat diperolehnya tanpa mematok tarif parkir untuk motor ataupun mobil.
”Rumah saya di belakang Alfamart sini. Sekarang cari pekerjaan susah, tapi saya tetap harus nafkahi tiga anak saya yang masih sekolah. Makanya, pekerjaan apa pun, yang penting halal, bakal saya kerjain,” kata Hari saat ditemui, Jumat (14/12/2018).
Hari mengaku telah tinggal di rumahnya saat ini sejak lahir. Tahun 2006, ketua RT 002 saat itu mengumpulkan warganya yang tidak memiliki pekerjaan. Mereka diberikan titik masing-masing untuk menata berbagai kendaraan yang singgah di pertokoan sepanjang Jalan Lapangan Tembak. Hari pun memutuskan bergabung.
Selama 12 tahun itu pula, ia hanya sekali ”kebobolan” pencuri. Helm seorang penumpang dicuri saat dia sedang pulang untuk shalat. ”Helm orang itu kebetulan baru. Ya, kalau tahu baru dan enggak ada yang jagain parkir, kenapa enggak dibawa masuk aja,” kata Hari.
Ia tidak memberikan ganti rugi untuk helm yang hilang itu. Menurut dia, jika ada gangguan keamanan, seperti pencurian kendaraan bermotor (curanmor), ia diminta melapor kepada ketua RT. Ketua RT akan mengoordinasikan permasalahan tersebut dengan ketua RW, kemudian naik ke kelurahan. Menurut dia, kelurahan akan menyampaikan masalah yang terjadi kepada Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) kepolisian.
Hari hanyalah satu dari juru parkir yang tidak mendapat penugasan dari pemerintah. Di sepanjang Jalan Lapangan Tembak, para juru parkir lain siap mengatur kendaraan konsumen di berbagai gerai pertokoan.
Di lain pihak, Nia (25), karyawati Alfamart yang dijaga Hari, mengatakan, juru parkir tersebut telah ada sejak gerai tempatnya bekerja dibuka. Padahal, gerainya tidak pernah meminta siapa pun untuk menjadi juru parkir.
”Sebenarnya, parkir di Alfamart gratis. Tetapi, karena dia (Hari) sudah di sini sejak kami buka, ya kami biarin,” kata Nia.
Nia mengatakan, sang juru parkir tidak memiliki karcis parkir ataupun seragam. Ia tidak mengetahui bagaimana Hari mendapatkan rompi hijau muda yang dikenakannya selama bertugas mengatur parkir.
Pendi (22), karyawan Indomaret yang menjadi lokasi pengeroyokan Kapten Komarudin pada Senin (10/12/2018) lalu, mengatakan, gerainya tidak pernah meminta warga sekitar untuk menjadi juru parkir. Seharusnya, konsumen bisa bebas parkir di Indomaret mana pun. Namun, pengelola gerainya membiarkan para pemuda itu mencari nafkah di lapangan parkirnya.
”Kebetulan mereka warga asli sini yang butuh uang juga. Selama mereka enggak ganggu kami ataupun konsumen, ya enggak apa-apa. Kami juga harus menghargai mereka yang warga asli sini,” kata Pendi.
Sejak insiden itu, tidak ada lagi juru parkir di depan gerainya. Ia mengatakan, kesembilan juru parkir yang mengeroyok anggota TNI AL itu berjaga pada sore hari tanpa dibekali karcis parkir ataupun seragam. Adapun seorang juru parkir lain yang memiliki seragam biru muda resmi dari Unit Pelaksana Teknis Parkir Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta.
Ilegal
Menurut Pasal 10 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007, memungut uang parkir di jalan maupun tempat umum maupun di jalan, kecuali mendapat mandat dari gubernur atau pejabat terkait, telah dilarang. Pasal 11 Ayat 2 pun melarang orang mengatur perparkiran tanpa izin gubernur.
Pasal 43 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juga mengatur, fasilitas parkir di luar ruang milik jalan hanya dapat disediakan perseorangan ataupun badan hukum dalam bentuk usaha khusus perparkiran dan penunjang usaha pokok. Dengan demikian, jasa parkir yang diberikan Hari ataupun ribuan juru parkir lainnya di gerai-gerai bisnis di Jakarta Timur dapat dianggap ilegal.
Kendati demikian, seorang wanita pengunjung Arundina Mart di Jalan Lapangan Tembak yang tidak mau menyebut namanya menyatakan tetap membutuhkan juru parkir. Mereka dapat membantu mengeluarkan sepeda motor saat ia selesai berbelanja.
Di lain pihak, Iqbal (29), pengunjung Indomaret di Jalan Lapangan Tembak, mengaku sedikit risi dengan kehadiran juru parkir. Menurut dia, para juru parkir hanya mau meminta uang pengendara, tetapi tidak mau bertanggung jawab jika terjadi pencurian.
”Saya paham bahwa juru parkir itu warga asli sekitar. Tetapi, kalau helm atau motor hilang, kan, mereka enggak mau tanggung jawab. Jangan mau uangnya doang,” kata Iqbal.
Kepala Kepolisian Sektor Ciracas Komisaris Agus Widartono mengatakan, parkir memang menjadi ladang mata pencarian warga karena ada izin dari pemilik gerai-gerai bisnis. Lahan kosong yang dapat digunakan untuk parkir pun sering kali digunakan. Ini biasa dilakukan warga lokal di tempat berdirinya gerai.
”Jadi, memang hampir semua parkir di Jakarta ini parkir liar. Pasti yang memarkiri warga sekitar,” kata Agus. Ia mengatakan perlu koordinasi dengan wali kota untuk menertibkan parkir liar.
Adapun Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Yoyon Tony Surya Putra mengatakan, perparkiran adalah urusan dishub dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia menegaskan, kepolisian hanya akan bergerak untuk mengatasi kriminalitas di lahan-lahan parkir tersebut.
”Kalau ada curanmor atau pemerasan di lahan parkir, kami akan atasi. Singkatnya, parkir itu ranah pemda (pemerintah daerah), tindak pidana itu ranah kepolisian,” kata Yoyon saat berkunjung ke Markas Polsek Ciracas.
Ketika ditanya apakah perparkiran ilegal menambah risiko terjadinya kriminalitas, Yoyon tidak menjawab dan segera masuk ke mobilnya. Ia menutup pintu, kemudian pergi. Sementara itu, dilema parkir liar berlanjut. (Kristian Oka Prasetyadi)