KATOWICE, KOMPAS—Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim bagian penting Komitmen Kontribusi Nasional atau Nationally Determined Contribution Indonesia dalam penerapan Kesepakatan Paris. Hal itu meliputi tiga area target ketahanan iklim, yakni ekonomi, sosial, serta ekosistem dan lanskap.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Rabu (12/12/2018), menyampaikan pernyataan Indonesia itu dalam Konferensi Para Pihak terkait Perubahan Iklim Ke-4 Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Katowice, Polandia.
Indonesia termasuk negara yang meratifikasi Kesepakatan Paris kurang dari satu tahun setelah adopsi perjanjian. Indonesia menetapkan ambisi penurunan emisi 29 persen tanpa syarat sampai 41 persen penurunan emisi bersyarat dari skenario business as usual (BAU) tahun 2030 dengan kehutanan dan energi sebagai sasaran utama.
”Nilai dan tujuan bangsa Indonesia memungkinkan kami memenuhi komitmen di bawah Perjanjian Paris, yakni semua warga negara punya hak untuk lingkungan baik, dan sumber daya alam diatur negara dan digunakan untuk kesejahteraan warga negara sesuai UUD 1945 Pasal 28 H dan 33,” ucapnya.
Reformasi kebijakan
Untuk itu, reformasi kebijakan dilakukan. Selain pengakuan hukum atas hak masyarakat hukum adat, akses warga setempat terhadap hutan dan sumber daya ditingkatkan lewat perhutanan sosial serta adaptasi dan mitigasi di tingkat akar rumput.
Selain itu, peran pemangku kepentingan meningkat mulai dari parlemen, lembaga peradilan, pemerintah subnasional, swasta, hingga masyarakat sipil. ”Untuk memantau kemajuan, kami membangun Sistem Registrasi Nasional (SRN) yang memantau semua aksi iklim dan sumber daya,” ujarnya.
Terkait Laporan Khusus Panel Ahli Perubahan Iklim Antarpemerintah (IPCC) terkini tentang pemanasan global 1,5 derajat celsius, Indonesia menyoroti pentingnya aksi awal perubahan iklim, yang membuat peran ambisi pra-2020 lebih penting. ”Indonesia mendesak negara maju memenuhi komitmen pra-2020 mereka serta mencapai tujuan Kesepakatan Paris untuk menurunkan emisi dan menyediakan sarana bagi negara berkembang,” kata Siti.
Indonesia mendesak negara maju memenuhi komitmen pra-2020 mereka serta mencapai tujuan Kesepakatan Paris untuk menurunkan emisi dan menyediakan sarana bagi negara berkembang.
Semua negara perlu bertransformasi jadi jalur pembangunan rendah emisi dan ketahanan iklim. Sejauh ini Indonesia menghadapi tantangan menyeimbangkan pemenuhan komitmen internasional dan tujuan pembangunan nasional. Indonesia berharap ada kebijakan internasional yang adil bagi kepentingan internasional dan nasional.
”Kami tak menerima pemakaian isu iklim untuk jadi sarana menyamarkan diskriminasi perdagangan pada negara berkembang. Kita tak boleh membiarkan upaya menegosiasikan kembali Kesepakatan Paris,” ucapnya.
Buku panduan
Pembahasan alot
Menurut Nur Masripatin, Ketua Tim Perunding Delegasi Indonesia sekaligus National Focal Point bagi UNFCCC, draf buku panduan atau rule book yang jadi panduan penerapan Kesepakatan Paris pada tahun 2020 belum disepakati. Pembahasan diperpanjang dua hari. ”Aspek pendanaan paling krusial dan kompleksitasnya tinggi,” katanya.
Patricia Expinosa, Kepala Iklim PBB, menegaskan, panduan final memungkinkan aksi iklim praktis. Hal itu terkait target, termasuk adaptasi dampak perubahan iklim dan dukungan bagi negara berkembang.