SOREANG, KOMPAS — Pola tanam yang didominasi tanaman semusim di kawasan hulu Sungai Citarum akan diubah secara bertahap dengan menerapkan metode tumpang sari. Satuan Tugas Citarum Harum menanam ribuan pohon jambu biji kristal dan alpukat dikombinasikan dengan sayuran yang selama ini diolah petani.
”Metode tumpang sari menjadi tahapan awal untuk memulihkan kawasan hulu Citarum. Secara bertahap nantinya akan ditanami tanaman keras,” ujar Komandan Sektor Pembibitan Satgas Citarum Harum Letnan Kolonel Choirul Anam, di Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/12/2018).
Di tahap awal, penanaman tumpang sari tanaman buah dengan sayur dilakukan di lahan seluas 5 hektar. Bibit buah-buahan berasal dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar sebanyak 5.000 pohon.
”Dua tahun ke depan, ditargetkan penanaman tumpang sari buah dengan sayur diterapkan di lahan seluas 27 hektar. Untuk lahan kritis yang lain, juga tumpang sari dengan kopi,” ujarnya.
Tanaman tumpang sari itu akan dikelola puluhan petani di hulu Citarum. Ditargetkan dalam dua tahun petani sudah dapat memanen buahnya.
”Selain itu, saat petani memanen sayur, lahan tidak langsung kosong. Masih ada tanaman buah untuk menahan air sehingga fungsi lahan di hulu menjadi lebih baik,” ucapnya.
Choirul mengatakan, metode tumpang sari dengan tanaman buah dan sayur hanya sementara. Ke depan, akan diganti dengan kombinasi tanaman keras dan buah-buahan.
”Ini masa transisi. Petani masih terbiasa menjadikan sayur sebagai sumber penghasilan utama. Perlahan akan bergeser dengan produksi buah-buahan,” lanjutnya.
Menurut Choirul, pola tanam tumpang sari lebih baik untuk konservasi dibandingkan hanya tanaman semusim. Saat ini, dari 8.000 hektar lahan kritis di hulu Citarum, sekitar 700 hektar sudah ditanam tanaman keras, kopi, dan buah.
”Harapannya, semua lahan kritis bisa dipulihkan dengan menanam tanaman keras. Hal ini sangat membutuhkan dukungan petani yang selama ini menggarap lahan dengan menanam sayur,” ucapnya.
Perubahan pola tanam membutuhkan adaptasi dari petani. Oleh karena itu, mereka akan mendapat bimbingan teknis penanaman tumpang sari secara berkala dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar.
”Tanaman semusim di kawasan hulu memang kurang baik untuk daya dukung lingkungan. Oleh sebab itu, perlu tanaman dengan akar lebih kuat,” ujar Kepala Bidang Hortikultura di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar Uung Gumilar.
Uung juga mengimbau petani memanfaatkan lahan secara terasering. Sebab, saat ini, masih banyak petani menanam dengan pola tanam salah di lahan berlereng terjal.
”Pola tanam ini yang akan diperbaiki. Jika dibiarkan, sangat berpotensi longsor dan akan merugikan petani,” lanjutnya.
Salah seorang petani, Enjang (35), mengatakan, petani membutuhkan waktu beradaptasi untuk terbiasa menerapkan pola tanam tumpang sari tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan pendampingan, mulai dari proses penanaman hingga panen.
”Selama ini, mayoritas petani hanya paham menanam sayur. Jadi, kami perlu dibimbing cara merawat tanaman buah agar produksinya maksimal,” ujar Enjang.