Pelatihan Virtual Tenaga Terampil Perlu Dipertimbangkan
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan tenaga kerja terampil yang kreatif semakin mendesak dalam upaya membangkitkan industri manufaktur dalam negeri. Kreativitas produk diyakini menjadi unsur penting dalam usaha masuk dalam rantai suplai dunia (global supply chain).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro pada Kamis (13/12/2018) di Jakarta mengatakan, pemerintah berfokus pada lima industri, yakni makanan dan minuman (food and beverages), tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia. Menurut dia, industri manufaktur Indonesia pada sektor tersebut memiliki potensi untuk bersaing di dunia.
”Pada makanan dan minuman ini, beberapa komoditas kita diterima sangat baik di pasar mancanegara. Terlebih ini dapat langsung menjadi langkah lanjutan dari industri agrikultur Indonesia yang besar,” kata Bambang dalam seminar ”Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional” di Jakarta.
Bambang mencontohkan, mi instan produksi Indonesia cukup bersaing di beberapa negara di dunia karena pengembangan dan kreativitas yang baik dalam proses desain dan produksinya.
Saat ini, lanjut Bambang, industri manufaktur Indonesia memakan porsi yang cukup besar dalam produk domestik bruto, hampir menyentuh angka 20 persen. Akan tetapi, pertumbuhannya cenderung rendah, hanya 3,5-4,86 persen dalam dua tahun terakhir. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan pada tingkat sekitar 5 persen.
Menurut Bambang, dalam upaya membangkitkan kembali industri manufaktur, keunikan produk diperlukan agar dapat memberikan keunggulan dalam persaingan global. Departemen riset dan pengembangan setiap perusahaan perlu berjalan.
”Untuk itu, perlu tenaga-tenaga yang terampil. Industri Jerman itu maju karena jumlah tenaga terampilnya banyak,” ucap Bambang.
Bambang menyebutkan, perlu ada kurikulum untuk sekolah kejuruan yang bisa mengintegrasikan pendidikan dengan industri, contohnya adalah skema pendidikan 50-50. Contoh aplikasi skema tersebut adalah sistem 3 hari pendidikan di sekolah, 2 hari magang di pabrik, ataupun satu semester di sekolah dan satu semester di pabrik dalam setahun.
”Terlebih lagi, alat-alat SMK kita tidak akan bisa mengejar kemajuan teknologi yang dimiliki industri,” kata Bambang.
Pelatihan virtual
Ketua Ikatan Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Industri Faizal Safa menyatakan pendapat yang senada. Ia menuturkan, pendidikan vokasi di SMK dan balai latihan kerja (BLK) di setiap pemerintah daerah perlu bersentuhan dengan dunia riset perguruan tinggi.
Namun, guna menekan biaya pelatihan, skema pelatihan virtual perlu dipertimbangkan. Dengan demikian, peneliti dari perguruan tinggi ataupun tenaga ahli dari industri dapat memberikan ilmu dan keterampilan kepada siswa atau peserta pelatihan.
”Bisa mengajar jarak jauh. Siswa bisa mendapatkan sentuhan dari profesor, doktor, ataupun expert. Tidak mungkin kita bisa mendatangkan satu per satu,” ucap Faizal.
Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Industri Kementerian Perindustrian Mudjiono mengatakan, juga perlu ada skema perjanjian kerja sama antara perusahaan serta setiap SMK dan BLK untuk memastikan program magang dapat berjalan dengan baik.
Siswa magang juga harus tetap didampingi selama bekerja di perusahaan. Hal ini untuk memastikan tidak ada siswa yang diberikan tugas yang tidak sesuai dengan bidang profesinya.
Menurut Mudjiono, perusahaan pun dapat didorong untuk menyiapkan sebuah pabrik kecil di SMK atau BLK sebagai tempat bekerja dan produksi kecil. Skema insentif pajak dapat diberikan bagi perusahaan yang bersedia.
”Jumlah insentif pajak yang diberikan bisa sebesar dua kali dari biaya investasi pabrik kecil tersebut. Saya rasa, skema insentif ini adalah stimulan yang cukup hebat,” ujar Mudjiono.