Emil Salim: Pola Pikir Pembangunan Masih Eksploitasi Hutan
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tokoh lingkungan Emil Salim memberi sejumlah catatan kritis pada draf background study Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 bidang Kehutanan. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional agar mengubah pola pikir perencana pembangunan dari eksploitasi hutan menjadi hutan penyelamat kehidupan manusia.
Secara global, hutan sebagai penyimpan cadangan karbon serta penyerap emisi karbon kini menjadi satu-satunya harapan untuk menyelamatkan bumi dari ancaman perubahan iklim. Apabila Indonesia tak bisa melindungi hutannya yang bernilai karbon tinggi, dampak perubahan iklim berupa aneka bencana, pemutihan karang, serta kenaikan muka air laut akan membahayakan kepulauan Indonesia dan masyarakat.
Hutan sebagai penyimpan cadangan karbon serta penyerap emisi karbon kini menjadi satu-satunya harapan untuk menyelamatkan bumi dari ancaman perubahan iklim.
“Saya mohon agar Ibu, bongkar ini,” kata Emil dengan tekanan kuat, Rabu (12/12/2018) dalam Konsultasi Publik Nasional Background Study RPJMN 2020-2024 bidang Kehutanan di Jakarta. Kata “ibu” yang diucapkan Emil Salim tersebut mengacu pada Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu.
Emil Salim mengatakan hutan telah terlalu lama diperlakukan sebagai sumber ekonomi. Menteri Lingkungan Hidup 1978 -1993 ini mengatakan, faktor sosial dan lingkungan juga wajib diperhitungkan dan dikalkulasi dalam perencanaan kehutanan.
Pembangunan yang berfokus pada ekonomi, kata dia, membawa dampak luas hutan tropis Indonesia menyusut. Ini akibat praktik deforestasi (baik legal maupun ilegal) maupun kejadian kebakaran pada lahan gambut yang menyimpan cadangan karbon sangat tinggi.
Aktivitas ini melepaskan emisi gas rumah kaca yang sangat tinggi dan berkontribusi pada kenaikan suhu bumi. Cara pandang lingkungan ini menurut Emil belum ada dalam background study RPJMN.
Ia mengatakan, Laporan Khusus Panel Ahli Perubahan Iklim Antarpemerintah (IPCC) awal Oktober 2018 telah mengingatkan dunia akan konsekuensi pengendalian suhu di bawah 1,5 derajat celcius dan 2 derajat celcius. Meski terpaut 0,5 derajat celcius, dampak dan konsekuensinya sangat-sangat jauh.
Perlu terobosan
IPCC menyarankan agar kenaikan suhu bumi tidak melampaui 1,5 derajat celcius dibanding zaman pra industri. Namun menuju target maksimal kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius ini membutuhkan terobosan dan langkah yang di luar kebiasaan (business as usual). Negara-negara diminta mengendalikan pembangunan yang mengemisi GRK tinggi.
Menuju target maksimal kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius ini membutuhkan terobosan dan langkah yang di luar kebiasaan (business as usual).
Namun, kata Emil, seruan IPCC ini ditolak Amerik Serikat, Arab Saudi, dan Brasil dalam Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-24 di Katowice, Polandia yang masih berlangsung hingga hari ini. “Amerika Serikat masih mementingkan ekonominya. Arab Saudi tidak mau mengurangi produksi minyak. Brasil akan membuka hutan untuk peternakan,” kata dia.
Karena itu, ancaman dampak perubahan iklim ada di depan mata apabila Indonesia pun turut serta dalam pembangunan \'boros karbon\'. “Karena itu kita perlu selamatkan hutan agar ancaman perubahan iklim dan naiknya muka air laut tidak terjadi menjelang Indonesia 2045 (Indonesia berusia 100 tahun),” kata Emil Salim.
Selain dari sisi perubahan iklim, Emil pun mengkritik draf Background Study bidang Kehutanan yang menempatkan optimasi hutan hanya pada faktor stok karbon, biodiversitas, dan daya dukung tata air. Ia mengingatkan keberadaan masyarakat adat beserta pengelolaan sumber daya alamnya diakui oleh negara dan dunia.
Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Nur Hygiawati Rahayu menerima kritik Emil Salim tersebut sebagai masukan. Ia mengatakan, paparan dan draf yang disampaikan sore kemarin merupakan kompilasi. Detailnya sudah mencakup sebagian besar kritik Emil Salim.
Ia mengatakan, background study RPJMN 2020-2024 pun telah mendasarkan pada pertimbangan perubahan iklim. Diantaranya, penyusunan RPJMN mengacu pada komitmen nasional pengurangan emisi (NDC) Indonesia yang disampaikan Indonesia untuk menjawab Kesepakatan Paris. Selain itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam berbagai kesempatan selalu mempromosikan rencana pembangunan rendah karbon yang sedang disusunnya.
Beberapa kritik organisasi sipil terkait NDC Indonesia diantaranya masih memberi celah deforestasi sebesar 3,5 juta hektar pada periode 2021-2030 atau 350.000 ha per tahun. Deforestasi legal untuk berbagai tujuan seperti pembangunan permukiman, sarana prasarana, program reforma agraria, perkebunan, dan industri pulp.