Jaringan Irigasi Utama Ribuan Hektar Sawah Mulai Diperbaiki
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS - Jaringan irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menjadi target berikutnya penanganan pascagempa. Saluran irigasi utama itu rusak parah akibat gempa bumi bermagnitudo 7,4 pada 28 September lalu, yang menyebabkan 8.000 hektar sawah tidak bisa diolah.
Hingga Selasa (11/12/2018), saluran irigasi di Desa Lolu, Kecamatan Biromaru terlihat terbelah di bagian tengah dan pinggirnya. Bahkan, tanah pinggir barat saluran runtuh ke sawah warga. Tak sedikit pun air tersisa. Jaringan irigasi Gumbasa berupa tanggul tanah.
Petak sawah di Lolu kering. Tanah sawah terangkat, sebagian amblas. Di titik lain, rekahan panjang dan dalam.
Zaenah (43), petani di Lolu, menuturkan, jika jaringan irigasi normal, saat ini petani sudah mulai menanam bibit padi. “Barangkali bertahan-tahun baru normal lagi,” ujar Zaenah, penggarap lahan 0,5 hektar.
Pengerjaan fisik tahap pertama dimulai Desember agar berfungsi lagi Maret 2019.
Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi Moerwanto menyatakan, perbaikan jaringan irigasi primer Gumbasa dikerjakan bertahap. Tahap pertama fokus di dekat bendungan Sungai Gumbasa sepanjang 7 kilometer. Daerah itu mengairi 1.200 hektar sawah.
“Model jaringan irigasi itu nanti prinsipnya harus lebih baik, menyesuaikan kondisi kerentanan gempa bumi dan likuefaksi. Pembangunan tahap pertama sekaligus sebagai model,” kata Arie.
Panjang jaringan irigasi Gumbasa 36 km dengan titik awal Gumbasa hingga ke Kota Palu. Jaringan itu sumber air utama 8.000 ha sawah di Sigi. Luasan itu hampir separuh dari total sawah di kabupaten itu yang mencapai 18.000 hektar.
Pengerjaan fisik tahap pertama dimulai Desember 2018. Diharapkan, saluran itu bisa berfungsi lagi pada Maret 2019.
Arie mengatakan, saat gempa diikuti likuefaksi, penyintas bencana di Sigi dan Palu menuding air dari jaringan irigasi Gumbasa turut memicu petaka. “Padahal, tidak seperti itu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, jaringan irigasi nantinya dibangun kedap air,” katanya.
Jaringan irigasi Gumbasa terletak di bagian timur dari dua titik likuefaksi yang cukup parah, yakni Kelurahan Petobo di Palu dan Desa Jono Oge di Sigi. Di Petobo, misalnya, gerakan tanah bermula tak jauh dari saluran irigasi Gumbasa.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulteng Tri Ariany Lamakampali mengakui, pasokan beras pasti berkurang akibat tak diolahnya sawah seluas 8.000 hektar itu. Untuk mengatasi hal itu, daerah sentra beras lainnya didorong berproduksi lebih besar agar defisit di Sigi bisa ditutupi. Sulteng selama ini surplus beras.
Selain Sigi, kabupaten penghasil beras di Sulteng antara lain Parigi Moutong, Banggai, dan Poso. Sawah 8.000 hektar diperkirakan menghasilkan 32.000 ton gabah kering giling.
Agar lahan tidak menganggur, Tri memastikan pihaknya mendorong petani agar mengolah lahan tersebut dengan tanaman pangan nonpadi dan hortikultura. Dengan datangnya musim hujan saat ini, langkah itu dapat menjadi alternatif bagi petani. Pemerintah siap membantu petani.