Presiden Macron Siap Tanggapi Krisis “Rompi Kuning”
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
PARIS, SENIN -- Presiden Perancis Emmanuel Macron, Senin (10/12/2018), ini dijadwalkan berbicara kepada rakyatnya mengenai krisis akibat unjuk rasa kelompok "rompi kuning". Macron juga akan bertemu dengan para anggota serikat pekerja dan pemimpin bisnis untuk mencari cara mengakhiri protes yang telah mengguncang Perancis itu.
Jika rencana itu terealisasi, hal tersebut akan menjadi pidato publik pertama Sang Presiden setelah empat pekan terakhir berlangsung demonstrasi anti-pemerintah berskala nasional. Demonstrasi pada akhir pekan lalu lagi-lagi berujung menjadi kekerasan di Paris dan kota-kota lainnya.
Pejabat pemerintah mengatakan, dalam kesempatan itu Macron akan mengumumkan "langkah-langkah segera dan konkret" untuk menanggapi keluhan para demonstran. Seruan-seruan telah berlipat ganda melintasi spektrum politik yang menuntut sebuah tindakan drastis.
Mantan kandidat presiden sayap kanan, Marine Le Pen, mendesak Macron untuk "mengakui penderitaan masyarakat dan memberikan tanggapan yang segera dan sangat kuat".
"Jelas bahwa kami telah meremehkan kebutuhan masyarakat supaya diri mereka didengar," kata juru bicara pemerintah Benjamin Griveaux kepada radio Eropa 1, Minggu.
"Malapetaka ekonomi"
Menteri Keuangan Bruno Le Maire mengatakan, kerusuhan yang berlangsung berpekan-pekan itu merupakan suatu "malapetaka ekonomi" bagi Perancis. Aksi-aksi itu menyebabkan kekacauan di jalan-jalan dan "memadamkan" hasrat belanja warga menjelang Natal.
Gerakan "Rompi Kuning" mulai berlangsung pada 17 November lalu sebagai protes terhadap kenaikan pajak bahan bakar yang berdampak pada naiknya harga bahan bakar. Demonstrasi itu telah berubah menjadi gerakan massa melawan Macron yang, dituduh oleh para pengunjuk rasa, tidak lagi berhubungan dengan orang-orang biasa di Prancis.
Perampokan dan kerusuhan, yang disebut-sebut telah digerakkan oleh agitator kelompok kiri-kanan dan kanan-jauh, telah berulang kali pecah di Paris, lalu menyebar ke Bordeaux, Toulouse, dan kota-kota lainnya.
Pihak berwenang mengatakan, kerusakan properti di ibu kota pada Sabtu (8/12/2018) pekan lalu jauh lebih buruk daripada seminggu sebelumnya. Beberapa mobil terbakar, pecahan kaca yang tersisa akibat vandalisme terlihat berserakan di beberapa tempat.
Sekitar 10.000 pengunjuk rasa telah turun ke jalan-jalan di kota Paris. Otoritas kepolisian mengerahkan sekitar 8.000 personel. Pasukan keamanan melancarkan operasi besar-besaran guna meminimalisasi kerusuhan. Lebih dari 1.000 orang ditahan, dan untuk pertama kalinya aparat keamanan mengerahkan mobil lapis baja di Paris.
Tekanan pada presiden
Dipilih pada Mei 2017 dengan janji untuk merevitalisasi ekonomi Perancis yang lamban, Macron pernah bersumpah untuk tidak terpengaruh oleh protes massa seperti pendahulunya. Namun, ia mengumumkan kenaikan pajak bahan bakar yang tidak disukai publik pada pekan lalu.
Sejauh ini, Macron juga menolak untuk mengganti kebijakan lain yang sangat tidak populer di kalangan "rompi kuning": keputusannya untuk memotong pajak atas aset bagi orang kaya Prancis.
Menteri Tenaga Kerja Muriel Penicaud pada hari Minggu juga menolak gagasan kenaikan upah minimum, yang diminta oleh banyak pengunjuk rasa. "Kami tahu itu menghancurkan pekerjaan," kata Penicaud.
"Jika kita menaikkan semua gaji secara otomatis, banyak bisnis akan bangkrut - atau mereka harus menaikkan harga mereka, dan tidak ada yang akan membayar untuk layanan mereka," lanjut Penicaud.
Dengan sekitar 136.000 orang yang ambil bagian pada unjuk rasa secara nasional pada akhir pekan lalu, unjuk rasa di Perancis telah menunjukkan sedikit tanda pelonggaran. Banyak pengunjuk rasa berasal dari pedesaan dan kota kecil Prancis, tetapi memiliki berbagai tujuan yang berbeda, mulai dari tuntutan pajak yang lebih rendah hingga pengunduran diri Macron. Kondisi itu membuat negosiasi yang dicoba Macron dengan mereka menjadi semakin sulit.