Nilai tukar petani perkebunan rakyat turun tiga bulan terakhir. Sepanjang tahun ini, indeks yang mereka terima selalu lebih rendah daripada indeks yang mereka bayar.
JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar petani atau NTP subsektor perkebunan rakyat tercatat selalu di bawah 100 sejak awal tahun ini. Artinya, penghasilan para pekebun rakyat lebih rendah daripada pengeluarannya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, NTP subsektor perkebunan November 2018 bahkan tercatat paling rendah tahun ini, yakni 95,59.
Lesunya ekspor, terutama pada komoditas utama kelapa sawit dan karet, menekan harga jual di tingkat petani. Nilai ekspor tahun ini juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Oleh karena itu, petani berharap pemerintah fokus meningkatkan daya saing ekspor untuk menggairahkan industri di hulu.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto saat dihubungi, Minggu (9/12/2018), mengatakan, turunnya indeks harga yang diterima petani perkebunan rakyat merupakan imbas dari merosotnya nilai ekspor komoditas unggulan.
BPS mencatat, nilai ekspor minyak kelapa sawit sepanjang Januari-Oktober 2018 mencapai 15,03 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Angka itu turun 10,61 persen dibandingkan dengan nilai ekspor pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara ekspor karet asap pada Januari-Oktober 2018 turun 21,22 persen dibandingkan dengan tahun lalu menjadi 92,84 juta dollar AS. Ekspor karet remah (crumb rubber) juga turun 22,76 persen menjadi 3,32 miliar dollar AS.
Indeks harga yang diterima petani perkebunan rakyat pada November 2018 turun 0,55 persen dibandingkan dengan Oktober 2018. Sebaliknya, indeks harga yang dibayarkan petani naik 0,15 persen, baik dipicu oleh kenaikan indeks konsumsi maupun biaya produksi.
Relaksasi
Untuk menggenjot ekspor, pemerintah akhirnya merelaksasi pungutan ekspor kelapa sawit. Tarif pungutan nol persen terhadap ekspor kelapa sawit, minyak sawit mentah (CPO), dan produk turunannya diberlakukan ketika harga CPO internasional di bawah 570 dollar AS per ton. Sebelumnya, pungutan berlaku berapa pun harga CPO di pasar dunia.
Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono mengatakan, relaksasi tidak akan mengganggu sumber dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk peremajaan sawit rakyat. Meski berorientasi pada harga, kebijakan itu tidak dibiarkan mengikuti harga global agar sumber dana BPDPKS tetap terjaga. ”Kebijakan pungutan ekspor itu dapat dievaluasi dan diulas sewaktu-waktu mengikuti perkembangan harga,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto menyatakan, relaksasi pungutan itu berpotensi meningkatkan daya saing ekspor minyak kelapa sawit di dunia. Petani berharap kebijakan itu mendongkrak harga jual tandan buah segar di tingkat petani.
Nilai tambah
Ketua Umum Asosiasi Petani Karet Indonesia Lukman Zakaria menyebutkan, saat ini harga karet di tingkat petani anjlok hingga Rp 5.000-6.000 per kilogram (kg). ”Tahun lalu, harganya dapat mencapai Rp 8.000-9.000 per kg,” ucapnya saat dihubungi, Minggu.
Dengan harga yang rendah, petani berharap pemerintah fokus memacu nilai tambah komoditas karet di dalam negeri. Artinya, industri pengolahan karet mesti diperkuat.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menambahkan, pemerintah akan meremajakan kebun karet untuk memacu kualitas. Berkisar 5.000-6.000 hektar kebun karet akan diremajakan akhir tahun ini. Lokasinya di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi.