Berlari untuk Adopsi Pohon, Bukan Medali
Menumbuhkan kesadaran publik, terutama generasi milenial agar peduli dan mau menjadi bagian dari gerakan penyelamatan lingkungan terus digalakkan berbagai pihak. Strategi yang digunakan pun beragam mulai dari yang konvensional, hingga pendekatan kekinian. Salah satu cara kekinian adalah lewat kegiatan Green Run “Berlari untuk Mengadopsi” yang memadukan olahraga lari dengan penyelamatan hutan di Lansekap Mudiak Baduo, Sumatera Barat.
Sinar matahari mulai terlihat ketika lebih dari sekitar 200 orang mulai berkumpul di depan Covention Hall Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Minggu (9/12/2018) sekitar pukul 07.00. Mereka terlihat mengenakan kaos hitam yang bagian depannya bergambar sebuah peta dengan tulisan hijau “Green Run” #MilenialPeduliLingkungan, celana pendek atau panjang, dan sepatu olahraga.
Setelah berbaris rapi, selama hampir 15 menit, peserta dari berbagai usia mulai dari anak-anak hingga orang tua itu, melakukan pemanasan mengikuti aba-aba dari salah seorang anggota panitia. Berbagai gerakan pada kepala, pinggang, hingga kaki dilakukan bersama-sama. Setelah itu, dilakukan acara pembukaan singkat, kemudian panitia meminta mereka berkumpul di depan garis start.
Semuanya terlihat antusias dan tak sabar untuk berlari. Maka setelah hitung mundur dan pengibaran bendera oleh Dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Munzir Busniah, para peserta yang berasal dari berbagai daerah di Sumbar, hingga Jambi serta berbagai latar belakang itu langsung berlari. Ada yang berlari sendiri, ada juga yang dalam rombongan.
Rute yang dilalui tidak begitu jauh yakni 5,8 kilometer mengelilingi kampus Universitas Andalas. Selain jalan beraspal, mereka juga melewati jalan tanah yang menanjak. Sepanjang kiri kanan jalan, tumbuh subur beraneka pohon sehingga membuat jalur lari sedikit teduh.
Meski tidak ada medali yang menanti di garis finis, para peserta terlihat menikmati "Green Run". Justru mereka termotivasi karena penyelenggara, yakni Komunitas Konservasi Indonesia (KKWI) Warsi (lembaga yang fokus menghidupkan kembali azas-azas konservasi masyarakat asli dan mendorong pengembangan model pengelolaan kawasan konservasi khususnya di Sumatera), Faperta Unand dan Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam Faperta Unand, menyediakan hadiah bagi 25 pelari yang finis pertama berupa hak asuh atas pohon yang berada di Lansekap Mudiak Baduo.
Data yang dihimpun Kompas, Lansekap (Landscape) Mudiak Baduo merupakan daerah yang membentang di sepanjang ekosistem Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari II dengan luas sekitar 919.339 hektar. Secara administratif, kawasan ini berada di lima kabupaten dan kota di Sumbar yakni Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Solok Selatan.
Sistem dari adopsi pohon tersebut adalah 25 pelari yang finis pertama masing-masing akan mendapatkan hak asuh atas satu pohon yang berada di lansekap Mudiak Baduo selama satu tahun. Pohon tersebut akan dibuatkan titik koordinat dan dirawat oleh masyarakat setempat. Lalu, secara berkala akan dilaporkan ke pengadopsi.
“Warsi saat ini mengembangkan program adopsi pohon yang berada di hutan-hutan nagari yang sudah dikelola masyarakat di Mudiak Baduo. Jadi selama setahun, pengadopsi memiliki hak asuh atas pohon itu. Masyarakat akan merawat dan pohon tersebut tidak boleh ditebang,” kata Manajer Program KKI Warsi Rainal Daus.
Pulang ke rumah nenek
Juara pertama dan empat orang lain yang diundi dari 24 peserta yang finis pertama, selain menjadi pengadopsi pohon, juga akan mengikuti paket wisata “Pulang ke Rumah Nenek” secara gratis yang berlangsung dari 14-16 Desember 2018. Kegiatan tersebut akan berlangsung di tiga titik, yakni Sumpur Kudus dan Unggan di Kabupaten Sijunjung, Sirukam dan Indudur di Kabupaten Solok, dan Alam Surambi Sungai Pagu di Solok Selatan.
Pulang ke Rumah Nenek laiknya nostalgia, mengingatkan kembali bagaimana rasanya ketika kita kecil pulang ke rumah nenek. Di samping itu, peserta juga akan melihat langsung bagaimana masyarakat setempat mengelola sumber daya alamnya lewat tiga kegiatan yakni ekowisata (beriwisata menikmati lingkungan alam), etnowisata (berwisata dan melihat budaya), dan eduwisata (wisata yang dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan).
“Pulang ke Rumah Nenek akan diikuti oleh 60 peserta. Sebanyak 15 pendaftar pertama gratis, sementara pendaftar ke 21-40 membayar Rp 50 ribu dan pendaftar 41-60 membayar Rp 100 ribu. Itu sudah termasuk biaya konsumsi, transportasi, dan akomodasi di sana. Pendaftaran akan dibuka hingga tanggal 12 Desember,” kata Hultayuni, salah satu penanggung jawab kegiatan.
Rainal menjelaskan, selama mengikuti paket wisata “Pulang ke Rumah Nenek” peserta akan belajar, antara lain tentang pertanian organik, membuat pupuk organik, menanam padi, hingga bagaimana masyarakat bermusyawarah terkait penyelamatan hutan. “Kami berharap, para peserta khususnya anak muda bisa belajar banyak dan kemudian membagikannya ke orang lain,” kata Rainal.
Para peserta "Green Run", terutama juara mengaku menikmati “Green Run”. Apalagi, konsep dan hadiahnya yang unik. “Saya biasanya kalau juara dapat medali, tetapi kali ini berbeda. Justru adopsi pohon. Ini menarik dan sangat positif. Selain lari bermanfaat untuk kesehatan sekaligus latihan bagi saya pribadi, juga mendorong generasi muda seperti kami untuk peduli lingkungan. Semoga ke depan, peserta yang terlibat semakin banyak sehingga gaungnya lebih terdengar,” kata Fauzan Perdana (21), pelari yang finis pertama dan merupakan juara lari 400 meter pada Pekan Olah Raga Provinsi Sumbar tahun 2015 silam.
Rinias Febrianti Zandroto (19) mahasiswa Univertas Negeri Padang asal Jambi yang finis diposisi ke-24 menambahkan, sebagai anggota mahasiswa pecinta alam di kampusnya, kegiatan menanam pohon memang sudah sering ia lakukan. “Tetapi cara mengajak generasi muda lewat lari ini baru sekali ini saya temukan. Saya sendiri menikmati kegiatannya dan tidak menyangka bisa finis cepat,” kata Rinias.
Bangun kesadaran
Menurut Rainal, kepedulian masyarakat khususnya kaum milenial terhadap isu-isu lingkungan mulai meningkat. Hal itu terlihat dari respon mereka terhadap berbagai persoalan lingkungan. “Misalnya ada perusakan lingkungan, mereka memperlihatkan keberatan (lewat media sosial dan lainnya) atau ketika ada bencana alam, mereka ikut berkontribusi dengan langsung ke lokasi,” kata Rainal.
Meski demikian, kata Rainal, masih sangat sedikit yang peduli dengan apa yang harus dilakukan di masa depan agar kerusakan tidak berlanjut. Hal itu pula yang kemudian mendasari KKI Warsi menggelar “Green Run” yang merupakan salah satu bagian dari kegiatan besar Public Awarness KKI Warsi 2018 dengan tema “Milenial Peduli Lingkungan” dari sejak tanggal 4 Desember.
“Selain itu, selama ini, Warsi sudah melaksanakan berabgai inisiatif bersama masyarakat mulai dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat hingga pengembangan ekonomi masyarakat di sana. Kami kemudian mengajak beberapa orang untuk melihat hal itu di desa-desa dan ternyata responnya positif. Dari sana, kami berpikir bahwa ternyata masih banyak yang belum tahu inisiatif yang kami lakukan bersama masyarakat sehingga perlu agenda untuk mempublikasikannya,” kata Rainal.
Menurut Rainal, atas dasar itulah, mereka mengadakan Public Awarness tersebut. Sejak 4 Desember digelar berbagai agenda mulai dari gelar wicara tentang pertanian organik untuk penyelamatan lingkungan, penataan ruang lokal untuk penyalamatan aset nagari, dan membangun aturan berbasis nilai dan potensi lokal. Selain itu, ada lomba fotografi dan orasi lingkungan, pameran produk masyarakat, dilanjutkan kegiatan “Green Run” dan diakhirnya dengan “Pulang ke Rumah Nenek”.