Rasa ”Paten” di Kedai-kedai Medan
Masakan asal Medan memang mengesankan. Jika belum bisa ke sana, Anda bisa mampir di rumah makan dan kedai masakan khas kota itu di Jakarta. Semoga kenikmatan kuliner masakan di sana bisa mengobati kerinduan Anda. Ada gulai kepala ikan, burung punai, kopi Siantar, dan roti bakar selai srikaya yang bisa Anda coba.
Seperti juga keragaman warga di Kota Medan, Sumatera Utara, kuliner dari kota ini merupakan pertemuan sejumlah unsur budaya. Begitu pun petualangan rasa yang kami nikmati di Rumah Makan Medan Baru. Kami bertemu kekayaan budaya Aceh, Medan, dan Padang dalam bentuk masakan.
Untuk merasakan petualangan ini, Anda tak perlu pergi ke tiga tempat tersebut. Di sini, Anda bertemu dengan gulai kambing khas Aceh, dendeng sapi khas Padang, dan burung punai goreng dari Medan. Petualangan ini kami dapatkan pada Senin (3/12/2018) siang di RM Medan Baru di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Siang itu, suasana rumah makan yang berada di deretan rumah toko terlihat ramai karena memang jam makan siang. Pelayan menyambut kami hingga duduk di ruang tengah lantai dasar. Kami menanyakan, ini semua makanan Medan-kah?
”Bumbu masakan kami kebanyakan khas Aceh. Kalaupun ada nama masakan yang sama dengan makanan dari daerah lain, tetapi kami menggunakan bumbu dasar masakan khas Aceh,” kata Dini Oktaviani (40), pelayan senior di RM Medan Baru yang akrab disapa Inong.
Kekhawatiran
Dia ligat melayani seraya menanyakan pesanan kami. Sempat muncul kekhawatiran, penyajian makanan bakal memakan waktu lama karena banyaknya pelanggan yang datang. Namun, kekhawatiran itu sirna dalam sekejap. Kurang dari 10 menit, 23 menu sudah tersedia di meja makan depan kami. Menu itu terdiri dari aneka lauk, nasi, dan minuman siap santap.
Kami memilih menu kepala ikan sebagai menu pembuka. Kami tidak sabar dengan menu ini yang sering jadi pembicaraan orang. Inong juga menyajikan beragam menu seperti penyajian khas rumah makan padang.
”Kepala ikan ini dari ikan kakap putih. Masakan ini paling banyak diminati pengunjung di sini. Bumbunya khas Aceh, asamnya dari belimbing wuluh yang direbus, dijemur, dan disimpan beberapa hari,” ujar Inong.
Ia juga mengajari kami cara mencari bagian paling lezat dari gulai kepala ikan itu. Bagian yang dimaksud adalah otak ikan yang sering terlewatkan tamu. Mereka tidak tahu bagian itu yang paling enak setelah buru-buru mengakhiri makan.
Dia kembali menyarankan, jika makan kepala ikan, lalapnya pakai daun pepaya, sambal acar, dengan burung punai. Minuman serut timun yang biasa ditemui di kedai-kedai Aceh dapat menjadi pendamping makanan. Kami menuruti saran Inong. Alamak, nikmatnya tak terkira.
Tidak heran, menu kepala ikan Rp 80.000 per porsi itu menjadi menu favorit banyak tamu, termasuk Presiden Joko Widodo setiap makan di tempat itu. Sekitar 300 kepala ikan habis dilahap pengunjung per hari di tiga tempat RM Medan Baru.
Begitu pula burung punai (Treron olax). Banyak pelanggan yang tertarik pada burung goreng itu. Burung punai secara khusus didatangkan dari Medan karena pengelola membudidayakan di sana. ”Ada 500-600 burung punai setiap hari yang habis dimakan pengunjung,” ucap Inong.
Tidak heran, menu kepala ikan Rp 80.000 per porsi itu menjadi menu favorit banyak tamu, termasuk Presiden Joko Widodo setiap makan di tempat itu.
Penggemar masakan Medan, Fahmi (48), tergila-gila pada gulai ikan dan burung punai. Pria asal Medan dan bekerja di Jakarta ini selalu makan masakan itu jika ke RM Medan Baru. ”Rasanya tak kalah dengan yang di Medan,” kata Fahmi.
RM Medan Baru hadir di Jakarta pertengahan tahun 1970-an. Pemiliknya bernama Ibrahim yang juga asli Aceh, sebagaimana Inong perempuan asli Banda Aceh. Selain di Sunter, RM Medan Baru juga ada di Jalan Raya Krekot, Jakarta Pusat, dan di Jalan Pesanggrahan, Jakarta Barat.
RM Medan Baru buka mulai pukul 09.00 hingga pukul 21.00 dari Senin ke Senin lagi tanpa ada libur. Pengelola hanya libur pada saat Ramadhan dan 10 hari pertama di bulan Syawal setiap tahun.
RM Medan Baru Sunter dapat menampung 300 orang yang terpisah di dua lantai. Rumah makan ini berada di deretan rumah toko yang terkesan sempit. Namun, layanan di tempat ini begitu cepat sehingga aliran pengunjung pun lancar, baik yang masuk maupun yang keluar rumah makan.
Di RM Medan Baru Sunter ada sekitar 30 pegawai dalam kondisi siap melayani. Dari jumlah itu, enam orang bertugas mengawasi pengunjung yang baru tiba. Begitu datang, mereka menyiapkan paket makanan yang disajikan di meja tanpa menunggu pengunjung memesan. Maka, tidak heran, jika dalam waktu kurang dari 10 menit, puluhan menu makanan tersaji di meja.
Pada sebuah kedai
Hari menjelang sore, hujan membasahi jalanan Jakarta, Senin itu. Kami belum puas mengakhiri petualangan kuliner di Sunter. Target berikutnya adalah Kedai Mak Ubi di Pecenongan, Jakarta Pusat. Kedai ini tidak terlalu besar, kapasitas tempat duduk cukup untuk 40 orang. Lokasinya mudah dijangkau dari mana saja dari pusat Jakarta.
Meskipun kecil, kedai itu mampu membawa kenangan siapa pun yang pernah tinggal di Medan. Ada soto medan, lontong medan, mi kocok, mi goreng gomak, nasi lemak, kopi Siantar, dan roti bakar srikaya. Minuman yang kerap tersedia di lapo (kedai khas Batak) di Sumatera Utara juga ada di sini, namanya minuman bersoda Cap Badak, asli buatan Pematang Siantar.
Bayangan saya melayang ke Pematang Siantar. Kehangatan di kedai kopi Kok Tong, antrean pembeli roti Ganda di kota itu, dan mi gomak yang banyak diburu orang.
Namun, lamunan saya buyar saat pelayan menanyakan pesanan kami. Sambil bercengkerama di tengah guyuran hujan, kami menikmati kopi Siantar, roti bakar selai srikaya, pisang goreng, serta singkong goreng bertabur keju dan parutan kelapa sangrai sebagai menu pembuka.
Di kedai ini, menu paling dicari adalah lontong sayur. Sayuran di lontong ini terdiri dari labu siam, wortel, buncis, buah takokak atau rimbang (Solanum torvum), terong, dan pete. Di dalam sayuran ada beberapa potong daging. Paduannya irisan kentang goreng, telur bulat, udang, orek tempe, dan bawang goreng.
Yang membuat lontong ini semakin khas adalah kehadiran taoco khas Medan. Taoco ini memberi rasa yang berbeda sehingga membuat penikmatnya kangen ingin merasakan lagi. ”Kami sengaja menyajikan masakan rumahan khas Medan. Selain lontong medan, yang paling banyak dipesan adalah soto medan,” kata Ken Hutabarat (27), pemilik Mak Ubi.
Ken menjalankan usaha ini bersama ibunya, Rubi Hutagalung (53), satu tahun lalu. Semua bahan masakan dibuat sendiri, hanya bahan dasar yang dibeli dari luar pengelola. Untuk menikmati semua menu di sini, harganya berkisar mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 62.000 per porsi. Pengunjung tidak perlu khawatir, kedai ini buka dari pukul 08.00 hingga 22.00 setiap hari.
Hari mendekati petang, hujan semakin deras. Di rumah makan dan kedai itu, kerinduan menikmati kuliner Medan terobati lantaran masakan di sana yang mantap, ”paten”, kata orang Medan.