JAKARTA, KOMPAS — Akses pendidikan semestinya benar-benar bisa dijangkau oleh masyarakat, termasuk warga yang berasal dari keluarga tidak mampu. Tidak hanya itu, kualitas pendidikan dasar juga semestinya menjadi perhatian supaya semakin merata di seluruh Tanah Air.
Beberapa rekomendasi terkait dengan pendidikan disampaikan perwakilan mahasiswa dari 73 kampus di Indonesia kepada Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (7/12/2018). Perwakilan mahasiswa dari sejumlah provinsi ini sebelumnya berkumpul dalam Konferensi Mahasiswa Nasional yang diselenggarakan 3-6 Desember 2018 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Ahmad Nabil Bintang, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Jakarta, mengatakan, pendidikan semestinya inklusif sebab pendidikan adalah hak segala bangsa. Masalahnya, dengan adanya sistem Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) dan PTN Uang Kuliah Tunggal (UKT), penggolongan biaya kuliah malah membuat calon mahasiswa dari keluarga miskin tak bisa mengenyam pendidikan tinggi.
”Konsep awalnya mungkin subsidi silang. Namun, yang kami rasakan bukan subsidi silang, tetapi yang ingin kuliah disilang-silang. Konsepnya baik, tetapi pelaksanaannya tidak demikian,” tutur Nabil.
Selain itu, tambahnya, akan sangat baik jika ke depan ada wajib belajar 16 tahun. Warga Indonesia wajib mencapai sarjana untuk menggapai Indonesia Emas pada 2045.
Rian Israyudin, Ketua BEM Trisakti, menambahkan, pemerataan kualitas pendidikan juga perlu. Selama ini, warga Papua atau di daerah-daerah lain masih banyak yang tertinggal karena ketiadaan atau kekurangan sekolah.
”Yang digaungkan baru pembangunan infrastruktur dan satu harga BBM, tetapi bukan pendidikan sama rata kualitasnya,” kata Rian.
Selain itu, masih ada rekomendasi supaya pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru, terutama guru honorer, keadilan sosial, dan masalah hak asasi manusia (HAM).
Menerima rekomendasi tersebut, Presiden menyatakan akan melihat lebih detail semua rekomendasi. Secara umum, Presiden mengingatkan para mahasiswa bahwa Indonesia sangat besar, terdiri atas 17.000 pulau dengan bentangan yang sangat luas, kondisi geografi yang beragam, dan latar suku, agama, adat istiadat, serta bahasa yang berbeda-beda.
Dicontohkan, dari ibu kota Kabupaten Asmat ke distrik saja harus berjalan kaki dua hari di hutan belantara. Dari Wamena ke Kabupaten Nduga sepanjang sekitar 200 km harus ditempuh empat hari karena tak ada jalan.
”Ini kondisi riil bangsa kita masih ada semua gap, masih ada disparitas, baik mengenai logistik, BBM, maupun infrastruktur, belum lagi berkaitan dengan SDM,” tutur Presiden mengakui kondisi Indonesia yang masih senjang.
Oleh sebab itu, lanjut Presiden Jokowi, pemerintah mulai menembus jalur-jalur tersebut dengan pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus selama empat tahun ini. Jalur dari Boven Digoel sampai Merauke kini sudah mulai tersambung. Fokus ini membuat hasil pembangunan lebih terasa. Selain itu, semua wilayah memerlukan jalan, bandara, dan pelabuhan. Sebab, infrastruktur ini bukan hanya urusan ekonomi dan mobilitas orang dan barang, melainkan urusan konektivitas.
”Ini juga akan mempersatukan kita. Kalau tidak ada konektivitas antarprovinsi, mana bisa kita bersatu seperti ini,” ujar Jokowi.
Presiden menjelaskan, pembangunan dilakukan di semua wilayah Indonesia. Namun, apabila dia hanya memperhitungkan kepentingan politik, sesungguhnya cukup membangun di Jawa. Sebab, 60 persen penduduk ada di Jawa sehingga cukup untuk memenangkan pemilu. Namun, negara Indonesia tidak hanya Jawa, tetapi juga dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
Tahun depan, lanjutnya, fokus bergeser pada pembangunan SDM. Program pengiriman mahasiswa ke luar negeri untuk belajar ditingkatkan. Penambahan pendidikan vokasi juga dilipatgandakan. Dengan infrastruktur dan SDM kuat, kata Presiden, Indonesia akan bisa melompat maju.
Apalagi, McKenzie Global Institute, Bank Dunia, dan Bappenas sudah menghitung, apbila pembangunan dilakukan secara konsisten, Indonesia bisa menjadi empat negara besar di dunia dengan pendapatan per kapita 29.000 dollar AS.
”Tapi ini butuh prasyarat. Produktivitas, kedisiplinan yang tinggi, integritas yang baik, dan mau bekerja keras. Jangan sampai kita ini hanya bergantung terus pada sumber daya alam. Kita harus bertumpu pada sumber daya manusia,” tutur Presiden.