Kebebasan Ekspresi Budaya Kunci Terjaganya Kebinekaan
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengerasan identitas primordial dan sentimen sektarian menjadi salah satu isu pokok yang dibahas dalam Kongres Kebudayaan Indonesia 2018. Untuk mengatasi persoalan ini, KKI 2018 menyiapkan strategi dengan menyediakan ruang -ruang bagi keragaman ekspresi budaya dan mendorong interaksi budaya untuk memperkuat kebudayaan yang semakin inklusif.
Menguatnya identitas primordial dan sentimen sektarian merupakan satu dari tujuh isu pokok pemajuan kebudayaan yang berhasil dijaring selama proses KKI 2018 sejak bulan Maret lalu. Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, KKI merumuskan sejumlah langkah sistematis.
"Kalau kebudayaan tidak ada ruang ekspresi yang terlindungi pasti akan susah. Juga kalau orang-orangnya tidak punya pemahaman sama sekali tentang kebudayaan lain juga akan berat. Ruang dan interaksi sangat penting kalau kita mau merawat kebinekaan," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, di hari kedua perhelatan KKI 2018, Kamis (6/12/2018), di Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Isu kedua yang disoroti adalah meredupnya khazanah tradisi dalam gelombang modernitas. Menyikapi fenomena ini, agenda strategis yang disiapkan adalah melindungi dan mengembangkan nilai, ekspresi, dan praktik kebudayaan tradisional untuk memperkaya kebudayaan nasional.
"Hanya dengan cara seperti itu, kita bisa membawa tradisi masuk ke dalam dunia modern. Tapi, caranya bukan dengan melakukan konservasi semata, asal terlindungi dari waktu ke waktu saja, tapi justru dengan memastikan daya hidupnya di masyarakat yang semakin modern dan digital,"kata Hilmar.
Disrupsi teknologi
Persoalan disrupsi teknologi informatika menjadi isu pokok ketiga yang dibahas dalam kongres. Fakta menunjukkan, revolusi Industri 4.0 sudah terjadi dan Indonesia belum siap; Indonesia masih berhenti sebagai pengguna teknologi, belum menjadi pencipta.
Masalah ini dikupas secara mendalam oleh anggota DPR sekaligus Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko dalam pidato kebudayaannya berjudul "Indonesia 4.0:Berguru Pada Alam yang Terkembang" di hari kedua KKI 2018 di Kemdikbud.
"Kita masih terkaget-kaget menghadapi soal-soal \'baru\', yang sesungguhnya adalah soal-soal lama atau dengan mudah jatuh hati pada solusi-solusi lama atas soal lama yang sebenarnya sudah kadaluarsa. Persoalan ada pada rendahnya tradisi membaca dan memverifikasi fakta,"kata Budiman.
Menurut Budiman, akhir-akhir ini kita cenderung mengarah ke masyarakat yang menjadikan keinginan-keinginannya seolah kenyataan (society of wishful thinking), manusia yang ingin cepat sukses tanpa proses, manusia yang menjadi obyek pasar dari algoritma (tepat proses, cepat sukses) teknologi.
"Produk cepat suksesnya dijual ke kita, sementara alur prosesnya tak pernah bisa kita pahami. Jika terus-menerus seperti ini, maka dalam rantai makanan masyarakat dunia di era revolusi industri 4.0, kita pada akhirnya adalah mata rantai terakhir," paparnya.
Perupa Agan Harapan dalam menampilkan karya foto-foto editan berjudul "Realisme Sumir" juga mengingatkan adanya masalah serius di masyarakat menghadapi era 4.0.
"Dengan adanya telepon pintar, bangsa kita bukan semakin pintar tetapi justru menjadi generasi sok tahu. Tidak peduli berita benar atau bohong, selama dia suka berita tertentu, maka ia langsung menelannya bulat-bulat. Inilah yang terjadi dengan bangsa kita sekarang," ucapnya.
Menghadapi tsunami informasi, Agan mengimbau kepada masyarakat agar tidak bersikap gegabah dan selalu ingin menjadi yang terdepan dalam menyebar informasi anonim. "Santai dulu, perbanyak literasi dan lakukan verifikasi," ujarnya.
Konsumen budaya dunia
Pertukaran budaya yang timpang dalam tatanan global menjadikan Indonesia hanya sebagai konsumen budaya dunia. Fenomena ini menjadi isu pokok keempat yang turut dibahas di KKI 2018.
Sejumlah agenda strategis disiapkan untuk mengatasi hal ini, seperti mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pemajuan kebudayaan; memperkuat pelindungan kekayaan intelektual kesenian, pengetahuan, dan teknologi tradisional; serta meningkatkan pariwisata berbasis pemanfaatan cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan.
Dua isu pokok lainnya yang disoroti KKI 2018 adalah masalah tata kelembagaan budaya yang belum optimal dan desain kebijakan pemerintah yang belum memudahkan masyarakat untuk memajukan kebudayaan. Karena itulah, KKI 2018 merekomendasikan adanya reformasi kelembagaan di bidang kebudayaan, optimalisasi anggaran kebudayaan, dan penyelarasan kebijakan budaya pusat dan daerah. Dalam hal kebijakan, pemerintah perlu membangun sistem data kebudayaan terpadu, sediakan sarana dan prasarana kebudayaan, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang kebudayaan.