Komisi III DPR memilih tujuh anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban periode 2018-2023. DPR berharap pimpinan baru lebih berani dalam bekerja.
JAKARTA, KOMPAS - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat merampungkan sesi uji kepatutan dan kelayakan terhadap 14 calon anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Tujuh orang dipilih dengan harapan mereka berani memaksimalkan tugas dan fungsi LPSK di tengah tantangan anggaran yang minim dan implementasi kewenangan lembaga yang belum optimal.
Tujuh orang tersebut berasal dari berbagai kalangan, dengan tiga orang terpilih dari unsur anggota petahana, yaitu Hasto Atmojo Suroyo, Edwin Partogi Pasaribu, dan Maneger Nasution, serta dari unsur lain, yaitu Achmadi (kepolisian), Antonius Prijadi Soesilo Wibowo (akademisi), Livia Istania Iskandar (psikolog), dan Susilaningtias (pegawai LPSK).
Proses uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon anggota LPSK berlangsung selama dua hari sejak Selasa (4/12/2018) di Komisi III DPR. Adapun masa tugas anggota LPSK periode 2013-2018, yang diketuai Abdul Haris Semendawai, sudah berakhir awal Oktober lalu.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa saat mengumumkan keputusan seleksi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, mengatakan, Komisi III mencari pimpinan LPSK yang tidak hanya memahami tugas dan fungsi secara komprehensif, tetapi juga memiliki keberanian melakukan terobosan dan memaksimalkan tugas LPSK.
”Ada yang sangat paham tentang kelembagaan LPSK, tetapi kami ragukan keberaniannya. Ada yang terkesan berani, tetapi maju-mundur setelah ditanya lebih jauh,” kata Desmond.
Selama ini, menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, John Kennedy Aziz, LPSK belum mampu mengoptimalkan kewenangannya yang sudah diperkuat melalui revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban pada September 2014. Dalam implementasinya, kewenangan tersebut sering kali tidak dijalankan karena tumpang tindih dengan lembaga lain.
Salah satu yang mengemuka, kewenangan LPSK dalam melindungi saksi pelapor (whistleblower) dan saksi pelaku (justice collaborator), serta kewenangan pengelolaan rumah aman (safe house) untuk perlindungan saksi korupsi. Terkait saksi pelaku, undang-undang memberikan kewenangan bagi LPSK untuk memberikan surat rekomendasi langsung agar saksi pelaku mendapat perlindungan, termasuk keringanan hukuman.
Kurang dua unsur
Meskipun pada akhirnya memilih lengkap tujuh orang dari 14 calon, Komisi III DPR memberikan catatan terhadap proses seleksi.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan, undang-undang mengatur komposisi komisioner LPSK mewakili kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM, kejaksaan, akademisi, advokat, lembaga swadaya masyarakat, serta unsur profesional yang berpengalaman di bidang pemajuan, pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum, dan hak asasi manusia.
Namun, dari 14 calon yang diserahkan panitia seleksi kepada Komisi III, perwakilan kejaksaan dan Kemenkumham tidak ada.
Menurut Arsul, kurangnya dua unsur dalam komposisi anggota LPSK itu tidak akan berpengaruh banyak terhadap kinerja LPSK. ”Tujuh unsur tersebut adalah komposisi ideal, bukan keharusan harus dipenuhi secara lengkap,” ujarnya.