Hulu migas Indonesia dihadapkan pada problem penurunan produksi dan tiadanya penemuan cadangan migas skala besar. Pekerjaan rumah itu perlu melibatkan banyak pihak.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mendongkrak produksi serta menambah cadangan minyak dan gas bumi perlu melibatkan banyak pihak. Hal itu menjadi pekerjaan rumah, termasuk bagi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas yang dinilai tidak cukup leluasa menciptakan terobosan.
Pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, peran SKK Migas masih penting untuk memfasilitasi operasi hulu migas di Indonesia. Institusi tersebut harus dapat memastikan bahwa seluruh rangkaian operasi eksplorasi ataupun produksi dapat terlaksana dengan baik. Namun, ruang lingkup SKK Migas relatif terbatas.
”Terobosan yang dibutuhkan sebenarnya lebih banyak di level kebijakan. Misalnya, bagaimana meringkas banyak izin di lintas kementerian dan lembaga bisa dibuat sistem satu atap saja di SKK Migas,” kata Pri Agung, Selasa (4/12/2018), di Jakarta.
Pri Agung menambahkan, dengan model yang ada sekarang ini, kebijakan hukum (perizinan dan peraturan) bukan menjadi domain SKK Migas, tetapi ada di tingkat kementerian. Yang dalam wewenang SKK Migas adalah bagaimana operasi hulu migas dapat berjalan efisien. Wewenang itu, antara lain, terletak pada persetujuan rencana pengembangan (POD) atau penyusunan program kerja dan anggaran.
Hulu migas Indonesia tengah dihadapkan pada persoalan menantang, yaitu penurunan produksi dan tiadanya penemuan cadangan migas berskala besar. Target produksi siap jual (lifting) minyak tahun ini diperkirakan di bawah target APBN yang sebesar 800.000 barel per hari. Per 2 Desember lalu, lifting minyak tercatat 751.452 barel per hari.
Selain itu, usaha pencarian cadangan migas terkendala oleh keterbatasan dana. Sejak 2015, hanya delapan wilayah yang dilakukan survei seismik oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tahun ini, anggaran survei hanya Rp 96 miliar di dua lokasi dan tidak ada anggaran untuk survei pada 2019.
Pemanfaatan teknologi
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, eksplorasi menjadi kunci untuk penemuan cadangan migas baru di Indonesia. Faktor penting yang bisa menjawab tantangan di hulu migas Indonesia adalah penggunaan teknologi, tata kelola yang efisien dan transparan, serta sumber daya manusia yang unggul. Apabila ketiga hal itu dipenuhi, menurut dia, tidak tertutup kemungkinan upaya penemuan cadangan migas berskala besar dapat terwujud.
”Lapangan migas di Indonesia berusia tua, sudah puluhan tahun, sehingga produktivitasnya berkurang. Padahal, konsumsi migas dari tahun ke tahun terus naik. Mau tidak mau, aktivitas hulu migas kita harus dapat menemukan cadangan baru berskala raksasa,” ucap Arcandra.
Data dari SKK Migas menyebutkan, dari blok migas yang berproduksi di Indonesia saat ini, sekitar 45 persen berusia lebih dari 25 tahun. Sementara blok yang berusia 15 tahun sampai 25 tahun sekitar 34 persen dan sisanya sebesar 21 persen berusia kurang dari 15 tahun. Selain itu, sekitar 77 persen dari blok tersebut mengalami penurunan produksi.
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, penambahan cadangan migas di Indonesia bergantung pada investasi yang dikeluarkan. Menurut dia, semakin tinggi investasi yang dibelanjakan, peluang mendapatkan cadangan migas yang besar akan semakin tinggi pula. SKK Migas juga mesti menuntaskan sejumlah kontrak wilayah kerja migas yang bakal habis masa berlakunya sampai 2023.
Dwi Soetjipto dilantik sebagai Kepala SKK Migas oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada Senin (3/12) di Jakarta. Dwi menggantikan Amien Sunaryadi yang sudah habis masa jabatannya. Sebelumnya, Dwi adalah Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dari akhir 2014 sampai awal 2017.