JAKARTA, KOMPAS — Harga telur ayam ras terus naik tiga pekan terakhir. Selain kenaikan permintaan, kenaikan harga telur dipicu oleh kenaikan harga jagung pakan sejak pertengahan 2018.
Di DKI Jakarta, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis DKI Jakarta, harga telur ayam ras naik dari rata-rata Rp 22.500 per kilogram (kg) pada pertengahan November 2018 menjadi Rp 24.300 per kg awal pekan ini.
Harga acuan telur ayam, menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018, ditetapkan Rp 23.000 per kg di tingkat konsumen dan Rp 18.000-20.000 per kg di tingkat peternak. ”Saat ini, modal produksi telur ayam ras di tingkat peternak sudah mencapai Rp 21.000 per kg,” kata Presiden Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi saat dihubungi, Senin (3/12/2018).
Ongkos produksi itu, kata Musbar, disebabkan oleh harga jagung pakan yang tinggi. Kini, harga jagung sudah mencapai Rp 5.500-Rp 6.000 per kg di tingkat petani. Padahal, akhir tahun lalu harga jagung pakan berkisar Rp 4.200-Rp 4.500 per kg.
Musbar mengatakan, 80 persen biaya produksi telur ayam ditentukan oleh harga pakan. Peternak layer (ayam petelur) tertekan dengan harga jagung saat ini. Mereka membeli jagung dari petani dan meracik pakan sendiri dengan komposisi jagung 50 persen.
Di sisi suplai, ketersediaan telur ayam dinilai tidak sebanding dengan kenaikan permintaan menjelang akhir tahun. Musbar menyebutkan, produksi telur rata-rata 6.000 ton per hari karena afkir dini pada Oktober lalu. Padahal, produksi normal sekitar 7.600 ton per hari. Selain itu, kebutuhan telur ayam di akhir tahun mencapai 10 persen di atas angka produksi tersebut.
Afkir dini menjadi pilihan peternak layer karena tekanan biaya produksi, terutama di aspek pakan. ”Kalau jagung impor tidak datang pekan pertama Desember ini, afkir dini ayam petelur akan berlanjut,” kata Musbar.
Dipinjamkan
Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola menambahkan, saat ini petani jagung umumnya baru memasuki musim tanam. Sebelumnya, jagung sulit ditanam akibat hari kering lebih banyak. ”Jagung banyak membutuhkan air pada tiga minggu pertama tanam,” ujarnya.
Solusi taktis untuk mengatasi krisis jagung saat ini, kata Sola, adalah dengan mempercepat kedatangan jagung impor. Jagung impor itu diprioritaskan untuk peternak mandiri.
Berdasarkan dokumen lelang impor Perum Bulog, waktu kedatangan jagung di Indonesia ditargetkan paling lambat 20 Desember 2018. Jagung diimpor dari Brasil dan Argentina dengan kuota maksimal 100.000 ton.
Pada akhir November 2018, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Sugiono melalui siaran pers menyatakan, ada mekanisme pinjaman jagung dari perusahaan pakan besar ke peternak mandiri. Operatornya adalah Perum Bulog.
Jagung pinjaman itu dijual ke peternak mandiri Rp 4.000 per kg dan akan diganti dengan jagung impor. Terkait pinjaman itu, kata Musbar, peternak sudah mengajukan pembelian sejak pekan lalu. Namun, hingga kini jagung belum diterima.