Gerbang Pembayaran Nasional Diharapkan Permudah Pengguna Antarmoda Transportasi
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Keseriusan penerapan program Gerbang Pembayaran Nasional kini kian dinantikan. Saat ini masyarakat tengah dihadapkan pada banyaknya pilihan moda transportasi yang belum terintegrasi.
Sebelumnya, Bank Indonesia dan Kementerian Perhubungan sepakat mengembangkan sistem pembayaran elektronik transportasi pada September 2017. Program yang disebut GPN itu diharap memberikan kemudahan masyarakat bertransaksi dengan uang elektronik di berbagai moda transportasi.
Terkait hal itu, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Perhubungan mengadakan Forum Grup Discussion (FGD) bertema “Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dalam Meningkatkan Efisiensi Sektor Transportasi dan Efektivitas Penerapan Sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) di Jalan Tol”. Acara dilaksanakan di Hotel Borobudur, Jakarta pada Senin (3/12/2018).
Mantan Kepala Balitbang Perhubungan, Elly Adriani Sinaga, mengatakan, sistem integrasi melalui GPN ini amat dibutuhkan oleh masyarakat. Sebab, dalam waktu dekat akan ada moda transportasi baru seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rapid Transit (LRT).
“Paling tidak, harus ada interface yang menghubungkan sarana ini. Sehingga kartu elektronik mereka bisa dipakai di moda lain,” ujarnya.
Elly menyarankan, di dalam GPN nantinya bisa dibentuk lembaga-lembaga kecil. Misalnya lembaga yang bertugas melakukan pendistribusian uang dan lembaga pelayanan.
“Lembaga switching itu harus bisa mengumpulkan uang dari para operator. Sekaligus di saat bersamaan juga bisa mendistribusikannya,” ujarnya.
Konsolidasi
Kepala Balitbang Perhubungan, Sugihardjo, mengatakan, konsolidasi yang kuat antar penyedia jasa transportasi dalam hal ini amat diperlukan. Sebab, kendala saat ini karena setiap jenis layanan memiliki operator yang berbeda pula. Bahkan, ada juga satu layanan yang memiliki lebih dari satu operator.
Dengan adanya GPN, ada beberapa manfaat yang akan didapatkan. Misalnya, meningkatkan transparansi dan memudahkan pengelola dalam hal pendataan. Dengan sistem pembayaran elektronik, pengelola bisa mengukur produktivitas transportasi berbasis data.
“Di Jakarta misalnya, kita tidak tahu seperti apa produktivitas bus umum. Tapi berbeda dengan transjakarta yang sudah menggunakan pembayaran elektronik,” ungkapnya.
Menurut Sugihardjo, sekitar 60 persen penggunaan uang elektronik saat ini adalah untuk keperluan transportasi. Maka, dengan adanya GPN, sudah waktunya para pengguna jasa transportasi tidak memakai kartu pembayaran yang beragam dari bank atau penyedia jasa transportasi.
“Dengan sistem integrasi itu, kalau orang naik kereta, transjakarta, dan taxi pun bisa dengan kartu yang sudah dimiliki,” ujarnya.
Menentukan teknologi
PLT Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Zulkifli, mengatakan, harus ada konsensus bersama para pengelola dalam menentukan teknologi yang akan dipakai. Penggunaan teknologi yang tidak seragam akan membingungkan masyarakat.
“Itu semua berkaitan dengan pembayaran transportasi umum, jalan tol, atau Electronic Road Pricing (ERP). Itu masalah kita saat ini,” ungkapnya.
Direktur Rencana dan Pengembangan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Aan Sunandar, mengatakan, BPTJ telah mengintegrasikan setidaknya delapan pemerintah daerah (Pemda) saat ini. Antara lain adalah Kota Bekasi, Kota Bogor, Tangerang Selatan, dan lainnya.
“Selain itu ada dua provinsi selain DKI yang sudah diintegrasikan yakni Banten dan Jawa Barat,” tambah Aan. (FAJAR RAMADHAN)