Sejak 3 November 2018 terjadi 886 gempa di Mamasa. Diduga, gempa ini karena aktifnya struktur sesar Saddang, selain itu juga terpicu gempa Palu-Donggala.
JAKARTA, KOMPAS – Gempa beruntun seperti yang terjadi di lepas pantai Mayotte, Afrika enam bulan terakhir juga terjadi di Indonesia, yaitu di Mamasa, Sulawesi Barat. Sejak 3 November 2018 terjadi 886 gempa berkekuatan rata-rata 4 M di Mamasa, 268 di antaranya terasa. Jika gempa di Mayotte dipicu pergerakan magma, di Mamasa di pengaruhi aktivitas tektonik.
Fenomena gempa tak lazim di Mayotte terekam oleh berbagai sensor pendeteksi gempa dari berbagai negara, termasuk Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). "Aktivitas seismik di Mayotte yang terekam BMKG sejak 13 Mei 2018 hingga 30 November 2018 sebanyak 34 kejadian dengan magnitudo terbesar M 5,4 pada 15 Mei 2018," kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, di Jakarta, Minggu (2/12/2018).
Aktivitas swarm dengan jumlah yang jauh lebih banyak, dengan magnitudo lebih kecil, tercatat di stasiun seismik dekat Mayotte, seperti jaringan seismik Madagaskar dan Mozambik, Afrika Timur.
Berdasarkan tipe gempanya, aktivitas seismik di Mayotte dan Mamasa ini merupakan fenomena swarm. Swarm merupakan serangkaian gempa bermagnitudo relatif kecil dengan frekuensi kejadian sangat tinggi dan berlangsung dalam waktu relatif lama di wilayah sangat lokal. Swarm berbeda dengan mekanisme gempa biasa, yang biasanya terjadi yang berkekuatan besar kemudian diikuti gempa-gempa susulan yang mengecil.
Dari distribusi aktivitasnya, kata Daryono, gempa Mamasa ada kesesuaian dengan struktur sesar Saddang. Dalam Peta Geologi Sulawesi, jalur Sesar Saddang melintas dari pantai Mamuju, Sulawesi Barat memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian tengah, selanjutnya bersambung dengan sesar Walanae.
"Di wilayah Mamasa perlintasan jalur sesar Saddang ini berarah barat laut-tenggara. Di segmen inilah aktivitas gempa beruntun saat ini terjadi. Berdasarkan mekanismenya, Sesar Sadang di segmen ini merupakan sesar geser dengan arah pergeseran mengiri (sinistral strike-slip)," kata Daryono.
Dugaan penyebab
Ada dua dugaan mengenai penyebab meningkatnya aktivitas gempa di Mamasa. Pertama, struktur sesar Saddang memang diketahui aktif, tetapi sudah lama tidak memicu aktivitas gempa signifikan. Selain itu, ada dugaan meningkatnya aktivitas kegempaan di Mamasa terpicu aktivitas gempa kuat di Palu-Donggala.
"Sangat mungkin transfer stress statis yang positif dan besar mereaktivasi struktur sesar Sadang yang letaknya di selatan Sesar Palu Koro," kata Daryono. BMKG memantau aktivitas gempa di Mamasa dengan memasang portable digital seismograf.
Gempa swarm juga pernah terjadi di Klangon, Madiun pada Juni 2015 dan di Jailolo, Halmahera Barat pada November 2015 - Febuari 2016.
Berdasarkan Pasarelli dari German Research Centre for Geosciences, bersama Nova Heryandoko dari BMKG dan tim yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Earth Science (2018), gempa swarm di Jailolo disebabkan intrusi dike atau lembaran batuan di dalam bumi, yang mengalami rekahan memanjang dari utara dekat kota Jailolo ke selatan. Diduga intrusi ini terkait aktivitas magmatik yang menandai aktifnya gunung api di bawah Jailolo. Panjang rekahan ini diperkirakan 20 kilometer dengan kecepatan migrasi magma sekitar 10 kilometer per hari.
Masih dianalisis
Terkait gempa di Mayotte, sampai saat ini para peneliti di berbagai belahan dunia masih menganalisis penyebab gempa swarm di Mayotte ini. Berdasarkan laporan Pusat Survei Geologi Perancis atau BRGM, jumlah gempa yang terekam di sekitar Mayotte mencapai ratusan kali dan belum bisa diprediksi sampai kapan berakhir.
Daerah ini sebelumnya aktivitas kegempaannya relatif rendah. Gempa sebelumnya yang pernah terjadi di kawasan ini terjadi pada 1 Desember 1993, yaitu berkekuatan M 5,2 dan disebut merusak beberapa bangunan. Ini merupakan gempa paling kuat yang pernah terjadi di Kepulaun Comoran dalam 60 tahun terakhir.
Aktivitas swarm di Mayotte ini secara geologis dan tektonik di Cekungan Comoros, dimana di zona ini terdapat 4 pulau vulkanik seperti Grande Comore, Mohéli, Anjouan and Mayotte. Mayotte sendiri merupakan pulau vulkanik paling tua.
"Sebagai kawasan gunung api, wajar jika terjadi fenomena swarm yang diperkirakan akibat aktivitas magmatik. Kemungkinan terjadi migrasi magma di sekitar kawasan ini," kata Daryono.