Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kute, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, selain membenahi infrastruktur jalan dan sarana akomodasi, juga melengkapi kawasan dengan menyediakan area penampungan anjing liar untuk ‘dipingit’ biar tidak kelayapan di Pantai Kute yang berpasir putih sebesar merica itu. Penampungan anjing itu diberi nama Mandalika Dog Shelter (MDS).
Menurut drh Gde Sudiana, dari Lombok Animal Rescue yang juga Direktur MDS, saat ditemui tengah memburu anjing liar di Pantai Kute, Sabtu (1/12/2018), MDS didirikan Oktober 2018 karena banyaknya anjing liar di area KEK Mandalika dengan branding Destinasi Wisata Halal. “Kami mau pukul anjing yang berkeliaran, bule-bule protes karena dikira menyiksa hewan, dibiarkan ngeluyur justru mengganggu kenyamanan pengunjung,” ujar Sudiane.
Indonesia Tourism Development Coorporation/ITDC, Pengelola KEK Mandalika. agaknya dibikin pusing oleh anjing yang berkeliaran di obyek wisata itu, karena hewan ini membuang kotoran di pasir yang menimbulkan bau tidak sedap bagi wisatawan menikmati panorama alam sembari berswafoto, bahkan menjadi citra buruk KEK Mandalika sebagai destinasi wisata halal. Anjing selain merupakan Hewan Penular Rabies yang membahayakan bagi wisatawan.
Kian menjadi persoalan jika hewan itu tewas tertabrak pengendara mobil dan sepeda motor karena ditelantarkan di jalan. Walhasil ITDC berinisiatif mengkandangkan anjing liar itu, dengan cara memenuhi syarat dan ketentuan Kesejahteraan Hewan (Animal Walfare), ucap Sudiana. Perlakuan mengurangi ruang gerak anjing antara lain menyediakan kandang di HPL 47 seluas 7.500 meter persegi di dalam kawasan, agar mereka dapat mengekspresikan prilaku alaminya.
Lokasi penampungan dilengkapi kantor, klinik layanan kesehatan, mesin pengolah bahan pakan (pellet), selain obat-obatan dan vitamin. Untuk pakan anjing, hotel dan restoran di kawasan itu menyuplai makanan sisa kemudian diolah dengan mesin menjadi pakan. “Dalam seminggu-dua minggu perkembangan fisik anjing mulai berubah yang semula kurus menjadi gemuk, yang awalnya tidak bertenaga menjadi lebih lincah bermain,” ujar Oni, Perawat di MDS.
Ada 250 ekor anjing yang dikandangkan di shelter itu, berupa anjing dewasa maupun puppies (anakan anjing). Suara gonggongannya menyambut kedatangan pengunjung, lalu merapat menaikkan kaki depan ke terali pagar pembatas kandang, yang diatur sedemikian rupa agar anjing tidak kabur.
Semula desain kandang hanya diberi pagar terali setinggi sekitar dua meter, membuat anjing bisa memanjat pagar. Sedikitnya, ada 40 ekor melarikan diri dengan cara memanjat pagar, tutur Oni. Berdasarkan pengalaman itu, ujung bagian atas pagar terali dibuat menjorok ke dalam kandang sebagai penghalang anjing-anjing itu ngacir keluar kandang.
MDS diperkuat dua dokter hewan dan 12 petugas: perawat dan Volunteer/pemburu anjing yang kelayapan di obyek wisata seluas 1.035 ha. Tenaga dokter diupah Rp 5 juta sebulan, sedang pegawai mendapat Rp 1,5 juta sebulan. Sebelum menjadi penghuni kandang seumur-hidupnya, anjing itu disuntik dengan vaksin, diberi vitamin, obat cacing. Anjing jantan dikastrasi, sedang anjing betina disteril guna mengendalikan populasinya. Anjing yang dikandangkan hasil buruan petugas dan inisiatif para bule yang menemukan anjing anakan di jalan untuk dipelihara di MDS.
Dari total anjing di kandang itu, enam puppies usia kurang tiga bulan, diadopsi warga Jerman, dan masing-masing seekor diadopsi warga Belanda dan Hongaria. Karena populasi anjing liar lebih dari 700 ekor, MDS serupa akan dibangun di Tanjung Aan yang juga masuk, kawasan KEK Mandalika. ITDC menghentikan subsidi Februari 2019, kemudian MDS mandiri Maret 2019. Untuk itu MDS akan dilengkapi restoran, artshop yang menjual merchandize dan oleh-oleh. Pemasukan dari restoran dan penjualan oleh-oleh untuk biaya opersional MDS. (KHAERUL ANWAR)