JAKARTA, KOMPAS — Gabriel Aries dikenal sebagai seorang seniman yang bergelut dengan material batu selama lebih dari satu dekade. Pada 2018, eksplorasinya terhadap material lain muncul dalam pameran tunggalnya, Sela Sawala.
CGartspace — Rumah Miring milik Christiana Gouw di Jakarta Selatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan pameran solo Gabriel Aries atau Jibril, panggilan akrabnya. Lima karya barunya melengkapi sembilan koleksi sebelumnya yang telah dipamerkan dalam proyek Kontras Materi pada awal tahun.
”Kontras Materi menjadi langkah awal saya masuk dalam Sela Sewala. Tentunya dalam hal menciptakan harmonisasi material batu dengan resin dan akrilik,” ujar Jibril pada Sabtu (1/12/2018).
Sela Sawala berlangsung pada 26 November hingga 9 Desember 2018. Salah satu karyanya berjudul ”Pijak” paling mencuri perhatian lantaran diletakkan di tengah ruangan. ”Pijak” adalah sebuah karya trimatra berbentuk anak tangga dengan bahan material batu dan resin. Komposisi keduanya mendekati 50 : 50.
Dua karya lainnya, ”Tumpu” dan ”Padu”, mirip seperti sebuah tiang bangunan pada rumah joglo. Karya ”Tumpu” berbentuk seperti tiang dengan bahan batu pada fondasinya. Adapun bahan resin menjadi bahan konstruksi tiang yang memanjang dari bawah ke atas sekitar 2 meter.
”Padu” memiliki bentuk yang hampir sama, tetapi berdimensi lebih kecil dan memanjang dari atas ke bawah. Material batu pada ”Padu” merekatkannya pada langit-langit ruangan. Batu, resin, dan akrilik menjadi bahan material.
Dua lagi karya lainnya ialah ”Lawang” dan ”Pati". ”Lawang” dalam bahasa Jawa adalah pintu. Karya berdimensi 56 cm x 115 cm x 75 cm ini berbentuk kepingan dari sudut pintu rumah. Adapun ”Pati” menggambarkan perlengkapan rumah tangga, seperti guci.
Menurut Jibril, batu sebagai bahan konvensional dengan resin dan akrilik sebagai bahan industri adalah dua unsur yang berbeda karakter. Batu cenderung keras dan intimidatif, sedangkan resin cenderung cair dan akomodatif.
”Kombinasi keduanya membentuk sebuah solusi, yaitu negosiasi,” ungkap Jibril.
Kelima karya Jibril erat kaitannya dengan rumah. Hal itu karena sering kali konflik antarmanusia dimulai dari rumah. Menurut Jibril, rumah juga menjadi gerbang utama manusia masuk dalam ranah sosial. Bekal harmonisasi menjadi penting bagi manusia agar tidak mudah terprovokasi.
Sesuai dengan frasa ”Sela Sawala”, Jibril berusaha mengingatkan bahwa selalu ada solusi dalam konflik, yaitu bernegosiasi. Sela memiliki arti ’celah’, sedangkan sewala berarti ’pertentangan’.
”Karya-karya Jibril ini menggambarkan bahwa ada celah dalam setiap pertentangan,” kata Gumilar Ganjar selaku kurator Sela Sawala.
Beberapa elemen arsitektur Jawa yang menginspirasi karya-karya Jibril merupakan pengaruh dari alam bawah sadarnya. Sebab, Jibril memiliki latar belakang etnisitas Jawa. Menurut Ganjar, memori tersebut cenderung melekat pada Jibril saat mulai memahat.
”Hal itu tidak disadari sebetulnya. Dia sering kali mendapatkan ide ketika sudah melihat batu, bukan sebaliknya,” tambahnya.
Kurator Galeri Nasional Indonesia, Asikin Hasan, mengatakan, gagasan yang sering ditampilkan Jibril melampaui kepurbaan dari material batu yang ia tekuni. Termasuk eksplorasi yang ia lakukan saat ini.
”Dia masih tetap punya posisinya sendiri di tengah melimpahnya medium dan material yang biasa digunakan seniman lain,” ujarnya. (FAJAR RAMADHAN)