PEKANBARU, KOMPAS — Status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan Riau tahun 2018 secara resmi berakhir pada Jumat (30/11/2018). Pada saat sama, Pemerintah Provinsi Riau menetapkan status siaga darurat banjir dan longsor mulai 30 November sampai 31 Desember 2018.
”Alhamdulillah selama tiga tahun berturut Riau mampu mencegah bencana asap. Hari ini status siaga darurat karhutla dicabut, tetapi kita tetap bersiaga terhadap kemungkinan bencana banjir dan longsor seiring masuknya musim hujan,” kata Asisten I Pemprov Riau Ahmadsyah Harofie dalam rapat koordinasi di kantor Gubernur Riau di Pekanbaru, Jumat.
Kepala Stasiun Meteorologi Pekanbaru Sukisno mengungkapkan, Riau sudah melalui puncak musim kemarau pada Juli sampai Agustus 2018. Masa dua bulan itu merupakan masa kritis kebakaran hutan dan lahan. Namun, Riau dapat mengantisipasi dan mencegahnya.
”Bulan September adalah masa transisi dari musim panas ke musim hujan dan Oktober sebagian besar wilayah Riau sudah masuk pada musim hujan. Musim hujan masih akan berlangsung sampai Januari 2019. Artinya, sepanjang 2018, Riau terbebas dari bencana asap,” kata Sukisno.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau Edwar Sanger mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras mewujudkan Riau terbebas bencana asap sepanjang 2018. Ucapan terima kasih itu terutama ditujukan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan komponen TNI/Polri.
”Kami sendiri tidak akan mampu mengantisipasi dan mencegah bencana asap tanpa bantuan BNPB dan TNI/Polri. Semoga di tahun-tahun mendatang, kerja sama yang baik semakin lebih baik lagi pada 2019,” kata Edwar.
Edwar mengungkapkan, penanggulangan bencana kebakaran lahan dan hutan pada 2018 lebih berat dibandingkan dua tahun sebelumnya. Kebakaran lahan tahun lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Penanggulangan bencana kebakaran lahan dan hutan pada 2018 lebih berat dibandingkan dua tahun sebelumnya.
Pada 2018, kata Edwar, luas lahan terbakar mencapai 5.776 hektar. Tahun 2016 luas lahan terbakar mencapai 2.348 hektar dan 2017 seluas 1.368 hektar.
Kabupaten Rokan Hilir menjadi daerah paling rawan. Luas kebakaran di daerah yang beribu kota Bagan Siapi-api itu hampir mencapai 2.000 hektar. Disusul Kabupaten Meranti seluas 1.000 hektar. Adapun Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hulu, Dumai, dan Indragiri Hilir masing-masing mencapai 500 hektar.
Kebakaran di Kabupaten Meranti di Kecamatan Tebing Tinggi Timur pada Februari 2018 bahkan sempat mengundang pertanyaan besar. Masalahnya, lahan yang terbakar berada pada wilayah konsesi Badan Restorasi Gambut yang diprogramkan sebagai lokasi percontohan penanggulangan bahaya kebakaran di lahan gambut Riau.
Belum dilimpahkan
Data penegakan hukum kasus yang ditangani oleh Polda Riau sejak Januari sampai November 2018 mencapai 29 kasus dengan tersangka 35 orang. Namun, belum ada kasus yang dilimpahkan ke pengadilan. Proses hukum para tersangka masih pada penyidikan tahap II. Artinya, belum ada kasus yang dinyatakan lengkap oleh pihak kejaksaan.
Tentang penegakan hukum Polda Riau terkait kasus kebakaran lahan, organisasi pemerhati lingkungan, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), mengkritik kinerja Kepala Polda Riau Inspektur Jenderal Widodo Eko Prihastopo yang dianggap lemah. Widodo dianggap tidak melakukan pengembangan hukum dan evaluasi kasus sesuai janjinya saat dilantik menjadi Kapolda 100 hari lalu.
Widodo dianggap tidak melakukan pengembangan hukum dan evaluasi kasus sesuai janjinya saat dilantik menjadi Kapolda 100 hari lalu.
”Kami tidak melihat Kapolda Widodo melakukan evaluasi terhadap lambannya penegakan hukum tindak pidanan lingkungan hidup, khususnya yang melibatkan korporasi. Bahkan, kasus yang sudah ditetapkan tersangka tak kunjung dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Okto Yugo Setyo, Wakil Koordinator Jikalahari.
Okto mencontohkan, Kapolda Riau sebelumnya telah menetapkan beberapa korporasi sebagai tersangka. Misalnya, pada September 2016 Kapolda Supriyanto menetapkan PT Sontang Sawit Permai sebagai tersangka dan melakukan penyelidikan terhadap PT Andika Permata Sawit Lestari terkait tindak pidana perkebunan dan kehutanan. Pada Juli 2017, Kapolda Zulkarnain menetapkan PT Hutahaean sebagai tersangka pelaku perambahan hutan.
”Tidak ada kelanjutan terhadap korporasi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Widodo juga tidak melakukan evaluasi terhadap SP3 15 korporasi pembakar hutan dan lahan tahun 2015. Padahal, evaluasi penyidik Polri pada Oktober 2016 menemukan 6 dari 15 korporasi layak dilanjutkan penyidikannya. Temuan yang sudah jelas pun tidak ditindaklanjuti,” kata Okto.