Dari terong balado hingga bakso solo, dari pempek sampai walang goreng. Demikian Beng Rahadian menawarkan petualangan rasa di balik sajian-sajian kuliner kertasnya. Ya, yang ditawarkan Beng bukan makanan siap saji, melainkan ilustrasi aneka masakan dengan efek sama..., bikin ngiler!
Sejak dua tahun terakhir, Beng yang terbiasa bergelut dengan dunia komik dan kartun mulai membuat karya-karya cat air. Ia pun memilih tema-tema lukisan yang jarang diambil orang, yaitu kuliner.
Melukis masakan menjadi cara Beng menyimpan memorinya dalam bertualang dengan cita rasa kuliner yang pernah disantapnya. Jika orang umumnya sibuk memotret makanan dengan telepon pintar, ia memilih cara lebih konvensional, yakni menggambarnya.
”Dengan menggambar, ada proses pengamatan. Dengan mereka ulang, ia menelusuri kembali rasa dan tekstur masakan, menerjemahkan sensasi yang diterima indera pengecapnya ke dalam bentuk yang kemudian diapresiasi indera penglihatan. Dengan melihat ilustrasinya, seperti ada rasa ingin makan,” kata Yulian Ardhi, kurator pameran ilustrasi Cerita Makan #Nusantara yang memamerkan 51 karya ilustrasi Beng di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (28/11/2018) malam. Pameran ilustrasi itu berlangsung pada
28 November-6 Desember 2018.
Makanan sebagai ekosistem
Membahas seputar makanan mengasyikkan karena tersimpan kenangan dan ekosistem teramat besar. ”Makanan mengandung ekosistem besar, mulai dari bagaimana bahan bakunya diproduksi, didapatkan, diolah, hingga disajikan. Pak William Wongso (ahli kuliner) mengatakan, makanan bukan sekadar urusan chef (koki), tetapi urusan semua orang,” kata Beng.
Dalam pameran ilustrasi tunggalnya, Beng menggandeng maestro puisi Sapardi Djoko Damono untuk membuka pameran sekaligus menyumbang beberapa puisi bertemakan kuliner. Dengan penuh kegembiraan, saat pembukaan pameran, Sapardi pun langsung menyumbang tiga puisi yang dibawakan oleh Sha Ine Febriyanti dan Ibrahim Sutomo.
Ine mendaraskan puisi berjudul ”Sajak Nasi Goreng Ikan Asin”, sedangkan Ibrahim membawakan puisi berjudul ”Sajak Tinutuan” dan ”Sajak Sambal Matah”.
Bagi Sapardi, permintaan Beng untuk membuka pameran ilustrasi kuliner adalah tantangan, terutama untuk membuat puisi dengan tema makanan. Segeralah ia menyelesaikan puisi pertama berjudul ”Sajak Tinutuan” yang mengupas cita rasa kenikmatan bubur Manado.
"Saya langsung menulis empat puisi dan masih pengen menulis lagi puisi-puisi tentang makanan. Ini pameran yang unik dan aneh. Ini tantangan baru, saya akan membuat buku puisi makanan dengan gambar-gambar ilustrasi Beng Rahadian," ucap Sapardi.
Saya langsung menulis empat puisi dan masih pengen menulis lagi puisi-puisi tentang makanan. Ini pameran yang unik dan aneh.
...Di atas meja tampak sepanci bubur: semrawut tampangnya. Ini makanan apa, sih? Tinutuan, Pak. Lho, aku kan minta dibuatkan bubur Manado. Lha ya ini, Pak...demikian awal Sajak Tinutuan karya Sapardi yang ringan tapi jenaka.
Dengan ilustrasinya, Beng tidak sekadar menyuguhkan lukisan, tetapi juga menyajikan narasi kehidupan. "Di dalamnya tercurah kenangan, sensasi rasa, dan emosi," kata Direktur Program Bentara Budaya Frans Sartono.