Mahkamah Agung Korsel Perintahkan Perusahaan Jepang Bayar Kompensasi
Oleh
Kris Mada
·2 menit baca
SEOUL, KAMIS — Mahkamah Agung Korea Selatan memerintahkan Mitsubishi Heavy Industries Ltd, perusahaan besar asal Jepang, membayar ganti rugi kepada 28 warga Korsel. Pembayaran itu merupakan kompensasi atas kerja paksa terhadap 28 orang tersebut selama Perang Dunia II.
Keputusan pada Kamis (29/11/2018) itu menguatkan keputusan pada 2013. Dalam keputusan 2013, Mitsubishi diperintahkan membayar ganti rugi kepada 23 orang dengan nilai masing-masing 80 juta won (sekitar 71.000 dollar AS atau Rp 1 miliar). Selain itu, pengadilan pun memerintahkan Mitsubishi membayar masing-masing 150 juta won (sekitar Rp 1,9 miliar) kepada lima orang yang juga menggugat Mitsubishi atas dugaan kerja paksa selama PD II.
Dalam pernyataan resminya, Mitsubishi menyebut keputusan itu disesali. Mitsubishi akan berkonsultasi dengan Pemerintah Jepang untuk menentukan langkah selanjutnya.
Ia mendesak Seoul membuat kebijakan yang memastikan keadilan bagi aktivitas perusahaan Jepang. Jika tidak, Tokyo siap mengambil langkah tertentu, seperti membawa kasus itu ke mahkamah internasional.
Kementerian Luar Negeri Korsel menyatakan menghormati keputusan pengadilan. Seoul akan membuat keputusan untuk menyembuhkan luka korban sembari tetap menjaga hubungan dengan Tokyo.
Isu kesepakatan 1965
Kasus kerja paksa selama PD II juga telah diadukan sebelumnya oleh lima mantan pekerja Korsel ke Jepang. Namun, kasus itu kalah di pengadilan Jepang. Pengadilan Jepang beralasan, hak mereka untuk repatriasi sudah diakhiri dengan kesepakatan tahun 1965 yang menormalisasi hubungan antara Seoul dan Tokyo.
Namun, Mahkamah Agung Korsel mengukuhkan keputusan bulan lalu bahwa pendudukan Jepang atas Semenanjung Korea adalah sesuatu yang ilegal. ”Perjanjian itu tidak mencakup hak para korban kerja paksa untuk mendapat kompensasi bagi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan perusahaan Jepang yang terkait langsung dengan pendudukan ilegal di Semenanjung Korea oleh Jepang,” demikian pernyataan MA Korsel.
Salah satu korban, Kim Seong-ju (90), menyatakan, dikirim ke Jepang pada usia 15 tahun. Ia mendapat rekomendasi dari orang Jepang yang menjadi gurunya. ”Saya diberi tahu bisa masuk SMP dan SMA bahkan lebih tinggi. Ternyata, saya malah bekerja di pabrik,” ujarnya setelah keputusan keluar.
Jepang menduduki Semenanjung Korea pada 1910-1945. Masa pendudukan itu menjadi batu sandungan hubungan Seoul-Tokyo. Isu lain adalah soal para perempuan Korea yang dipaksa menjadi pemuas nafsu para prajurit Jepang selama PD II.
Di sisi lain, Jepang-Korsel bekerja sama puluhan tahun untuk menghadapi Korea Utara. Seoul-Tokyo sama-sama cemas oleh nuklir Pyongyang.(REUTERS)