JAKARTA, KOMPAS--Kondisi perekonomian global pada 2019 yang masih diliputi ketidakpastian dinilai sebagai situasi yang menantang. Berbagai celah dan peluang akan dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan bisnis perusahaan.
Bahkan, pimpinan perusahaan meyakini pertumbuhan bisnis tahun depan bisa lebih baik dari tahun ini. Optimisme ini antara lain ditopang langkah perusahaan untuk berinovasi agar tidak tertinggal dalam revolusi industri 4.0 atau industri yang banyak diwarnai teknologi informasi dan digital.
”Untuk berinovasi, kita perlu berkolaborasi. Ada bagian tertentu, seperti proses produksi, yang kita dapat lakukan sendiri. Tetapi ada bagian lain, seperti proses promosi dan pemasaran, yang hasilnya akan lebih optimal jika kita melakukan kolaborasi,” kata CEO PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk Hardianto Atmadja di sela-sela Kompas100 CEO Forum di Balai Sidang Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Acara itu digelar Harian Kompas dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Hardianto meyakini, industri makanan dan minuman pada 2019 tumbuh lebih tinggi dari 2018. Pertumbuhan kinerja itu antara lain akibat peningkatan daya beli masyarakat dan agenda Pemilu.
Langkah Garudafood berinovasi, lanjut Hardianto, karena industri makanan dan minuman tidak cukup dijalankan dengan cara konvensional. Perusahaan makanan juga mesti memberikan nilai tambah pada setiap produk yang dijual kepada konsumen.
”Kalau konsumen tidak melihat ada nilai tambah, maka produk itu akan ditinggalkan,” katanya.
Adapun di industri farmasi, tantangan masih akan dihadapi karena sekitar 90 persen bahan bakunya diimpor. Selain itu, pengembangannya memerlukan waktu lama, karena teknologinya terus berkembang.
Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk Honesti Basyir memperkirakan, industri farmasi akan tumbuh 3-5 persen secara tahunan pada 2018. Adapun tahun 2019, pertumbuhannya diharapkan bisa lebih dari 5 persen, kendati diperkirakan tidak akan mencapai dua angka.
Terkait upaya mengembangkan industri farmasi, Honesti menyebutkan, kemitraan strategis di sektor hulu dan hilir dengan perusahaan lokal atau asing dapat menjadi pilihan. Sebab, kemitraan strategis membuat perusahaan dengan kompetensi yang berbeda akan bergabung, sehingga membuat industri farmasi lebih baik.
”Industri farmasi memiliki ruang untuk tumbuh lebih besar,” katanya.
Dalam strategi Indonesia memasuki revolusi industri ke-4, Kementerian Perindustrian menetapkan lima sektor yang diprioritaskan pengembangannya. Kelima sektor itu adalah makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di acara Kompas100 CEO Forum memaparkan, perdagangan elektronik merupakan salah satu kesempatan baru bagi industri.
Sementara, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Tumiyana optimistis, proyeksi pertumbuhan bisnis Wika sebesar 50 persen pada 2019 akan tercapai. Meskipun, angka itu lebih rendah dibandingkan dengan 2018 yang tumbuh 70 persen secara tahunan.
Menurut Tumiyana, Wika menyediakan rata-rata Rp 30 triliun per tahun sebagai dana investasi agar memperoleh nilai tambah dalam menyongsong era revolusi industri yang baru. Langkah itu berdasarkan pertimbangan, tantangan yang akan dihadapi perusahaan konstruksi pada tahun depan adalah revolusi industri ke-4. Sebab, transformasi digital perusahaan konstruksi masih lebih lambat dibandingkan dengan industri sektor jasa, seperti perbankan dan asuransi.
Perang dagang
Dalam paparannya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyinggung soal perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Hingga kini, kondisi itu belum ada titik temunya.
Akan tetapi, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir justru melihat kondisi tersebut sebagai potensi kepindahan pabrik atau industri ke negara-negara di luar China dan AS, yakni ke Indonesia. ”Kami ingin menggaet lebih banyak industri dari situasi tersebut. Kami akan menyiapkan energi yang mumpuni, baik secara kualitas, harga, dan jumlah, bagi pertumbuhan industri-industri tersebut,” katanya.
Sementara, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan, seluruh badan usaha mesti sejalan dengan arahan pemerintah pada 2019. "Kami optimistis menghadapi segala situasi yang dapat terjadi pada 2019,” ujarnya. (DIM/LSA/JUD/KRN/INA/NTA)