JAKARTA, KOMPAS — Makanan tidak sekadar untuk kebutuhan hidup. Makanan bagian dari kebudayaan yang menyangkut kehidupan banyak orang. Oleh sebab itu, ia harus dihormati dan dirayakan.
Hal itu dikatakan ilustrator sekaligus kartunis Beng Rahadian dalam malam pembukaan pameran bertajuk ”Cerita Makan Nusantara”, Rabu (28/11/2018) malam, di Bentara Budaya Jakarta. Beng memamerkan 51 karya ilustrasi makanan yang dibuat dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Pameran dimulai 29 November hingga 6 Desember 2018.
Makanan, kata Beng, merupakan bagian dari kebudayaan. Makanan selalu erat kaitannya dengan hidup banyak orang. ”Kalau sekadar makan, kita lupa melihat sisi lain dari makanan,” ucapnya.
Sisi lain dari makanan itu dinarasikan pada setiap karya yang dia buat, misalnya, pada karya berjudul ”Rebusan”. Gambar yang di dalamnya terdapat kacang, ubi, dan pisang rebus itu mengingatkan kita pada kebijakan Presiden Joko Widodo empat tahun lalu tentang sajian makanan tradisional di setiap pertemuan instansi pemerintah.
”Makanan merupakan ekosistem yang melibatkan banyak hal, mulai dari politik, ekonomi, dan lain-lain,” lanjutnya.
Bagi Beng, menggambar makanan bertujuan untuk menolak lupa atas perjumpaannya dengan berbagai jenis makanan Nusantara. Makanan itu direkam sejak kecil sewaktu tinggal di Cirebon, kuliah di Yogyakarta, hingga bekerja di Jakarta.
”Ketika menggambar, ada memori yang kembali dipanggil, mengingat kembali kapan aku memakannya, situasinya bagaimana, dan itu menjadi cerita tersendiri,” kata penulis buku komik Selamat Pagi Urbaz (2002) ini.
Dari 51 karya, gambar ”Cumi Pekalongan” paling berkesan buat Beng. Makanan ini sering dihidangkan almarhum ibunya sewaktu dirinya kecil di Cirebon. Untuk menggambar makanan ini, dia harus meminjam buku Cita Rasa Indonesia dari sejawatnya di Institut Kesenian Jakarta.
”Pameran ini adalah pencapaian terbesar bagi saya selama menjadi ilustrator. Ini sekaligus upaya untuk menghormati dan merayakan makanan,” lanjut Beng.
Untuk merayakan makanan tersebut, tiga puisi besutan penyair sepuh Sapardi Djoko Damono tentang makanan ikut dibubuhkan di samping karyanya. Ketiga puisi itu berjudul ”Sajak Tinutuan”, ”Sajak Nasi Goreng Ikan Asin”, dan ”Sajak Sambal Matah”. Ketiga puisi ini dibawakan dengan elok oleh penyair Ibrahim Soetomo dan Sha Ine Febriyanti.
Sapardi Djoko Damono yang bertugas membuka pameran mengatakan tertantang menulis puisi tentang makanan. Meski baru pertama kali, ia tidak mengalami kesulitan berarti dalam menulis puisi itu. ”Wong saya jagonya menulis puisi,” selorohnya.
Kurator pameran Yulian Ardhi menyebutkan, pameran ini merupakan upaya untuk memperkenalkan ragam kuliner Nusantara. Sebagai kurator, belum semua makanan di karya Beng yang dikenalnya.
”Docang, misalnya, sebelumnya saya tidak tahu ihwal makanan ini. Ternyata asalnya dari Cirebon,” kata Yulian.
Sejumlah gambar makanan lain yang dipamerkan antara lain terong balado, gurame acar kuning, nasi uduk gondangdia, hingga pie susu: makanan yang banyak ditemui di Bali.
Salah seorang pengunjung, Hana Kireyna (20), tertegun cukup lama sembari tersenyum di depan gambar pie susu. Ini membuatnya terkenang pada peristiwa bulan lalu. Kala itu, saudaranya pergi ke Bali dan mengirimkan untuknya makanan itu. ”Melihat ini, aku jadi lapar,” katanya. (INSAN ALFAJRI)