Keramba Jaring Apung Lestari untuk Solusi Ketahanan Pangan
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Warga membudidayakan ikan dengan keramba di tepi Danau Tondano, Kecamatan Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu (17/12/2014). Potensi budidaya ikan air tawar yang di Indonesia hingga saat ini mencapai 154.000 hektar meliputi sungai, danau, dan waduk.
JAKARTA, KOMPAS — Tren budidaya ikan dan hasil perikanan lain terus berkembang pesat seiring dengan peningkatan permintaan pangan secara global. Pengembangan teknologi keramba jaring apung yang berkelanjutan dapat menjadi solusi bagi ketahanan pangan bangsa.
Mengutip Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), kelaparan global terus meningkat. Jumlah penduduk kurang gizi meningkat dari 821 juta orang pada 2017 menjadi sekitar 804 juta orang pada 2018.
Kebutuhan pangan penduduk Indonesia juga ikut meningkat. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, konsumsi ikan akan segera mencapai 40 kilogram (kg) per kapita per tahun. Sementara pemerintah menargetkan konsumsi ikan mencapai 50 kg per kapita per tahun di masa depan.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Bangkai ikan masih mengotori kawasan Danau Maninjau, tepatnya di Jorong Ambacang, Kanagarian Koto Malintang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis (1/9/2016). Sejak Jumat (26/8/2016) hingga Rabu (30/8/2016) terjadi kematian ikan nila dan ikan mas secara massal di Danau Maninjau dengan total sekitar 600 ton. Kematian ikan dinilai akan sulit dihentikan jika tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk menanggulangi pencemaran ekosistem yang saat ini terjadi di Danau Maninjau. Salah satunya adalah dengan mengurangi jumlah keramba jaring apung dari saat ini 17.000 petak menjadi 6.000 petak yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung danau.
Peneliti Pusat Riset Perikanan KKP, Krismono, dalam konferensi pers di sela-sela Aquatica Asia & Indoaqua 2018 di Jakarta, Rabu (28/11/2018), mengatakan, keramba jaring apung (KJA) yang berkelanjutan justru penting untuk dikembangkan di perairan umum Indonesia.
Berdasarkan kajian yang dilakukan KKP, kontribusi pencemaran akibat KJA terhadap perairan hanya sekitar 10 persen. Ini mematahkan stigma bahwa KJA merupakan kegiatan budidaya yang paling tidak ramah lingkungan. Sumber pencemaran utama perairan yang ditemukan berasal dari limbah industri dan domestik.
”Pengembangan KJA yang berkelanjutan harus diimbangi dengan perhitungan kemampuan daya dukung perairan,” kata Krismono. Contoh KJA yang menerapkan prinsip keberlanjutan adalah melalui penebaran ikan di perairan umum dengan jenis ikan yang dapat memakan fitoplankton dan tumbuhan air.
Dekan Fakultas Perikanan Universitas Padjadjaran Yudi Nurul Ihsan mengatakan, KJA di sejumlah wilayah diketahui telah dapat mengolah sisa pakan ikan yang terbuang ke air sebagai pupuk tanaman. ”Wilayah KJA juga harus steril dari permukiman untuk mencegah pencemaran air yang berasal dari limbah domestik,” ucapnya.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana konferensi pers di sela-sela Aquatica Asia & Indoaqua 2018 di Jakarta, Rabu (28/11/2018). Pertemuan membahas keramba jaring apung yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia.
Pengembangan KJA, tuturnya, memerlukan koordinasi dari semua sektor, yakni pengelola wilayah perairan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat. Potensi KJA sebagai sumber pangan sangat besar, bahkan sebagai kawasan pariwisata.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP menyebutkan, jumlah produksi ikan masih didominasi perikanan air tawar sebesar 69 persen, air payau sebesar 30 persen, dan air laut sebesar 1 persen pada 2015. Produk yang paling sering dibudidayakan adalah ikan, udang, dan rumput laut.
Pada 2016, produksi perikanan budidaya mencapai 13,2 juta ton atau naik 6,9 persen daripada tahun sebelumnya. Adapun produksi pada 2015 mencapai 11,5 juta ton. Jenis ikan tawar yang sering dibudidayakan adalah ikan lele, mas, nila, dan patin.
Revolusi industri
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto secara terpisah mengatakan, revolusi industri 4.0 membuat kegiatan budidaya ikan semakin mudah untuk dilakukan dan dipasarkan.
”Kami mendorong para pembudidaya masuk ke dalam pasar e-dagang,” kata Slamet. Dengan adanya platform e-dagang, pelaku usaha dapat menjual hasil perikanan langsung kepada konsumen tanpa perantara dengan harga yang bersaing dan transaksi yang lebih mudah.
Selain itu, teknologi digital juga membantu para pembudidaya lebih mudah dalam berusaha. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teknologi untuk memberi makan ikan secara otomatis.