Tenaga Ahli Jadi ”Kunci” Hadapi Industri 4.0
JAKARTA, KOMPAS — Kurangnya ketersediaan sumber daya manusia yang tepat dalam perusahaan saat ini cenderung dikhawatirkan para investor. Padahal, maju dan tidaknya perusahaan amat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten semakin mendesak guna menghadapi industri 4.0.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam Kompas100 CEO Forum Ke-9 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (27/11/2018), mengatakan, dibutuhkan skill atau kemampuan spesifik di era revolusi industri 4.0. Sebab, ada hal-hal yang saat ini sudah bisa dilakukan dengan mesin dan robot.
Salah satu kemampuan yang dibutuhkan saat ini adalah kemampuan analisis data. Namun, tenaga kerja yang memiliki kemampuan tersebut masih sedikit jumlahnya di Indonesia.
Airlangga menyebutkan, guna memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah mengajak investor untuk membuka akademi-akademi yang mampu melahirkan tenaga kerja dengan kemampuan analisis yang baik. Hal tersebut diharapkan mampu melahirkan tenaga kerja yang mengisi jenis pekerjaan dengan kemampuan yang dibutuhkan saat ini.
Meski ada pekerjaan yang sudah dapat digantikan oleh robot dan mesin, hal itu tidak serta-merta menggantikan semua jenis pekerjaan. Airlangga mencontohkan, sektor garmen masih sangat bergantung pada tenaga manusia.
”Di era revolusi industri 4.0, ada internet of things. Machine to machine learning diaktifkan, tetapi tidak semua pekerjaan lama tergantikan oleh mesin,” ucap Airlangga.
Ia mengatakan, selalu ada kesempatan di era baru seperti saat ini. Kemampuan robot bisa menggantikan kerja manusia, tetapi setiap ada robot pasti ada manusia yang mengoperasikan. Di situ peluang-peluang baru bagi tenaga kerja dan angkatan kerja di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang 2017, tercatat 9.822 tenaga kerja mengalami PHK, terbanyak dari industri manufaktur dan dasar kimia (5.107 orang) serta perdagangan, jasa, dan investasi (1.082 orang) (Kompas, 24/11/2018).
Presiden Joko Widodo yang hadir sebagai pembicara kunci pada forum tersebut juga menyinggung mengenai revolusi industri 4.0. Ia mengatakan, banyak keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Untuk itu, tenaga kerja perlu dibekali dengan kemampuan baru agar pekerja naik kelas. Selain oleh pemerintah, hal itu juga perlu dilakukan oleh perusahaan dan lembaga negara.
”Melatih tenaga kerja jadi strategi penting. Efeknya, tenaga kerja akan memberi dedikasi penuh,” katanya.
Selain itu, pemimpin perusahaan juga perlu memandang segala sesuatu secara terbuka. Sebab, era digital sangat berkait erat dengan keterbukaan. Akibatnya, perubahan begitu cepat terjadi sehingga memunculkan hal-hal tidak terduga dalam dunia bisnis, ekonomi, politik, dan budaya.
Pemimpin perusahaan juga perlu memandang segala sesuatu secara terbuka. Sebab, era digital sangat berkait erat dengan keterbukaan.
Presiden menuturkan, untuk menghadapi itu semua, para pemimpin di setiap sektor harus mampu menghadapi ketidakterdugaan. Kemampuan untuk bereaksi cepat guna mengambil keputusan yang cepat dan tepat dibutuhkan oleh pemimpin.
Presiden menambahkan, permasalahan dan perubahan itu perlu juga dihadapi dengan semangat kolaborasi yang baik.
Pembenahan SDM
Co-Founder and Managing Partner of Northstar Group Glenn Sugita mengatakan, sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki perusahaan amat memengaruhi minat investasi. Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam Kompas100 CEO Forum 2018.
”Beberapa investasi kami batalkan karena tidak adanya SDM yang tepat di sebuah perusahaan,” ucapnya.
Glenn menyebutkan, beberapa perusahaan bahkan ada yang mengalami kemerosotan karena tidak tepat melakukan pembinaan SDM. Namun, sebaliknya, perusahaan bisa menjadi bagus karena manajemen SDM yang tepat.
”Go-Jek, misalnya, pada 2015 mengakuisisi empat perusahaan IT di India. Itu karena tidak tersedianya SDM yang diperlukan Go-Jek,” ujarnya.
Menurut Glenn, dari 124 juta pekerja di Indonesia, hanya ada sekitar 15 juta orang yang minimal memiliki ijazah diploma. Secara persentase, angkanya tak lebih dari sekitar 12 persen. ”Sebagai perbandingan, di negara yang tergabung dalam OECD (Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) rata-rata adalah 36,9 persen,” lanjutnya.
Merujuk pada hasil studi yang dilakukan OECD tahun 2015, Glenn menyatakan, kualitas pendidikan anak-anak di Indonesia masih di bawah rata-rata dunia. Indonesia menempati peringkat ke-62 dan 63 pada tes bidang Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika dari 70 peserta.
Kualitas pendidikan anak-anak di Indonesia masih di bawah rata-rata dunia. Indonesia menempati peringkat ke-62 dan 63 pada tes bidang Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika dari 70 peserta.
”Singapura berada di peringkat pertama, sedangkan Vietnam masuk di 10 besar,” katanya.
Glenn menyebutkan, setidaknya ada empat hal yang memengaruhi kualitas SDM tersebut. Pertama adalah kurangnya vitamin dan protein bagi anak sehingga kualitas otak menjadi terganggu.
”Saya kira pemerintah telah melakukan banyak hal. Masalahnya, apakah itu tepat sasaran atau tidak,” ujarnya.
Kedua, pola pikir orangtua perihal pendidikan. Glenn melihat, saat ini pendidikan belum menjadi prioritas bagi banyak orangtua di Indonesia.
Glenn memandang kurangnya infrastruktur sekolah dan jumlah guru menjadi permasalahan selanjutnya. Terakhir, ia menilai cara pengajaran di sekolah masih cenderung top down. Dengan metode tersebut, siswa menjadi tidak kreatif.
”Asal kita bisa dan jago menghafal, kita akan mendapat nilai yang bagus. Ia juga bisa lulus dengan predikat siswa yang pintar,” kata Glenn.
Kembangkan potensi
Glenn menyebutkan, ada tiga cara untuk mengembangkan potensi generasi muda, yaitu memanfaatkan dana abadi, bermusik, dan olahraga. Dana abadi berasal dari sumbangan orangtua murid dan individu lain yang diinvestasikan untuk pengembangan sekolah agar memiliki pengajar yang berkompeten serta fasilitas yang memadai agar murid-murid dapat menyalurkan minat dan bakat.
Kemudian, bermusik mampu meningkatkan kinerja dua sisi otak sehingga berpengaruh bagi aktivitas belajar anak. Selain itu, musik juga menjadi penyaluran emosi dan aktivitas yang menyenangkan bagi segala usia, sedangkan olahraga berguna untuk melatih daya saing dan sportivitas. Selain menyehatkan, olahraga juga melatih kedisiplinan dan manajemen waktu dalam beraktivitas.
”Pengembangan ketiga hal itu belum maksimal di Indonesia. Ada anggapan bahwa dana abadi belum dibutuhkan untuk pengembangan sekolah. Di sisi lain, ketersediaan fasilitas bermusik kurang memadai dan pembinaan sejak usia dini di bidang olahraga belum berjalan dengan baik,” ujar Glenn. (SUCIPTO/FAJAR RAMDHAN/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)