Ekonomi Inklusif dan Kesiapan SDM, Kunci Ketahanan Ekonomi
JAKARTA, KOMPAS -- Perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang masih terus berlangsung, membuat pertumbuhan ekonomi global terancam menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah konkret untuk menjaga ketahanan perekonomian negara. Kementerian Keuangan yakin kunci ketahanan ekonomi dilakukan dengan penerapan ekonomi inklusif dan pelatihan sumber daya manusia.
Dinamika perekonomian global yang menurun berdampak adanya tekanan pada perekonomian Indonesia. Pasalnya, penurunan ini berpotensi membuat nilai tukar rupiah melemah, dana keluar dari pasar keuangan, dan defisit current account.
Untuk menghindari terpuruknya perekonomian negara, pada pertemuan tahunan Kompas100 CEO Forum yang kesembilan, Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia Mardiasmo mengatakan perlu adanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pertumbuhan ekonomi ini merupakan kondisi dimana masyarakat memiliki kesempatan yang lebih terbuka dan luas untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan, terutama bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi.
Dalam ekonomi inklusif, keberhasilan pembangunan harus dirasakan ke seluruh lapisan masyarakat. Keberhasilan yang dimaksud tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang saja, tetapi juga peningkatan yang riil dalam kehidupan masyarakat.
"Kalau kita ingin membangun Indonesia dari yang paling kaya sampai yang paling miskin, kita harus menggunakan konsep economic inclusiveness," kata Mardiasmo di hadapan para Chief Executive Officer dan Menteri Perindustrian serta Menteri Ketenagakerjaan.
Sifat utama dari ekonomi inklusif yaitu adil, partisipatif, tumbuh, berkelanjutan, dan stabil. Adil dan partisipatif berlaku bagi semua kalangan masyarakat. Sementara sifat tumbuh membuat perekonomian dapat menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakatnya sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Jika kesejahteraan secara ekonomi dan sosial telah diperoleh, maka keberhasilan itu harus dinikmati secara berkelanjutan, tidak pada masa itu saja.
Pendidikan vokasi
Selain ekonomi inklusif, Mardiasmo juga mengatakan dibutuhkan penguatan sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan teknologi untuk menghadapi persaingan dan tantangan global. SDM yang telah ada saat ini, harus memperkuat keahlian, membuka wawasan, dan menanamkan nilai juga etikanya agar dapat bertahan menghadapi tekanan hingga memenangkan persaingan global.
Kesiapan SDM tidak hanya bagi pemula, tetapi juga bagi pemain lama bahkan yang telah menjadi pemimpin. Dibutuhkan transformasi, terutama untuk tanggap terhadap teknologi. Dengan perubahan ini, perekonomian terutama dalam persaingan industri dapat dioptimalkan.
Hal ini juga ditegaskan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo saat membuka acara yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat ini. Ia mengatakan dibutuhkan pendidikan vokasi dan pelatihan bagi SDM untuk melek terhadap teknologi agar dapat bersaing. Dibutuhkan banyak agen transformasi agar bisa mencapai kemampuan mengikuti perkembangan teknologi saat ini, terutama untuk menghadapi perkembangan industri 4.0.
"Kita juga harus sadar, mulai tahun 2019 secara besar-besaran merubah mindset dari hanya menjadi konsumtif ke produktif," kata Presiden.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, untuk memiliki daya saing SDM harus memperhatikan kualitas, kuantitas, dan persebaran. menurutnya tiga hal tersebut menjadi penting karena kualitas pendidikan di Indonesia kebanyakan hanya lulusan Sekolah Dasar dan Sekolah Menegah Pertama.
"Struktur ketenagakerjaan di Indonesia cukup menantang karena angkatan kerja total sekitar 131 juta dengan 58 persen lulusan SD SMP," kata Hanif.
Sedangkan secara kuantitas, sistem pendidikan vokasi, SMK masih menyumbang angka pengangguran tertinggi. Berdasarkan data BPS Agustus 2018, tingkat pengangguran SMK yaitu 11,24 Persen. Hanif mengatakan, ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan dengan meningkatkan kualitas mutu guru dan sarana prasarana.
Terkait konteks persebaran, menurut Hanif, meski pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pelatihan-pelatihan kerja kejuruan, peran pemerintah tetap diperlukan dan juga harus mengalokasikan dana APBD untuk menambah jumlah pelatihan.
Hal tersebut didasari atas terbatasnya akses, mutu, dan kapasitas pelatihan vokasi. Dari keseluruhan kementerian dan lembaga kapasitasnya hanya 275 ribu orang. Dan untuk dunia usaha ada tranning center tapi kapasitasnya kecil yaitu hanya 39.000 per tahun.
Oleh karena itu, pelibatan masif industri, dunia usaha, dan investasi SDM sangat diperlukan salah satunya dengan program pemagangan. Selain itu, ada kebijakan sosial untuk ciptakan long life learning (pembelajaran jangka panjang) dan long life employability (kelayakan kerja)
Hanif menegaskan, pendidikan vokasi harus digenjot karena merupakan terobosan dan cara untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas dari SDM. . Seperti di Balai Latihan kerja di Semarang dan Bekasi dengan meningkatkan keterampilan memberikan ruang untuk anak muda masuk dunia kerja.
"Perkerjaan sekarang banyak mengalami perubahan dengan cepat. Vokasi menjadi jembatan karena bisa lebih pendek, Namun pandangan orang tentang sekolah vokasi dianggap pendidikan kelas dua. Nah, kita perlu mengedukasi dan menunjukan bahwa vokasi memiliki kualitas," katanya.
Menurut Hanif, dengan pendidikan vokasi, Indonesia akan mempunyai potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi bangsa jika tenaga kerja Indonesia memiliki kemampuan berbahasa, komputer, dan keterampilan. Oleh karena itu, pendidikan dasar sembilan tahun harus tuntas dan diperkuat dengan pendidikan karakter.
Revolusi industri 4.0 dan 5.0 tidak bisa dihindari, perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat perlu disikapi dengan serius oleh lembaga, industri, dan SDM.
"Perkembangan zaman akan mengubah struktur pekerjaan, skill juga akan berubah. Oleh karena itu kami memiliki kebijakan triple skill. Jadi buat mereka yang tidak mempunyai skill akan ditingkatkan skill agar kemampuan mereka meningkat. Bagi mereka yang sudah memiliki skill akan kita kasih juga resklling sehingga menambah dan semakin meningkatkan skill," katanya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia memiliki potensi daya saing dalam pembangunan industri dalam hal SDM.
Berdasarkan data United Nations Statistics Division, Indonesia menempati peringkat keempat dari limabelas negara yang kontribusi industri manufaktur terhadap PDB di atas 10 persen. Korea Selatan menjadi negara dengan PDB terbesar yaitu 23 persen, disusul China 27 persen, dan Jerman 23 persen, dan Indonesia 22 persen. Tingginya persentase Indonesia tentu peluang besar untuk kegiatan industri karena memiliki pengalaman.
Di negara Asia, Indonesia masuk empat besar manufacturing value added setelah China, Jepang, dan India. Posisi ini menjadi salah satu nilai tambah agar industri luar melirik Indonesia sebagai daerah tujuan berbisnis.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia mendorong untuk tidak hanya membangun Jawa sentral, tetapi Indonesia sentral dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Contohnya Sei Mangkei yang terintegrasi dengan pembangunan pelabuhan di Inalun, Sumatera Utara yang mendorong tumbuhnya industri hilir.
Selain itu, daerah lain yang akan menjadi KEK adalah Tanjung Api-api, Tanjung Kelayang, Tanjug Lesung, Mandalika, Maloy Batuta Trans Kalimantan, Palu, Bitung, Morotai, Sorong, Arun Lhokseumawe, dan Galang Batang. (AGUIDO ADRI/SITA NURAZMI MAKHRUFAH)