Perbaikan 44 Bangunan Cagar Budaya Diusulkan Tahun 2019
JAKARTA, KOMPAS - Sebanyak 44 bangunan cagar budaya (BCB) tidak terawat segera diusulkan untuk diperbaiki.
Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Norviadi S Husodo, Senin (26/11/2018), mengatakan, usulan anggaran perbaikan untuk pelaksanaan pada 2019 itu dilakukan jika BCB dimaksud merupakan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Jika BCB tersebut milik pribadi atau swasta, maka pihaknya akan memberikan surat imbauan kepada pemilik atau pengelola. Hal yang sama akan dilakukan jika ternyata BCB tersebut dikelola PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait.
Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan UPK Kota Tua Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta hingga Juli 2017, selain terdapat 44 BCB dalam kondisi tidak terawat, ada 94 BCB dalam kondisi terawat.
Adapun total keseluruhan BCB berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475/1993 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan Bersejarah di DKI Jakarta sebagai BCB, diketahui terdapat 84 BCB di area dalam tembok kota dan 54 BCB di area luar tembok kota.
Sementara berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 36/2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua, diketahui area pengendalian kawasan tersebut terbagi menjadi 134 hektar dalam tembok kota dan 200 hektar di luar tembok kota.
Bersolek
Sejak empat tahun terakhir, Kota Tua mulai bersolek membenahi gedung-gedung tua. Di Kota Tua, gedung milik pemerintah hanya 2 persen. Sisanya, 50 persen dimiliki swasta dan 48 persen milik BUMN.
Joko Widodo yang menjabat Gubernur DKI Jakarta kala itu kemudian membuat konsorsium yang terdiri atas sembilan perusahaan swasta. Perusahaan itu diminta mengembangkan bisnis di Kota Tua dengan memanfaatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Konsorsium lalu menyewa gedung milik pribadi dan BUMN untuk direvitalisasi.
Selanjutnya skema pembiayaan public private partnership dipilih karena DKI tidak bisa mengucurkan dana APBD untuk merevitalisasi gedung non-pemerintah. Hal itu karena sebagian besar gedung tua di Jakarta belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB). Jika sudah ditetapkan menjadi BCB, pemerintah bisa mengucurkan dana melalui hibah pemerintah.
Tahun 2018 ini, Konsorsium Kota Tua Jakarta mengklaim, dari 17 gedung yang disewa dari BUMN, beberapa sudah direvitalisasi. Hanya dua gedung yang belum selesai direvitalisasi, yaitu gedung Inkopad dan bekas toko buku pertama di Batavia, G Kolff & Co. Gedung yang telah direvitalisasi adalah Kantor Pos, Apotek Chung Hwa, Gedung Olveh (Jiwasraya), eks Galeri Jeans, Rotterdam Loyd, PT Kertha Niaga, dan PT Tjipta Niaga.
Kantor Pos tetap dijadikan kantor surat-menyurat dan ekspedisi paket. Salah satu gerai makanan cepat saji asal Amerika juga tertarik menyewa di tempat tersebut. Bekas apotek Chung Hwa saat ini menjadi kedai teh Pantjoran Tea House. Gedung Kertha Niaga kini menjadi hostel budget untuk para backpacker, kedai kopi, dan jamu.
Managing Director Konsorsium Kota Tua Jakarta Eddy Sambuaga, seperti dikutip dalam Kompas 17 Juli 2018, menambahkan, para investor yang tergabung di dalam konsorsium berharap selesainya revitalisasi gedung lama menularkan semangat dan contoh bagi pemangku kepentingan lain di wilayah itu. Kawasan Kota Tua diharap bernyawa lagi.
Eddy menyarankan, DKI dan pemangku kebijakan memperjelas arah revitalisasi dan peruntukan kawasan Kota Tua. Menjadi magnet wisata adalah impian Eddy atas Kota Tua.
Adapun Susilowati, pemilik Galangan Kapal VOC, di Jalan Tongkol, Penjaringan, Jakarta Utara, berharap ada kompensasi bagi pemilik bangunan di Kota Tua. ”Kami dituntut ini-itu untuk mempertahankan kondisi gedung cagar budaya yang kami miliki, tetapi ganjarannya tak seimbang. Tak ada keringanan PBB (pajak bumi bangunan), pajak restoran, atau pajak tempat hiburan lain. Tak ada bantuan DKI untuk membiayai listrik dan air, tak ada keringanan pembiayaan,” ujar Susilowati, Sabtu (14/7/2018).
Karena luas bangunan miliknya, setiap bulan Susilowati harus menyisihkan Rp 25 juta untuk membayar perawatan gedung, termasuk untuk listrik. Padahal, pemasukan dari menyewakan beberapa ruang dan membuka restoran tak menutup pengeluaran dan pajak.