JAKARTA, KOMPAS — Pencurian dengan menggunakan kedok sebagai penegak hukum terjadi lagi. Kali ini, pelaku berinisial AF alias Andika alias Ompong (23) mengaku sebagai anggota Badan Narkotika Nasional saat mencuri taksi daring.
Dalam jumpa pers, Senin (26/11/2018), Kepala Polsek Kebayoran Lama Komisaris Sujanto mengatakan, pencurian Daihatsu Sigra milik Ricky (36) tergolong pencurian biasa. Namun, modus AF yang mengaku sebagai anggota kepolisian unit narkoba dalam aksinya pada 16 Oktober lalu dinilainya menarik dan perlu disebarluaskan kepada masyarakat.
”Kasus ini sebenarnya kasus biasa, tetapi pelaku mengatasnamakan korps kami (kepolisian) sebagai modusnya. Ini menjadi menarik untuk kami rilis. Kemungkinan ada korban-korban lainnya,” kata Sujanto.
Saat ditanyai langsung oleh Sujanto, AF yang berdiri menghadap tembok selama jumpa pers mengaku baru pertama kali menggunakan modus berkedok anggota kepolisian.
Dalam kasus pencurian mobil ini, tersangka memesan taksi daring dari depan Polres Jakarta Timur dengan tujuan Citraland, Jakarta Barat. Lokasi jemput dipilih untuk meyakinkan korbannya bahwa ia seorang anggota kepolisian.
”Tersangka mengatakan kepada korban bahwa ia memesan taksi daring untuk menangkap seorang bandar narkoba,” kata Sujanto.
Sesampainya di Citraland, AF meminta sopir taksi daring itu berpindah ke daerah Cengkareng, Jakarta Barat. Kemudian, dengan alasan bandar narkoba targetnya sudah berpindah tempat, tersangka meminta korban menuju Pasar Batu Putih, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dalam perjalanan tersebut, aplikasi taksi daring tidak lagi digunakan karena AF telah menawarkan Rp 500.000 untuk ongkos jalan.
Sesampainya di Pasar Batu Putih, AF meminta Ricky turun untuk melihat pedagang ayam yang disebutnya menjadi target pengejaran. ”Sesudah korban turun dan berjalan sekitar 100 meter untuk mengamati pedagang ayam yang dimaksud, mobil dibawa pergi,” kata Sujanto.
Polisi gadungan dengan tato di kedua lengannya ini akhirnya diringkus tim Reskrim Polsek Kebayoran Lama di daerah Cipondoh, Tangerang, Banten, 12 November lalu. Daihatsu Sigra yang dicurinya telah dijual kepada M alias Tengeng (31) yang juga telah ditangkap di Citeureup, Kabupaten Bogor.
Polisi mengamankan mobil curian, STNK mobil, dua ponsel, sebuah tas kecil, dan pakaian AF sebagai barang bukti. Atas perbuatannya, pencuri mobil terjerat Pasal 362 KUHP dengan ancaman lima tahun penjara, sedangkan penadah dikenai Pasal 480 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.
Berulang
Kejahatan dengan modus berkedok anggota kepolisian telah terjadi sebelumnya. Pada Oktober 2018, DS (21) ditangkap Polres Kota Tangerang setelah meminta Rp 250 juta dengan iming-iming akan membantu anak korban bergabung ke kepolisian (Kompas, 19 Oktober 2018).
Felik dan Riki kehilangan dompet dan ponsel mereka setelah menjadi korban penodongan oleh polisi gadungan dengan alasan razia narkoba, 3 September 2018 (Kompas, 4 September 2018). Pada Agustus 2018, Tim Vipers Polres Tangerang Selatan menangkap empat tersangka anggota komplotan perampok yang mengaku satuan reserse narkoba (Kompas, 8 Agustus 2018).
Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan, menggunakan identitas aparat negara, seperti kepolisian, sangat efektif untuk melakukan penipuan karena masyarakat masih sangat menghargai profesi tersebut.
Masyarakat cenderung menganggap anggota kepolisian menyandang nilai-nilai kebenaran. Fungsi kepolisian sebagai instrumen keamanan negara yang mengizinkannya menggunakan kekerasan juga efektif untuk membuat masyarakat takut.
”Oknum yang berhasil membaca kecenderungan ini dapat menggunakannya untuk melakukan opportunity crime atau kejahatan dadakan. Jadi, saat ditodong, orang tidak tahu apakah mereka bisa percaya atau tidak kepada pelaku yang mengaku anggota kepolisian. Kejahatan ini biasanya cepat ketahuan sehingga seorang pelaku hanya dapat mengelabui satu atau dua korban,” kata Adrianus.
Pengetahuan masyarakat tentang anggota kepolisian yang tidak harus mengenakan seragam memperlebar peluang menggunakan modus ini. Ciri-ciri khas polisi, seperti rambut cepak dan membawa senjata api, semakin memudahkan pelaku menggertak korban.
”Solusinya, setiap anggota kepolisian harus membawa lencananya ketika bertugas. Saat melakukan tindakan, dia bisa menunjukkan lencananya, sedangkan orang yang ditindak dapat meminta polisi untuk menunjukkan lencananya,” papar Adrianus. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)