BLANGKEJEREN, KOMPAS — Pemerintah akan membangun Saman Center di Gayo Lues, Aceh, untuk pengembangan kebudayaan saman yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 24 November 2011. Saman Center akan menjadi pusat studi, literasi, dan pelestarian tari saman.
Kepala Museum Nasional Siswanto di Blangkejeren, Sabtu (24/11/2018), menuturkan, selain membangun Saman Center, diwacanakan juga pada setiap tanggal 24 November diselenggarakan pergelaran tari saman massal mengundang perwakilan negara-negara untuk memperingati penetapan UNESCO itu.
Siswanto hadir di Blangkejeren dalam rangkaian penutupan Gayo Alas Mountain International Festival (Gamifest) di Stadion Seribu Bukit, Blangkejeren, Gayo Lues. Sebanyak 330 penari saman bale asam dan 330 penari bines menutup rangkaian acara Sabtu. Ribuan warga antusias menyaksikan tarian khas Gayo yang dibawakan dengan indah oleh para penari itu.
Tari saman bale asam adalah tari yang dimainkan secara beramai-ramai dalam kelompok oleh penari pria. Setiap kelompok diberi kebebasan untuk memperagakan gerakan saman. Ini juga menunjukkan tari saman bisa ditampilkan dengan aneka gerakan. Artinya, dalam saman juga terdapat perbedaan, tetapi tetap saling menghargai.
Saman hanya dimainkan oleh laki-laki sebab gerakannya kuat dan bertenaga. ”Dalam gerakan saman terdapat gerakan menepuk dada sehingga tidak cocok dimainkan oleh perempuan,” kata pemerhati budaya Gayo Lues, Mardiansyah.
Sementara perempuan menarikan tari bines mengelilingi penari saman. Tari bines ditarikan dengan gerakan yang lembut dengan berdiri dan duduk memadukan gerakan tangan dan kaki.
Festival yang diselenggarakan sebagai upaya mendorong pengembangan Dataran Tinggi Gayo Alas yang meliputi Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Aceh Tenggara sebagai kawasan wisata itu berlangsung sejak September hingga November. Pembukaan Gamifest dilakukan di Aceh Tengah dan penutupan di Gayo Lues.
Rangkaian kegiatan Gamifest berupa penampilan kesenian, seminar kebudayaan, wisata berbasis alam, wisata kuliner, hingga perlombaan. Gamifest diselenggarakan sebagai upaya promosi daerah dan mendorong pembangunan.
Terkait dengan penampilan saman bale asam kemarin, Mardiansyah mengatakan, saman bale asam biasanya dimainkan pada acara bejamu saman atau menyambut tamu yang akan diikat menjadi saudara. Orang Gayo Lues menyebutnya serinen atau saudara angkat. ”Serinen posisinya sangat terhormat dan dimuliakan. Serinen yang diikat dengan bejamu saman sangat kuat,” kata Mardiansyah.
Dalam bejamu saman, setiap kelompok menampilkan saman dengan gerakan berbeda. Inilah disebut saman bale asam. Artinya, dalam saman juga terdapat perbedaan, tetapi tetap saling menghargai. ”Saman ini falsafah hidup orang Gayo. Saman yang sebenarnya adalah bejamu saman. Kalau yang tampil di panggung itu saman untuk hiburan,” ujar Mardiansyah.
Syakirorrazi, seorang pengunjung dari Banda Aceh, mengatakan, dirinya suka menyaksikan tari saman karena perpaduan gerakan yang cepat dan serentak.
Usulan KSN
Bupati Gayo Lues Muhammad Amru dalam penutupan itu mengatakan perlunya kebijakan khusus membangun Dataran Tinggi Gayo Alas. Sebab, Gayo Alas memiliki potensi yang khas, seperti kekayaan budaya, hutan, kopi, dan sejarah.
Seusai pelaksanaan Gamifest, empat kabupaten dibantu oleh lintas kementerian dan lembaga, lanjut Amru, menyusun rencana pembangunan Gayo Alas jangka panjang. Pihaknya mengusulkan penetapan Gayo Alas sebagai kawasan strategis nasional (KSN) yang disebut KSN Datiga (Dataran Tinggi Gayo Alas).
Amru menuturkan, jika sudah ditetapkan sebagai KSN, dukungan anggaran dari APBN lebih kuat untuk membangun Gayo Alas. Yang sangat dibutuhkan, kata Amru, adalah perluasan Bandar Udara Senubung agar bisa mendaratkan pesawat jenis ATR. Saat ini, penerbangan ke dan dari Gayo Lues dilayani pesawat perintis kapasitas 12 penumpang sekali penerbangan.
Asisten Deputi Warisan Budaya Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Pamuji Lestari mengatakan, Gayo Alas sangat layak dijadikan KSN. Sebab, Gayo Alas memiliki potensi yang sangat khas seperti tari saman (Gayo Lues), Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh Tenggara dan Gayo Lues), kopi arabika (Aceh Tengah dan Bener Meriah), Danau Laut Tawar (Aceh Tengah), dan radio perjuangan kemerdekaan Rimba Raya (Bener Meriah). Untuk menjadi KSN sangat layak, kata Pamuji, potensi itu menjadi modal besar guna membangun Gayo Alas.
Apalagi, lanjut Pamuji, UNESCO telah menetapkan Saman sebagai warisan dunia tak benda dan Taman Nasional Gunung Leuser sebagai cagar biosfer internasional.
Sejauh ini, ada pula wacana pembentukan badan pengelolaan Cagar Biosfer Leuser untuk menjadikan hutan tropis dunia itu sebagai pusat riset konservasi internasional dan ekowisata. Selain itu, juga ada wacana pembentukan fakultas kopi di perguruan tinggi di Aceh Tengah.