Kesunyian Megah Beethoven
Garis hidup Ludwig van Beethoven berada antara kemegahan dan kesunyian. Dalam dunianya yang senyap akibat kehilangan pendengaran, ia melahirkan sejumlah komposisi musik klasik nan agung.
Udara pagi di area Heiligenstadt, bagian utara kota Vienna, pada awal musim gugur lalu terasa sejuk. Semilir angin mengiringi langkah kaki menyusuri jalan berbatu hingga tiba di depan bangunan berwarna coklat muda yang dikenal sebagai Museum Beethoven.
Kehidupan Ludwig van Beethoven, komposer musik klasik besar, terekam di museum itu. Di puncak karier sebagai pianis dan komposer, pria kelahiran Bonn, Jerman, 16 Desember 1770, ini terkena gangguan pendengaran. Ia pun digayuti kesepian karena tak menemukan belahan jiwa.
Hal itu membuatnya sempat menepi dari keriuhan panggung musik klasik di ibu kota Austria itu, tempat ia tinggal selama 35 tahun sampai tutup usia. Jejak masa Beethoven mencari kesembuhan, juga karya-karyanya, bisa dinikmati lewat koleksi Museum Beethoven di Probusgasse 6, Heiligenstadt.
Bangunan itu didirikan pada pertengahan abad ke-15. Setelah beberapa kali renovasi, tahun 1732 bangunan tersebut menjadi pabrik dan toko roti sekaligus tempat tinggal sang pembuat roti. Pada 1850, para seniman merawat memori Beethoven terkait rumah itu dalam lukisan, potongan kayu, dan potret.
Dulu, bangunan itu adalah apartemen yang dihuni Beethoven seluas 40 meter persegi, lalu diperluas menjadi 265 meter persegi dan difungsikan sebagai museum pada November 2017. Bangunan dengan 14 ruang pameran dan dua area taman itu mengungkap kesaksian Beethoven yang menyentuh.
Di situ, pada 1802, ia menulis ”Heiligenstadter Testament”, surat yang ditujukan kepada saudara lelakinya tapi tak pernah dikirim, berisi keputusasaan atas gangguan pendengarannya. Heiligenstadt pada awal abad ke-19 adalah desa sentra produksi anggur dengan pemandian dari mata air kaya mineral.
Pada saat yang sama, Beethoven bekerja di Probusgasse dan menghasilkan beberapa karya paling penting. Beberapa karya itu, antara lain, ”Piano Sonata Op 31, No 2” (”The Tempest”), ”Prometheus-Variations”, ”Op 35”, dan sketsa pertama untuk ”Simponi Ketiga” (”Eroica”).
Koleksi
Berbagai barang peninggalan Beethoven mulai dari dokumen, surat, sketsa komposisinya, hingga piano, bisa disaksikan di sini. Museum itu membawa kita memasuki masa Beethoven, mulai dari kepindahannya dari Bonn ke Vienna, kehidupannya selama di Heiligenstadt, hingga karya-karyanya.
Pagi itu, sejumlah wisatawan mengunjungi museum tersebut dengan tiket masuk 7 euro (setara Rp 125.000). Toshiko, turis dari Jepang, misalnya, menyimak komposisi Beethoven dari kotak musik sambil memakai mesin penerjemah bahasa. ”Saya suka musik klasik,” tuturnya.
Begitu memasuki museum, pandangan mata langsung tertuju pada kotak musik berbahan kayu. Saat alat pemutar digerakkan dengan tangan, komposisi karya Beethoven mengalun, antara lain ”Piano Sonata No 17 dalam D Minor”, ”op 31 no 2” (”Tempest”).
Beethoven pindah dari Bonn ke Vienna untuk mengembangkan karier musik pada usia 22 tahun. Di dinding museum itu ada lukisan suasana Bonn dan Vienna. Di tengah ruangan ada koper berisi dokumen dan komposisi yang dibawa dalam perjalanan itu.
Ada juga surat dari patronnya, Count Ferdinand Ernst von Waldstein, saat Beethoven meninggalkan Bonn, 1792, berisi harapan agar ia mengikuti gaya bermusik sang genius musik Wolfgang Amadeus Mozart. Pengunjung bisa memencet tuts piano untuk menikmati komposisi
Beethoven.
Masalah
Di pintu sebuah ruangan tertulis rejuvenasi. Di situ disebutkan, terlalu banyak bekerja, kecemasan pada kehidupannya, dan kegagalan dalam percintaan, memperburuk kondisi kesehatannya di usia 31 tahun pada 1801.
Dokter juga menganjurkan ia menghindari kebisingan kota. Hal itu menjadi dasar keputusan Beethoven pindah ke Heiligenstadt yang kini menjadi bagian Vienna Dobling District, 23 April 1802. Kawasan itu dulu merupakan area perkebunan anggur dan sumber air panas, berada di kaki Pegunungan Kahlenberg dan Leopoldsberg, 5 kilometer arah utara pusat kota Vienna. Di perdesaan itu, akhir abad ke-18, terdapat rumah spa bagi publik dan penginapan dengan 28 bak mandi.
Di ruangan lain, patung Beethoven berdiri di dalam koper dari abad ke-18. Itu menggambarkan, komposer ini kerap bepergian dari pusat kota ke perdesaan dengan hanya membawa baju dan buku.
Sejumlah lukisan potret Beethoven berjalan menyusuri jalan setapak di perdesaan dan bersantai di hutan dipajang pula. Berada di alam jadi penghiburan dalam keputusasaan atas gangguan pendengarannya. Ia terakhir tampil di depan publik sebagai pianis pada 1814.
Pengunjung pun dibawa pada pengalaman Beethoven mengalami gangguan pendengaran lewat audio dan alat bantu dengar yang dipamerkan. Gangguan pendengarannya memburuk hingga ia sama sekali kehilangan pendengaran pada 1818 dan hanya bisa berkomunikasi lewat tulisan.
Hasil analisis toksikologi oleh Prof Christian Reiter dari University of Vienna dan Prof Thomas Prohaska dari Vienna’s University of Natural Resources and Life Science pada sampel rambut Beethoven pun dipajang. Selain infeksi paru, ia juga terkena penyakit hati hingga tutup usia pada 1827.
Barang-barang pribadi dan karya Beethoven juga dipamerkan. Selain buku sketsa, tulisan tangan, dan surat-surat pribadi, termasuk ”Heiligenstadter Testament”, ada pula topeng wajah Beethoven saat meninggal dunia.
Tak ketinggalan, ada tumpukan kertas bekas coretan Beethoven saat membuat sketsa. Sebagai komposer, ia termasuk disiplin. Di pagi hari, ia menghabiskan waktu membuat komposisi. Sore hari ia mengumpulkan inspirasi sambil berjalan keliling desa.
Sebagai komposer, ia termasuk disiplin.
Pengunjung juga bisa melihat piano yang didesain khusus untuk Beethoven yang mengalami gangguan pendengaran. Alat musik itu diberi tambahan perangkat di bagian tengah piano agar suara tuts yang dimainkan bisa lebih keras didengar sang komposer.
Tetap berkarya
Masa muram Beethoven akibat masalah pendengaran berakhir pada 1817 dengan lahirnya ”Sonata Piano dalam A Mayor Op 101”. Menurut ahli sejarah musik, Rhoderick J McNell, dalam bukunya, meski kariernya sebagai pianis virtuoso telah habis akibat tuli, ia terus menghasilkan komposisi penting.
Sebagai komposer, kehilangan pendengaran bukan bencana luar biasa bagi Beethoven. Dalam otaknya, ia bisa mendengar musik, bahkan yang paling kompleks. Melalui partitur musik, ia dapat menotasikan ide-ide musik yang masuk ke otaknya.
Musik Beethoven jadi jembatan musik era Klasik, khususnya gaya Joseph Haydn dan Wolfgang Amadeus Mozart, serta gaya Romantik periode 1820-1860. Ia tertarik gaya musik di Perancis masa Revolusi Perancis dengan ritme mars dan harmoni diatonik serta gagasan persaudaraan manusia.
Jika berkunjung ke museum ini, jangan lewatkan pula untuk singgah ke Beethovengang, jalan kecil di area itu. Dari museum, kita bisa menyusuri jalan yang dulu biasa dilalui sang komposer tersebut. Pengunjung bisa menghirup kesegaran udara pegunungan dan menikmati pemandangan hamparan perkebunan anggur. Di situ dibuat pula monumen Beethoven sebagai penghormatan untuknya.
Di Vienna, jejak Beethoven pun bisa dijumpai di Rumah Pasqualati, tempat tinggal komposer itu pada periode 1804-1815.