Kampanye Penghapusan Kekerasan Tak Cukup dengan Gelar Wicara
Oleh
Ismail Zakaria
·2 menit baca
PADANG, KOMPAS — Woman Crisis Center Nurani Perempuan Sumatera Barat menggelar Jambore Pemuda untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Padang, Sumatera Barat, 24-25 November 2018. Jambore dalam rangka memperingati Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember 2018.
Ketua Panitia Jambore sekaligus Pendamping Komunitas dan Pendamping Kasus di Woman Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan Feni Mardian, Minggu (25/11/2018), mengatakan, jambore yang berlangsung di kawasan Jembatan Pintu Gabang, Pauh, Kota Padang, itu diikuti oleh 96 orang, termasuk pendamping dari tujuh komunitas dampingan Nurani Perempuan di Kota Padang.
Menurut Dian, jika biasanya peringatan Kampanye 16 Hari Kekerasan terhadap Perempuan diisi dengan longmarch, audiensi, dan dengar pendapat, tahun ini memang berbeda, yaitu berkegiatan dengan pemuda. ”Kami melihat peran penting pemuda sebagai agen perubahan dalam upaya mendorong gagasan antikekerasan terhadap perempuan,” kata Dian.
Selama dua hari, menurut Dian, selain materi-materi tentang isu kekerasan terhadap perempuan yang disampaikan lewat gelar wicara (talkshow)dan diskusi, para peserta juga dilatih membuat konten multimedia, seperti foto dan video.
”Mereka membuat foto dan video terkait antikekerasan terhadap perempuan, kemudian itu yang didiskusikan bersama dengan tim media Nurani Perempuan yang sudah dilatih khusus,” kata Dian.
Direktur WCC Nurani Perempuan Yefri Heriani menambahkan, sebagai lembaga yang aktif mengadvokasi dan mendorong gagasan antikekerasan terhadap perempuan, mereka berkolaborasi dengan sejumlah pihak, termasuk generasi muda.
”Tidak sedikit generasi muda yang memiliki gagasan dan inisiatif berbeda serta inovatif dan berdampak besar ke perubahan sosial. Contohnya, semalam mereka mempresentasikan film buatan masing-masing tentang kehidupan anak muda yang selama ini kami tidak ketahui. Artinya, dari pengalaman mereka, kami juga belajar,” katanya.
Menurut Yefri, ketika anak muda terlibat dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, bisa dibayangkan generasi berikutnya hidup tanpa kekerasan. ”Ketika generasi berikutnya hidup tanpa kekerasan dengan cara dan pengalaman sendiri, mereka akan menemukan gagasan baru untuk pencegahan dan penanganan perempuan penyintas dan anak-anak penyintas,” ujar Yefri.
Pendekatan kekinian, misalnya mengajarkan pembuatan foto atau video, menurut Yefri, karena mereka adalah generasi milenial. ”Strategi ini mungkin berbeda dengan yang biasa dilakukan Nurani Perempuan. Apalagi jika bicara generasi milenial sehingga kami juga harus membaca cara pikir dan cara hidup kelompok tersebut,” katanya.