Ketua Asosiasi Toilet Indonesia Naning Adiwoso memandang, kondisi toilet di tempat layanan publik semakin berkualitas. Ini bisa dilihat di beberapa bandara internasional. Dari segi infrastruktur, pengelola telah menyediakan perlengkapan paper towel, tisu, mesin pengering, dan sistem perangkat penyiram. Selalu bersih, kering, dan tidak bau pun menjadi keutamaan pelayanan. Setiap kali satu bilik dipakai, segera petugas membersihkan, baru ruangan dapat digunakan pengguna lainnya.
”Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi kelembapan lebih besar. Bersih dan tidak bau diikuti dengan kering sehingga meminimalkan penyebaran bibit penyakit. Penggunaan air sekarang semakin terkontrol dengan peniadaan ember penadah air dan wastafel yang memiliki sistem keran otomatis,” ujarnya.
Kualitas serupa Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) temukan di beberapa mal, restoran, dan stasiun. Para pengelolanya menyadari bahwa kebersihan toilet adalah bagian mewujudkan kenyamanan pengunjung.
Naning berpendapat, kualitas seperti itu semestinya diadopsi di toilet-toilet di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum. Apalagi, kini berwisata tengah menjadi tren.
”Dilihat dari sisi keberadaan, kami mengamati hampir setiap tempat layanan publik, termasuk lokasi kunjungan wisata, pasti memiliki toilet. Permasalahannya adalah apakah standar bersih, kering, dan tidak bau telah terpenuhi? Persoalan lainnya apakah jumlah bilik sudah memadai,” katanya.
Menurut Naning, di Indonesia, arsitektur toilet masih dianggap kurang penting. Akibatnya, pembuatan desain tidak memperhitungkan sasaran pengguna. Ini menjadi persoalan tersendiri.
”Ukuran toilet kloset jongkok bagi perempuan seharusnya lebih luas. Toilet bagi pengunjung difabel dan anak-anak juga memiliki patokan berbeda. Belum lagi penempatan toilet bagi kelompok mana pun sering kali di lokasi tersembunyi,” katanya.
Pada tahun 2016, ATI menerbitkan Pedoman Standar Toilet Umum Indonesia. Di dalamnya mengulas standar desain beserta fasilitas yang harus ada di sebuah toilet umum. Salah satunya mengenai area toilet. Hal yang harus tersedia yaitu wastafel dengan keran sensor atau tekan, sabun cair, tempat sampah freehand, pengering tangan dan tisu, cermin, jadwal pembersihan, kotak saran. Kemudian, pengharum ruangan, tingkat pencahayaan di atas 200 lux, ventilasi 15 persen per jam, lantai tidak mengilat dan licin, tulisan dilarang merokok, dan sangat baik ada jendela ke luar.
Pedoman Standar Toilet Umum Indonesia juga berisi kebutuhan sarana toilet bagi pengunjung yang kekurangan fisik dan manusia lanjut usia. Total terdapat 21 poin yang semestinya terpenuhi, antara lain penggunaan pintu sorong yang bisa dibuka secara manual atau otomatis, tidak ada perbedaan level lantai, lampu alarm, dan tersedia pegangan di samping kloset.
Pengamat komunitas peduli sanitasi, Enny Herawati, menyoal mengenai letak toilet di lokasi tujuan wisata, misalnya di pantai. Sejumlah pantai di Indonesia mempunyai toilet dan kamar mandi yang letaknya sangat jauh dari bibir pantai. Padahal, pantai sering dipakai wisatawan untuk bermain kegiatan di air.
Situasi sama terlihat di taman wisata dan kebun binatang. Di dua lokasi tujuan wisata ini bahkan hasil pengamatan menunjukkan tiadanya toilet khusus anak-anak atau toilet keluarga.
Dalam Pedoman Standar Toilet Umum Indonesia yang diterbitkan ATI terdapat 12 sarana wajib di toilet keluarga. Tiga di antaranya yaitu tersedia kloset dewasa dan anak lengkap dengan tutup dan penggelontor, peralatan cebok, dan kursi untuk bayi.
”Kalau menyoal bersih, kering, dan tidak bau sudah menjadi kesadaran umum pengelola toilet. Kini, hal yang mendesak diperbaiki adalah mengenai arsitektur dan letak,” katanya.
Corporate Communication Manager PT Dyandra Media International Tbk Mirna Gozal menceritakan, pihaknya menggunakan venue berstandar internasional untuk sebagian besar kegiatan. Dengan demikian, jumlah keseluruhan toilet umum tersedia sudah diperhitungkan dengan jumlah pengunjung.
Dyandra Promosindo telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO sehingga tim biasanya terlebih dahulu mengaudit lokasi kegiatan, termasuk sampai ke fasilitas toilet.
”Kami memastikan kebersihan toilet terjaga, misalnya kelancaran air, wastafel, sabun cair, dan mesin pengering. Kami juga mengecek ada tidaknya toilet khusus bagi manual dan penyandang disabilitas,” ujar Mirna.
Sementara pada penyelenggaraan kegiatan semioutdoor, Dyandra Promosindo meminta adanya toilet portable. Dia berpendapat, kualitas toilet indoor maupun outdoor di Indonesia cukup mumpuni.
”Kalau standar kami, lokasi kegiatan harus mempunyai toilet khusus bagi manusia lanjut usia dan penyandang disabilitas. Untuk beberapa kegiatan, kami malah menuntut ada tambahan ruang bagi ibu dan anak, seperti nursery. Jika tidak ada, kami membuatkan sendiri yang bentuknya semipermanen,” kata Mirna.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Bisnis PT Panorama Destinasi Ricky Setiawanto menceritakan, keluhan turis terkait perawatan dan kebersihan toilet akan selalu terdengar. Berbeda dengan sepuluh tahun lalu, keluhan kini menyasar ke beberapa obyek wisata baru.
”Kualitas layanan dan kebersihan toilet umum sekarang bagus. Cuma perlu ditingkatkan lagi perawatan,” katanya.
Presiden Direktur dan CEO ISS Indonesia Elisa Lumbantoruan menceritakan, perusahaannya mengelola jasa kebersihan Bandara Soekarno-Hatta terminal satu hingga tiga, tiga bandara di Sumatera, kereta api bandara railink, Pelabuhan Merak-Bakauheni, dan sejumlah stasiun kereta api di Indonesia. ISS Indonesia juga menjadi mitra pengelola jasa kebersihan saat penyelenggaraan Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.
Dalam setiap kerja sama pengelolaan tersebut terdapat kesepakatan standar mutu. Tiga hal utama adalah toilet harus bersih, kering, dan tidak bau. Ketiganya ini wajib dikerjakan oleh pegawai ISS Indonesia.
”Kami memosisikan diri sebagai penyedia jasa. Hak pekerja kami perhatikan, seperti upah layak, menerima jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, dan tunjangan hari raya. Dengan hak tenaga kerja dipenuhi, kami sekaligus bertanggung jawab terhadap compliance layanan,” katanya.
Elisa mengungkapkan, setiap karyawan dibekali pemahaman tujuan dari jasa yang mereka tawarkan. Sebagai contoh, pemahaman mengapa toilet harus bersih, kering, dan tidak bau. Melalui pemahaman ini, kualitas kerja mereka menjadi lebih baik. Selain itu, kataya, para pekerja juga diajarkan materi interaksi kepada konsumen, seperti sapa, senyum, dan santun.