Pembangunan Toilet Sekolah Terkendala Lahan dan Biaya
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
Keterbatasan lahan dan biaya menjadi kendala bagi sekolah memenuhi kebutuhan toilet sesuai jumlah siswanya. Hal itu terjadi di Sekolah Menengah Pertama Yakpi I DKI Jaya di Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.
SMP Yakpi yang dikelola Yayasan Kesejahteraan Pendidikan Islam (Yakpi) Sinar Persatuan dan dinaungi Dinas Pendidikan DKI Jakarta bisa diakses dari Jalan Hidup Baru, jalan yang padat kendaraan dekat rel kereta, kemudian masuk ke gang selebar 3 meter tetapi kanan-kirinya dipenuhi gerobak dan lapak pedagang kaki lima. Sekolah ini juga berlokasi di tengah-tengah permukiman padat dengan gang-gang sempit.
Karena sudah padat bangunan, luas kompleks sekolah yang sekitar 800 meter persegi sulit ditambah lagi. Tidak ada lahan tersisa untuk parkir kendaraan sehingga sepeda motor para guru ditempatkan di sepanjang lorong menuju ruang kelas yang selebar 1,5 meter. ”Sekolah terdiri dari sembilan ruang belajar dengan jumlah siswa 414 anak,” ujar Kepala SMP Yakpi Resmana, Kamis (22/11/2018).
Terbatasnya lahan sekolah membuat fasilitas toilet berjumlah minim. Hanya ada satu bilik berisi jamban bagi siswa laki-laki dan dua bilik untuk perempuan. Adapun untuk para guru yang berjumlah 20-an orang terdapat dua ruang toilet masing-masing di lantai dasar dan dua.
Murid perempuan berjumlah lebih banyak, yaitu 217 anak, dibandingkan murid laki-laki yang totalnya 197 anak. Kondisi ini kerap menciptakan antrean panjang pengguna toilet perempuan.
Siswi kelas 9, Rahma Aulia (14), mengatakan, antrean panjang di toilet perempuan biasanya terjadi menjelang berakhirnya waktu istirahat, sekitar pukul 09.00. Rata-rata lima orang mengantre di waktu tersebut.
”Kalau saya tidak betah mengantre, saya masuk kelas dulu, terus izin ke toilet waktu jam pelajaran,” ujar Rahma. Para siswa perempuan juga kadang masuk ke satu toilet berdua agar tidak terlalu lama menunggu. Satu ruang toilet berukuran 1 meter x 2 meter, sedangkan ruang lainnya berukuran 2 meter x 2,5 meter. Ruang toilet yang lebih luas biasanya juga berfungsi sebagai tempat siswi berganti pakaian untuk pelajaran olahraga.
Sementara itu, seorang murid laki-laki kelas 9, Muhammad Maulana (15), tidak terlalu mempermasalahkan jumlah ruang toilet dengan jamban yang hanya satu unit untuk laki-laki. Sebab, selain satu ruang tertutup, terdapat ruang memanjang tempat buang air kecil tanpa tutup yang dipisahkan oleh lima sekat berjejer. Dengan demikian, 5-6 anak laki-laki bisa buang air kecil di waktu bersamaan. Lebar ruang buang air kecil itu 1 meter.
Resmana menuturkan, menyiasati luas lahan yang terbatas, pihaknya merencanakan merombak satu bangunan yang sekarang berlantai satu menjadi berlantai dua. Toilet perempuan berlokasi di sana. Jika rencana terealisasi, lantai atas bisa difungsikan untuk kelas dan ruang toilet perempuan bisa ditambah lagi di lantai dasar. ”Kami berharap ada pihak yang bisa bekerja sama dengan kami membantu pembangunan itu,” katanya.
Itu lantaran SMP Yakpi selama ini belum memiliki mitra kerja sama dan dana yang masuk minim. Sekolah mengandalkan sepenuhnya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) sebesar Rp 200.000 per siswa per bulan. Masalahnya, kata Resmana, tidak semua orangtua murid tertib membayar SPP. Bahkan, ada orangtua yang masih menunggak pembayaran meski anaknya sudah lulus.
Meski demikian, Resmana memastikan pasokan air terjamin di toilet-toilet sekolah. Selama ini tidak pernah ada masalah soal air bersih. Selain itu, terdapat satu petugas yang menjaga kebersihan toilet setiap saat.
Resmana mengatakan, SMP Yakpi berkomitmen untuk terus beroperasi dengan sasaran anak-anak lulus sekolah dasar yang tidak diterima di sekolah negeri. Ini agar kesempatan pendidikan mereka tidak hilang.