Pemerintah Daerah Menentukan Keberhasilan Deforestasi
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam menentukan keberhasilan target penurunan laju deforestasi di Indonesia. Untuk itu, komitmen pemerintah daerah yang diwujudkan dalam regulasi daerah sangat dibutuhkan agar keberlanjutan program bisa terjamin.
Penurunan deforestasi bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dalam rangka menghambat laju perubahan iklim. Data World Resources Institute 2018, tingkat deforestasi di Indonesia menurun hingga 60 persen sepanjang 2016-2017. Namun, jumlah ini dinilai belum optimal karena masih banyak upaya yang belum dilakukan.
Direktur Eksekutif Inovasi Bumi Silvia Irawan mengatakan, persoalan deforestasi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, baik dalam skala kabupaten/kota maupun skala provinsi. Visi yang diusung oleh pemerintah daerah menentukan keberhasilan proses penekanan deforestasi di wilayahnya.
Persoalan deforestasi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, baik dalam skala kabupaten/kota maupun skala provinsi.
“Pendekatan yurisdiksi atau wilayah administratif menjadi cara yang paling efektif untuk menyelesaikan persoalan deforestasi. Pendekatan ini menekankan pada kepemimpinan kepala daerah. Kepala daerah yang bertanggung jawab menentukan fungsi dari setiap pemangku kepentingan di wilayahnya, mulai dari masyarakat sipil, sektor swasta, dan komunitas,” katanya di sela-sela diskusi publik bertema “Menuju Keberlanjutan dengan Pendekatan Yurisdiksi” di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Ia menambahkan, solusi yang dihasilkan dari pendekatan yurisdiksi yang keberlanjutan mencakup penyelesaian masalah persaingan penggunaan lahan dan air, pelestarian lingkungan alam, dan peningkatan kesejahteraan rakyat setempat. Sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, swasta, dan komunitas menjadi kunci keberhasilan pendekatan ini.
Fakfak dan Kotawaringin Barat
Salah satu kepala daerah yang sudah mulai mengembangkan pendekatan ini adalah Bupati Fakfak, Papua Barat, Mohammad Uswanas. Uswanas yang hadir dalam diskusi itu menyebutkan, pendekatan yurisdiksi menjadi tepat karena berfokus pada tiga aspek pembangunan keberlanjutan, yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Pendekatan yurisdiksi menjadi tepat karena berfokus pada tiga aspek pembangunan keberlanjutan, yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Uswanas menyatakan, Kabupaten Fakfak memiliki komoditas utama berupa pala. Komoditas ini tidak hanya dibudidayakan, tetapi juga menjadi mata pencaharian utama masyarakat di Fakfak. Hal ini menyebabkan pala berkaitan erat dengan hak-hak masyarakat adat.
“Pala secara alami tumbuh di bawah kanopi hutan. Pala sangat berperan dalam konservasi dan pengelolaan hutan adat di Kabupaten Fakfak. Luas penyebaran budidaya pala di Fakfak ada sekitar 17.440 hektar,” ujarnya.
Pendekatan yurisdiksi dalam pembangunan berkelanjutan juga mulai dilakukan di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Pemerintah daerah memastikan agar budidaya kelapa sawit dilakukan secara berkelanjutan, adil, dan mengakui hak-hak masyarakat adat.
Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah menyampaikan, pihaknya terus mendorong petani kelapa sawit di daerahnya untuk mendapatkan sertifikasi Meja Bundar Minyak Sawit Berkelanjutan (RSPO). Ia juga memastikan, 20 persen wilayah di daerahnya merupakan kawasan konservasi.
Silvia mengatakan, komitmen pemerintah daerah dalam menekan laju deforestasi di wilayah perlu dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Tujuannya agar komitmen tersebut bisa dipastikan keberlanjutan serta implementasinya.
“Jika sudah dituangkan dalam RPJMD atau pun regulasi daerah, kontrol menjadi lebih mudah. Komitmen yang sudah dicanangkan pun tidak hanya sekadar wacana,” ucapnya.