JAKARTA, KOMPAS — Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 yang dipersiapkan sejak Maret 2018 telah menggerakkan 250 kabupaten/kota, 25 provinsi, dan ribuan pemerhati budaya untuk terlibat dalam proses penyusunan strategi kebudayaan. Kongres kebudayaan dengan partisipasi signifikan seperti ini belum pernah terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Mulai Maret hingga November 2018 ini setidaknya sudah ada lebih dari 500 diskusi terpumpun yang digelar di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Semua diskusi tersebut bermuara pada munculnya rekomendasi-rekomendasi untuk penyusunan strategi kebudayaan.
Dari ratusan diskusi yang telah digelar tersebut, secara bertahap pemerintah kabupaten/kota dan provinsi kemudian mengirimkan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) ke Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hingga saat ini tercatat 250 kabupaten/kota dan 25 provinsi telah menyerahkan PPKD.
Dengan menyusun PPKD, banyak kabupaten/kota dan provinsi akhirnya membuka mata terhadap realitas kebudayaan yang ada di wilayah mereka masing-masing. Gerakan bersama secara massif untuk mencermati kekayaan kebudayaan ini belum pernah terjadi sebelumnya.
“Muaranya pada perumusan strategi kebudayaan yang tak lain adalah hasil pencapaian kecerdasan kolektif. Selama ini, strategi kebudayaan masih sekedar didiskusikan di tingkat gagasan dan pemikiran saja. Tapi, sebetulnya basis kenyataan empiriknya belum kita periksa. Kita banyak berkutat di sana karena basis empirik kita lemah. Kita merasa diri kaya (budaya) tetapi kaya yang seperti apa? apa saja potensinya? adakah orang-orangnya? sarananya?institusinya? Ini semua akhirnya terlihat dalam PPKD yang terkumpul dari daerah-daerah,” terang Hilmar.
Saat ini, seluruh PPKD dan masukan dari berbacai macam bidang kebudayaan, asosiasi profesi, akademisi, dan sebagainya sedang dirangkum oleh tim perumus. Tim ini berjumlah 17 orang yang dipimpin oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid selaku sekretaris.
“Rekomendasi sudah kami rangkum dan kami ringkas. Sampai sekarang masih ada teman-teman yang menjalankan forum-forum diskusi budaya melibatkan berbagai pihak,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, Kamis (22/11/2018) di Jakarta.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, langkah pemajuan kebudayaan dengan pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan dilaksanakan dengan berpedoman pada PPKD kabupaten/kota, PPKD provinsi, dan strategi kebudayaan yang akan ditetapkan saat Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 tanggal 5-9 Desember 2018. Strategi kebudayaan akan menjadi dasar perumusan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan yang menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang pada bidang kebudayaan.
Perhelatan Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 digelar secara terbuka dengan sistem pendaftaran online. Sampai sekarang sudah ada 2000an peserta yang mendaftarkan diri secara online. Sebagian besar yang mendaftarkan diri adalah kaum generasi muda.
Kongres Kebudayaan Indonesia akan digelar di Kantor Kemdikbud. Kongres ini akan diisi sejumlah kegiatan, mulai dari pidato kebudayaan, debat publik, pameran, lokakarya, bazar kuliner, konser musik, pertunjukan seni, dan pawai budaya.
Ratusan penari Antama dan Likurai tampil dalam Drama Musikal Antama di padang savana Fulan Fehan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (6/10/2018).Selama satu jam, lebih dari 1500 remaja dan seniman tampil secara kolosal menggetarkan bukit padang savana di perbatasan Indonesia-Timor Leste tersebut.
Mufakat budaya IndonesiaSama-sama membahas tentang tema kebudayaan, bulan ini juga digelar Temu Akbar Mufakat Budaya Indonesia (TA-MBI) III tanggal 22-25 November 2018 di Jakarta. Acara ini diikuti 224 peserta dari 34 provinsi.
Ini adalah temu akbar ketiga yang digelar aktivis MBI. Sebelumnya, pada April 2018 lalu Koordinator TA-MBI III Radhar Panca Dahana sempat mengajak dua puluhan aktivis MBI bertemu Presiden RI Joko Widodo di halaman belakang Istana Merdeka untuk melontarkan gagasan penyelenggaraan temu akbar.
“Belum lengkap saya menjelaskan, Presiden nampaknya cepat menangkap inti dan ruh gagasan acara akbar ini dan dengan spontan mendukung penuh penyelenggaraannya. Bahkan beliau meminta waktu penyelenggaraan dipercepat (dari rencana Oktober) dan dilaksanakan di Istana Bogor, dengan biaya sepenuhnya dibantu kantor beliau, namun berkomitmen tidak mengganggu seinci pun materi serta proses pembahasan Temu Akbar kita,” kata Radhar.
Selain bertemu presiden, para aktivis MBI juga sempat bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, staf khusus dan staf lainnya. Namun, dua minggu lalu, ketika diskusi-diskusi publik berlangsung hangat dan disambut antusiasme publik yang datang melebih kapasitas kursi, datang pemberitahuan dari Sekretaris Negara bahwa pihak Istana membatalkan kerjasama karena tidak ada uang untuk itu.
“Saya tidak ingin berspekulasi atau su’udzon (berpikir negatif), namun menenteramkan hati agar ikhlas. Pemerintah dan Presiden boleh mundur dari kerjasama dan janjinya, tapi saya dan MBI tidak. Tidak bisa dan tidak mampu. Rencana ini sudah dirancang jauh sebelum enam bulan lalu saya bertemu Presiden, dan kabar acaranya sudah begitu luas beredar di masyarakat, sementara ratusan tokoh utama republik ini sudah menyatakan kesediaannya untuk serta. Kami harus jalan terus, termasuk mengambil risikonya. Termasuk semua urusan kebutuhan penyelenggaraan, dana antara lain, yang merupakan swadaya pribadi,” paparnya.
Menanggapi penyelenggaraan TA-MBI III, Dirjen Kebudayaan menyambut positif dan sangat terbuka dengan segala masukan yang bisa memajukan kebudayaan Indonesia ke depan. “Kami terbuka dan bersikap inklusif. Masukan dari manapun akan kami terima untuk melengkapi strategi kebudayaan yang sekarang sedang disusun,” tambah Hilmar.