Di Sekolah pun, Kesadaran Toilet Bersih Belum Ditumbuhkan
Belum semua sekolah di DKI Jakarta memiliki toilet bersih. Padahal, toilet yang tidak bersih bisa menjadi sumber penyakit. Rendahnya kepedulian warga sekolah akan pentingnya kebersihan toilet menjadi tantangan.
Salah satu sekolah yang masih bermasalah dengan kebersihan toilet adalah SMP Negeri 26 Jakarta. Toilet siswa di sekolah yang berada di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur ini, tidak bersih, berbau, serta tidak semuanya dilengkapi wastafel dan sabun.
Wakil Kepala SMP 26 Jakarta bidang Sarana dan Prasarana Nurbaiti Sitorus mengatakan, total ada 20 toilet yang tersedia di empat lantai sekolah. Enam toilet untuk guru, enam untuk siswa laki-laki, dan delapan untuk siswa perempuan. Toilet tersebut digunakan oleh enam ratus lebih siswa dan puluhan guru.
Berdasarkan pantauan pada Kamis (22/11/2018) siang di toilet siswa laki-laki di lantai satu, terdapat empat kloset urinal dan dua toilet untuk buang air besar (BAB). Ketika memasuki ruangan toilet, tercium bau pesing menyengat, meskipun toilet urinal relatif mengkilap dan airnya lancar. Di salah satu kloset urinal, terdapat gelas plastik bekas minuman air mineral.
Dua toilet untuk BAB di beberapa sudut lantai dan klosetnya terdapat lumut hitam tipis. Tidak ada wastafel dan sabun untuk mencuci tangan di ruangan toilet setelah buang air. Kondisi toilet siswa perempuan di lantai dua hampir serupa, namun tidak ada bau yang menyengat. Toilet juga dilengkapi wastafel dan kaca, meskipun tidak ada sabun.
Kondisi berbeda terlihat di ruangan toilet guru di lantai satu. Dua kloset untuk BAB relatif bersih dan tidak ada bau menyengat. Ruangan toilet juga dilengkapi dengan dua wastafel, satu kaca besar, dan sabun cair.
Annisa Julian, siswa kelas IX SMP Negeri 26 Jakarta, mengatakan, kondisi toilet siswa perempuan kadang kotor dan bau. Air untuk menyiram jernih, tetapi di ember penadahnya kadang terdapat kotoran karena tidak dikuras. "Kondisi ini sudah berlangsung sejak awal saya masuk sekolah," katanya. Annisa berharap toilet sekolah bisa lebih bersih lagi.
Nurbaiti mengakui kondisi tersebut. Namun, bukan berarti toilet siswa tidak pernah dibersihkan. Setidaknya ada petugas kebersihan yang dipekerjakan untuk membersihkan toilet setiap hari. Dalam sehari toilet dibersihkan hingga tiga kali, setelah waktu istirahat pagi dan siang serta setelah pulang sekolah.
"Kesadaran siswa untuk menyiram toilet setelah menggunakannya kurang, terutama yang laki-laki. Padahal, air di toilet lancar," kata Nurbaiti.
Nurbaiti menjelaskan, rata-rata siswa yang bersekolah di SMP tersebut tinggal di perkampungan padat dekat bantaran Sungai Ciliwung yang melintasi Kampung Melayu. Ia menduga kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan toilet karena kebiasaan warga buang air di pinggir sungai.
Terkait ketiadaan perlengkapan di toilet siswa, seperti sabun, Nurbaiti mengatakan, pihak sekolah tidak bermaksud membedakan fasilitas toilet siswa dan guru. Setiap toilet dilengkapi sabun, tetapi di toilet siswa sabun tidak bertahan lama karena ada tangan-tangan jahil.
Menurut Nurbaiti, pihak sekolah selalu menyosialisasikan kepada siswa untuk menjaga kebersihan toilet, baik secara langsung maupun melalui slogan-slogan tertulis di sekolah. Namun, upaya tersebut tidak terlalu berpengaruh karena selain faktor kebiasaan di rumah, anak SMP dinilai juga sukar diarahkan karena dalam masa pubertas.
"Harus ada kerja sama antara orangtua, masyarakat, dan sekolah untuk meningkatkan kesadaran. Kalau hanya diserahkan ke sekolah, tetapi keluarga dan masyarakat lepas tangan, susah juga," ujarnya.
Kondisi hampir serupa juga terlihat di toilet siswa SD Negeri Cipinang Cempedak 05 Pagi, Jatinegara, Jakarta Timur. Di SD ini, ada empat toilet di satu ruangan, yaitu dua untuk siswa laki-laki ataupun perempuan dan dua untuk guru. Selain itu, juga terdapat toilet khusus kepala sekolah dan guru di ruangan guru.
Kloset jongkok di toilet siswa berlumut kuning tipis. Di beberapa sudut lantai keramik dan pinggir kloset, terdapat lumut hitam tipis. Aroma tak sedap samar-samar tercium dari toilet. Kondisi toilet guru lebih baik, meskipun di sudut lantai dan kloset berlumut hitam tipis. Terdapat wastafel dan cermin untuk mencuci tangan. Namun, tidak ada sabun, sedangkan cermin buram.
Kepala SD Negeri Cipinang Cempedak 05 Sri Kusyatini Fransisca mengatakan, jika toilet siswa penuh, siswa juga diperkenankan menggunakan toilet guru. Jumlah siswa sekitar 250 orang.
Sri mengakui, kondisi toilet siswa di sekolah belum layak. Namun, Sri belum bisa berbuat banyak untuk membenahinya karena baru pindah ke sekolah tersebut sekitar sebulan lalu dan butuh waktu beradaptasi melihat karakter warga sekolah. Selain itu, anggaran perawatan toilet untuk tiga bulan ke depan belum cair dan jumlahnya juga tidak memadai. Sri terpaksa memaksimalkan apa yang dimiliki sekolah.
"Kadang saya membersihkan sendiri toilet sekolah dengan cairan pembersih yang saya bawa dari rumah," ujarnya.
Kesadaran terhadap pentingnya toilet bersih menjadi tantangan. Menurut Sri, sebagian guru masih enggan mengurusi toilet, termasuk dalam penyediaan anggaran. Padahal, toilet yang tidak bersih bisa menjadi sumber penyakit. Selain itu, kebersihan toilet juga mencerminkan kebersihan lingkungan seseorang.
Sri bertekad memperbaiki hal itu, yakni dengan memberikan teladan dan membenahi fasilitas toilet. Saat menjabat kepala sekolah di SD Cipinang Besar Selatan 04 pada 2016-2018, Sri berhasil membenahi persoalan kebersihan sekolah hingga mendapatkan penghargaan tingkat Kecamatan Jatinegara pada dua kategori, yaitu gedung sekolah dan toilet sekolah paling bersih.
Sri menambahkan, toilet siswa akan direhabilitasi. Toilet guru yang berdekatan dengan toilet siswa akan dijadikan toilet siswa sehingga toilet siswa laki-laki dan perempuan terpisah dan kapasitasnya lebih banyak. "Jangan menilai kondisi toilet di sini sekarang. Tetapi datanglah tiga atau enam bulan lagi, pasti sudah lebih bagus," katanya.
Berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas terkait toilet sekolah pada 16-18 Mei 2018, separuh responden menilai toilet layak belum menjadi prioritas sekolah-sekolah di kawasan perkotaan di Indonesia. Padahal, mayoritas responden mensyaratkan kebersihan toilet saat memilih sekolah untuk anak ataupun saudaranya (Kompas.id, 1/7/2018).
Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016, mencatat lebih dari 35 persen sekolah belum memiliki sumber air bersih memadai, 31 persen sekolah tidak memiliki toilet dengan kondisi layak, dan 12 persen sekolah tak punya toilet.
Hanya 65 persen sekolah dasar yang memiliki jamban terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan. Rata-rata jumlah jamban berdasarkan rasio nasional adalah 1 jamban per 90 siswa. Kekurangan jumlah toilet di sekolah disebabkan lemahnya perencanaan pembangunan, baik di tingkat sekolah maupun pemerintah daerah. (YOLA SASTRA)