JAKARTA, KOMPAS — Proses pemeriksaan terhadap kasus pendudukan lahan dan pemerasan terhadap warga di Kalideres, Jakarta Barat, masih berlangsung. Hingga saat ini, sudah 25 orang yang ditahan Polres Metro Jakarta Barat, termasuk HRM, pimpinan kelompok preman di Jakarta.
Dalam kasus ini, HRM dijerat Pasal 170 dan 335 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Seorang kuasa hukum HRM, Ikraman Thalib, menyatakan, berdasarkan putusan dalam perkara 90 PK/PDT/2003, tanah yang dikatakan diduduki HRM dan anggotanya adalah sah milik HM. Dalam posisi ini, HM adalah ahli waris yang memberi kuasa kepada HRM.
Pada Jumat (23/11/2018), Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu mengatakan, setelah dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara, status HM yang awalnya saksi telah menjadi tersangka dan ditahan. Hingga saat ini sudah ada 25 orang yang ditahan Polres Metro Jakarta Barat.
”Dari 25 orang tersebut, ada HRM, HM, 10 anggota HRM, dan 13 lainnya adalah anggota kelompok preman lain yang juga terlibat dalam kasus ini,” kata Edy.
Ikram menyampaikan, dirinya bersama tiga kuasa hukum lainnya merasa bingung. ”Mengapa pemilik tanah yang merupakan ahli waris, yaitu HM, malah ditahan. Saat ini kami sedang berunding untuk mengajukan permohonan diskusi terkait kepemilikan tanah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Edy menegaskan, tanah yang diduduki HRM dan anggotanya bukan tanah sengketa. Tanah tersebut sah milik PT Nila Alam dan sudah besertifikat. ”Putusan yang tahun 2003 itu, kan, sudah dibatalkan dan dalam putusan 2009 sudah ada surat hak milik dan hak guna bangunannya,” ujarnya.
Edy menjelaskan, HM memberikan putusan tahun 2003 kepada HRM, tetapi HM tidak menyampaikan bahwa ada putusan tahun 2009. Maka, HRM menganggap putusan tersebut sah dan akhirnya mereka melakukan pendudukan dan penyerangan terhadap PT Nila Alam.
”HRM bersama anggotanya menduduki kantor pemasaran, merusak pintu, mengintimidasi karyawan, security, menguasai perbengkelan, dan mengintimidasi para pengontrak ruko sehingga mereka tidak beraktivitas,” tutur Edy.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Edy menyampaikan, para pengontrak bisa beraktivitas apabila membayarkan sejumlah uang kepada anak buahnya. Pihak Polres Metro Jakarta Barat juga telah menggeledah kediaman HRM di Kompleks Kebon Jeruk Indah, Blok E 12 A, Kembangan, Jakarta Barat.
”Pada Rabu (21/11/2018) sekitar pukul 20.00, kami menggeledah rumah HRM. Dari hasil penggeledahan, kami menemukan surat kuasa. Setelah kami baca dan pelajari, surat kuasa tersebut adalah surat kuasa untuk menjual empat bidang tanah,” tutur Edy.
Secara terpisah, sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Soeprapto, menyampaikan, ibarat pepatah, sepandai-pandainya orang menyimpan barang busuk, suatu saat akan tercium juga baunya. Demikian juga halnya dengan apa yang terjadi kepada HRM dan anggotanya.
”Jika Hercules dan para anggotanya melakukan hal-hal yang melawan hukum, pada akhirnya akan tercium juga oleh pihak kepolisian. Ketika pihak kepolisian sudah merasa memiliki bukti dan disertai keberadaan saksi-saksi, polisi memiliki alasan untuk menangkapnya,” papar Soeprapto.
Lebih lanjut, Soeprapto mengatakan, saat polisi sudah mencium dan memiliki bukti tentang perilaku HRM dan diikuti oleh penangkapan, masyarakat yang selama ini memendam rasa tertekan jadi memiliki peluang dan keberanian.
Keberanian masyarakat menggeliat dalam wujud karangan bunga yang dikirimkan. Karangan itu bertuliskan nada dukungan terhadap pemberantasan aksi melawan hukum, yaitu penguasaan lahan dan pemungutan bagi pemilik ruko yang sebenarnya tidak menjadi kewajiban mereka.
”Sekarang tinggal ditunggu saja bagaimana hasil pemeriksaan pihak kepolisian yang sedang berlangsung. Apakah memang terbukti bahwa HRM telah melakukan aktivitas yang dituduhkan itu atau tidak. Marilah kita tunggu hasilnya,” tutur Soeprapto.
Edy mengimbau kepada masyarakat, apabila ada hak yang terganggu dan diambil, silakan dilaporkan kepada polda, khususnya Polres Metro Jakarta Barat. Dengan demikian, pihak polisi dapat bertindak cepat dan mengambil langkah hukum.
Sebab ini adalah aksi premanisme, mereka berusaha bertindak seolah-olah sebagai pengadilan. ”Kami minta segera dihentikan, kami Polres Metro Jakarta Barat tidak akan segan-segan melakukan tindakan hukum apabila ada yang coba-coba mengambil hak orang lain,” kata Edy menegaskan. (SHARON PATRICIA)