Logo ”Kopi Indonesia” Menyatukan Berbagai Kopi Nusantara
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mendukung ekonomi kreatif di Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif memperkenalkan sebuah logo ”Kopi Indonesia” di Perpustakaan Nasional Indonesia, Kamis (22/11/2018). Logo ini diharapkan semakin menyatukan berbagai macam kopi Nusantara sehingga dikenal luas oleh pencinta kopi dunia.
Direktur Pengembangan Pasar Luar Negeri Bekraf Boni Pudjianto dalam sambutannya yang dibacakan Kasubdit Pasar Segmen Bisnis dan Pemerintahan Bekraf Andi Ruswar mengatakan, Bekraf menggalang berbagai masukan dan dukungan dari sebanyak mungkin pemangku kepentingan usaha kopi di Indonesia.
”Masukan ini penting bagi Bekraf untuk merumuskan, menetapkan, mengoordinasikan, dan melakukan sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi kreatif. Termasuk merumuskan bentuk promosi kopi Indonesia yang ngena bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga di luar negeri,” tutur Boni.
Wakil Ketua Specialty Coffee Association of Indonesia (SCIA) sekaligus pegiat kerja sama lintas lembaga dan komunitas kopi, Daroe Handojo, mengatakan, logo kopi mendapat sambutan positif dalam uji coba yang dilakukan bersamaan dengan promosi merek produk Indonesia dalam beberapa kegiatan yang didukung Bekraf sejak April 2018, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
”Indonesia adalah surganya kopi. Hadirnya logo Kopi Indonesia diharapkan menjadi pemersatu semua jenis kopi dari Aceh hingga Papua sehingga akan memunculkan identitas dan, dari sisi harga, kopi Indonesia mampu bersaing dengan kopi lain yang sudah mempunyai nama,” tutur Daroe.
Beberapa kopi Nusantara, terutama kopi spesial dengan kualitas premium, sudah dikenal masyarakat pencinta kopi dunia, seperti Gayo, Toraja, Wamena, Flores, dan Mandailing.
Kopi Nusantara memiliki keunikan, perbedaan karakter, dan keanekaragaman varian biji, semua itu menjadi keunggulan produk kopi Indonesia. Namun, nama kopi Indonesia sendiri menjadi kurang bergaung di dunia internasional karena kalah bersaing dengan nama-nama kopi daerah.
Logo Kopi Indonesia yang dibuat dapat menjadi generic branding yang menyatukan kopi Indonesia. Secara grafis, logo diciptakan dengan mengolaborasi kata ”kopi” dan ”Indonesia” yang membentuk gambar sebuah kopi.
Logo Kopi Indonesia didesain untuk memberi ruang kepada kopi-kopi Nusantara yang ingin menambahkan kata daerah asal kopi tanpa merusak sisi estetika desain logo. Dengan begitu, logo tersebut juga menampilkan keunikan daerah penghasil kopi sekaligus menjadi ikon pemersatu dan keragaman kopi yang ditanam dan diolah di Indonesia.
Menurut Daroe, dengan logo Kopi Indonesia, lokalitas kopi daerah tetap akan melekat sehingga Indonesia dan nama daerah asal kopi sama-sama dikenal. ”Tentu ini menjadi tantangan kita bersama, apakah kita mau melepas ego kita untuk tidak mencari perbedaan atas keunikan kopi masing-masing daerah? Sekarang kita harus bersatu dalam kapal besar bernama Kopi Indonesia karena ini juga menjadi promosi untuk komunitas kopi daerah,” papar Daroe.
Dukungan pemerintah
Logo yang akan diluncurkan pada Desember 2018 ini merupakan upaya untuk membantu peningkatan penghargaan atas tingginya mutu, keunikan rasa, serta kreativitas industri pengolahan dan penyajian kopi Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Daroe, dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan dibutuhkan untuk menempatkan produk kopi Indonesia bukan sebagai komoditas semata, melainkan juga membuka banyak kemungkinan lekatnya nilai tambah sebagai gaya hidup yang menggerakkan berbagai sektor industri kreatif lainnya.
Acara pengenalan logo Kopi Indonesia menegaskan kembali komitmen pemerintah, bersama para pemangku kepentingan dan kebijakan, untuk memperkenalkan variasi produk kopi Indonesia yang beragam kepada dunia internasional. Selain itu, guna menyamakan persepsi serta langkah masyarakat Indonesia untuk mempromosikan kopi lokal ke luar negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, kopi sebagai komoditas di sektor pertanian dengan angka ekspor terbesar, yaitu 1,18 miliar dollar AS, naik sebesar 17,48 persen serta menyumbang sekitar 32,02 persen dari total ekspor sektor pertanian (0,70 persen kepada seluruh nilai ekspor Indonesia).
Sementara itu, Internasional Coffee Organization (ICO) mencatat Indonesia sebagai negara produsen kopi terbesar keempat di dunia dengan jumlah 11.491.000 dalam bungkus 60 kilogram. Serta negara dengan ekspor kopi terbesar keempat di dunia dengan jumlah 6.891.000 dalam bungkus 60 kilogram.
Selain itu, kultur konsumsi kopi di masyarakat Indonesia menjadi salah satu komoditas primer. Berdasarkan data ICO, terjadi tren kenaikan konsumsi kopi selama periode 2000 hingga 2016 sebesar 174 persen.
Berdasarkan data Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian dari tahun 2016 hingga 2021, konsumsi kopi Indonesia diperkirakan akan naik rata-rata 8,22 persen per tahun. Dengan demikian, konsumsi kopi Indonesia pada 2021 diperkirakan mencapai sekitar 370.000 ton.
Perkembangan kopi di era modern saat ini telah masuk zaman ”gelombang ketiga”. Artinya, kualitas dan metode arisan digunakan untuk menyajikan kopi bagi konsumen. Naiknya tren konsumsi kopi spesial dengan penyajian yang menitikberatkan kepada kualitas biji kopi, teknik brewing, dan cerita (story) yang ada di balik biji kopi.
Seperti yang dilakukan Barista Champion 2017,Yoshua Tanu, yang mewakili Indonesia pada kejuaraan barista di Korea Selatan. Meski hanya menduduki posisi ke-16, Yoshua berkesempatan memperkenalkan kopi Indonesia (Gayo Aceh) ke mata dunia.
Yoshua mengatakan, peta kopi dunia saat ini tidak lagi berbicara tentang suguhan kopi. Namun, lebih jauh, kreativitas menjadi cara atau jalan untuk memperkenalkan kopi mulai dari hulu (petani) sampai ke hilir (segelas kopi).
”Saya membawa langsung biji dari petani kopi. Ada semangat kolaborasi dan kreativitas yang dibawa. Petani memiliki peran yang sangat penting, jangan sampai dilupakan,” kata Yoshua.
Founder GravComm Yugian Leonardy mengatakan, kualitas dan kuantitas harus seimbang jika nama kopi Indonesia mau dikenal luas. Ia menegaskan, petani menjadi langkah awal untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas. Oleh karena itu, industri kopi jangan asal mengekspor, tetapi perlu ada kurasi pasar sehingga petani Indonesia tidak dirugikan.
Sebagai Badan Ekonomi Kreatif berbagai upaya dilakukan untuk menghadapi era ”gelombang ketiga” untuk pengembangan kopi, terutama single origin masuk ke dalam subsektor kuliner sehingga menjadi produk unggulan Indonesia.
Di dalam negeri, Bekraf telah memfasilitasi pendaftaran indikasi geografis produk kopi, menyelenggarakan sertifikasi profesi barista, mengadakan pelatihan bimbingan teknis terkait pengemasan produk kopi, serta melakukan usaha promosi dan pengenalan kopi secara berkelanjutan, seperti pada ajang Asian Games 2018, IMF-World Bank, dan kegiatan Bekraf lainnya.
Di luar negeri, Bekraf juga aktif dalam memperkenalkan serta mempromosikan produk kopi Indonesia melalui tur dan roadshow ke negara-negara konsumen dan importir kopi, seperti Amerika Serikat, Kanada, Perancis, dan Swiss. (AGUIDO ADRI)