
Jika biasanya bibit siklon tropis menjahui katulistiwa, kali ini justru mendekati katulistiwa. Bibit siklon tropis yang dinamai Toraji ini melintasi wilayah Aceh Rabu malam, dan bisa memicu hujan lebat.
JAKARTA, KOMPAS – Bibit badai tropis Toraji yang terbentuk di Laut Natuna diperkirakan akan melintas wilayah Aceh dan dikhawatirkan akan menambah intensitas hujan dan angin kencang. Fenomena ini tergolong langka karena pergerakan badai atau pun siklon tropis biasanya menjauhi katulistiwa.
Bibit badai yang berada pada skala depresi tropis terpantau bergerak ke wilayah Indonesia bagian barat. Kecepatan angin maksimum di pusatnya saat ini terpantau melemah dari 25 knots menjadi 20 knots atau sekitar 35 kilometer per jam ke 30 kilometer per jam dengan arah pergeseran pusat tekanannya ke Aceh.
"Kita harapkan, dampak cuaca yang ditimbulkan berupa hujan lebat dan angin kencang, tidak besar," kata Deputi Bidang Meteorologi Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono Rahadi Prabowo, Rabu (21/11/2018), di Jakarta.
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menjelaskan, pantauan terakhir, bibit badai yang dinamakan Toraji ini pada Rabu berada di titik 7 derajat Lintang Utara (LU) dan 99,4 Bujur Timur (BT), sekitar Selat Malaka bagian utara.
"Diperkirakan, bibit badai ini akan melintasi wilayah Aceh Rabu malam," kata Siswanto.
Dia mengatakan, arah pergerakan bibit badai ini yang mendekati wilayah Indonesia bisa dikatakan sebagai anomali. Peristiwa serupa terakhir terjadi pada 26 Desember 2001 hingga 1 Januari 2002 ketika bibit badai tropis Vamei dari Laut Natuna bergerak ke arah Singapura dan kemudian melintasi Medan, Sumatera Utara.
Arah pergerakan bibit badai ini yang mendekati wilayah Indonesia bisa dikatakan sebagai anomali.
Lazimnya, badai atau pun siklon tropis akan bergerak menjauhi khatulistiwa karena terpengaruh gaya coriolis, yaitu gaya semu yang disebabkan perputaran rotasi bumi. Ini menyebabkan gerak angin dari belahan bumi utara berbelok ke kanan. Sebaliknya, angin berbelok ke kiri dari bumi selatan. Hal inilah yang menyebabkan selama ini wilayah Indonesia relatif aman dari badai atau siklon tropis.
Menurut Siswanto, kajian berdasar data 110 tahun, bibit siklon yang terbentuk di bawah garis lintang 10 derajat hanya 0,63 persen dan kemudian bergerak menjauhi garis khatulistiwa. "Pada umumnya badai atau siklon tropis ini terbentuk di garis lintang 10-20 derajat. Tetapi, belakangan anomali memang semakin kerap terjadi," kata dia.
Siswanto mencontohkan, terbentuknya siklon tropis Cempaka dan Dahlia yang sangat dekat dengan Pulau Jawa pada November 2017 sehingga memicu bencana banjir dan longsor di beberapa wilayah.
"Untuk bibit siklon kali ini, pengaruhnya tidak sekuat Cempaka atau Dahlia karena kekuatannya beda. Saat ini kategorinya lembang tropis (tropical depression). Tetapi, kita tetap perlu waspada, terutama jika ternyata bibit badai Toraji ini menguat," kata dia.
Untuk bibit siklon kali ini, pengaruhnya tidak sekuat Cempaka atau Dahlia karena kekuatannya beda.
Dari kekuatannya, pergerakan angin yang dipengaruhi perubahan tekanan udara ini dikenal sebagai lembang (depresi) tropis, dan jika membesar menjadi badai tropis, kemudian siklon tropis, dan yang terbesar adalah taipun atau hurikan.
Potensi hujan
Di luar fenomena bibit badai ini, berdasarkan analisis dan prediksi curah hujan dasarian dari BMKG, terdapat sejumlah wilayah di Indonesia yang berpotensi mendapatkan curah hujan sangat tinggi melebihi nilai rata-ratanya, yaitu di atas 300 milimeter dalam 10 hari ke depan. Wilayah tersebut antara lain pantai barat Sumatera Utara dan Nias.
Sedangkan beberapa daerah diprediksi akan mendapatkan akumulasi curah hujan tinggi dengan intensitas di atas 150 mm per 10 hari, yaitu sebagian kecil pesisir selatan Sumatera mulai Bengkulu hingga bagian utara Lampung, Jawa Barat bagian barat dan selatan, sebagian Jawa Tengah, dan sebagian wilayah Pegunungan Jayawijaya, Papua.
Dengan menganalisis curah hujan dan kerentanan wilayahnya, menurut Siswanto, daerah yang perlu waspada terhadap potensi banjir meliputi sebagian besar Sumatera, Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian Kalimantan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan sebagian kecil Papua.