Akankah Bali Bebas Sampah Plastik Akhir 2018?
Pemerintah Provinsi Bali, melalui program Bali Green Province tahun 2013, menargetkan Bali Bebas Sampah Plastik pada akhir 2018. Tahun 2018 bakal berakhir kurang dari 45 hari. Apakah program Bali Bebas Sampah Plastik akan terwujud tahun ini?
Sebenarnya, program Bali Bebas Sampah Plastik ini ditetapkan Pemprov Bali pada 2010. Program ini merupakan bagian dari Deklarasi Bali Green Province pada pertemuan Lembaga PBB untuk Program Lingkungan (UNEP), di Nusa Dua, Bali, Februari 2010.
Ketika dideklarasikan, target bebas sampah plastik itu semestinya dilakukan pada 2013. Namun, hasil evaluasi dari pemerintah, pada akhir 2013, Bali belum mampu bebas sampah plastik.
Dengan demikian, program Bali Bebas Sampah Plastik pun mundur hingga 2018, diperpanjang lima tahun. Tahun berganti tahun dan sampailah kini di pengujung 2018.
Selama lima tahun berjalan, Bali terus berupaya mewujudkan bebas sampah plastik melalui program pemerintah, program kerja sama dengan berbagai lembaga, hingga membangun kesadaran masyarakat untuk berbudaya sadar bahaya sampah plastik.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Provinsi Bali Luh Ariani belum bisa memastikan apakah tahun ini pihaknya mampu mencapai target bebas sampah plastik itu.
”Ya, yang pasti, pemerintah terus berupaya memaksimalkan kampanye memilah, mengolah sampah plastik ini bersama-sama dengan masyarakat. Edukasi terus-menerus,” kata Luh Ariani saat seremoni satu dekade kolaborasi pengelolaan sampah kemasan untuk Bali Lestari dari Tetra Pak Indonesia dan EcoBali, Senin (19/11/2018), di Seminyak, Kabupaten Badung.
Namun, kesadaran di tengah masyarakat sudah muncul. Ni Luh Sriwati (55), warga Kuta Utara, misalnya. Hampir setahun ini dia tergerak memisahkan dan mengumpulkan sampah plastik di rumahnya. Ia tak lagi membuangnya sembarangan tanpa memisah.
”Ya, sekarang, tiyang (saya) mulai memilah sampah plastik disendirikan dan dikumpulkan. Sebulan sekali, tiyang menyetorkan ke bank sampah di banjar (setingkat rukun warga),” katanya, Selasa (20/11/2018).
Selain senang dengan kegiatan pengumpulan itu dan lingkungan menjadi bersih, Luh Sri juga mendapatkan tabungan uang dari bank sampah yang umurnya belum genap setahun. Uang itu memang tidak seberapa baginya, tetapi tetap lumayan untuk memotivasi tak lagi sembarangan buang-buang sampah berbahan plastik.
”Kalau untuk mengolahnya, tiyang belum bisa. Kumpul-kumpulin saja dulu saat ini,” ujarnya dengan tersenyum.
Berdasarkan data Pemprov Bali tahun 2017, Bali memiliki bank sampah sebanyak 207 unit di sembilan kabupaten/kota.
Jumlah timbunan sampah perkotaan di Bali pada 2017 sebanyak 11.730 meter kubik per hari. Jumlah itu terdiri dari sampah organik 8.211 meter kubik per hari (70 persen) dan sampah non-organik sebanyak 3.519 meter kubik per hari (30 persen).
Pada sampah non-organik, terdapat sampah plastik sebanyak 246,33 meter kubik per hari. Selain itu adalah sampah kertas, kain, kayu, bahan bekas bangunan, dan karet sebanyak 3.272,7 meter kubik per hari.
Saat perayaan hari raya umat Hindu Bali, jumlah sampah perkotaan bisa bertambah. Tahun ini jumlah sampah di perkotaan Bali diperkirakan mencapai 13.000 meter kubik per hari.
Selama ini, pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali menjalankan beberapa program penyadaran terkait pengelolaan dan pengolahan sampah, baik di lingkungan internal (seluruh kantor pemerintahan di Bali) maupun eksternal (masyarakat).
Program internal salah satunya menggelar lomba penilaian bersih kantor hingga penilaian kemampuan kantor pemerintah mengolah sampah menjadi kompos sendiri. Penilaian dilakukan setiap tahun dan diumumkan nilainya.
Secara eksternal, pemerintah menambah jumlah bank sampah di kabupaten/kota. Kampanye diharapkan terus berjalan didukung pemerintah kabupaten/kota serta pihak swasta.
Salah satu pihak swasta yang mendukung adalah perusahaan kemasan Tetra Pak Indonesia dan EcoBali. Pada Senin lalu, keduanya merayakan satu dekade kolaborasi pengelolaan sampah kemasan untuk Bali Lestari.
Selama 10 tahun itu, kedua perusahaan tersebut berangsur-angsur mencapai pengelolaan sekitar 1 ton sampah per hari, baik sampah non-organik dari produk Tetra Pak maupun perusahaan lain yang sejenis.
”Memang tidak bisa sekaligus sukses untuk urusan menangani sampah, terutama sampah plastik atau non-organik. Kalau sampah organik, EcoBali Recycling mendorong masyarakat untuk mengolahnya menjadi kompos. Itu yang EcoBali Recycling lakukan, masih berupa program pengelolaan, belum pengolahan. Maka, kerja sama dengan Tetra Pak ini jalinan yang saling menguntungkan,” tutur Direktur EcoBali Ketut Mertanadi.
Mertanadi yang mendirikan EcoBali pada 2006 menjelaskan, kegiatannya adalah menangani sampah di Bali bagian selatan. Petugas EcoBali mengelola pemilahan sampah dan mengirimkan kemasan Tetra Pak dan sejenisnya ke pabrik daur ulang Tetra Pak Indonesia di Tangerang dan Mojokerto.
Meskipun langkahnya belum 100 persen atau baru 20,4 persen dalam mengolah sampah kemasan yang diproduksi perusahaannya, Environment Manager Tetra Pak Indonesia Reza Andreanto mengatakan tetap lega perusahaannya bisa berbuat sesuatu untuk lingkungan. Tetra Pak Indonesia mendaur ulang produk kemasannya menjadi, misalnya, genteng dan kertas daur ulang.
Tetra Pak Indonesia dan EcoBali juga bekerja sama mengedukasi pengelolaan sampah pada 200 sekolah tahun 2015-2018. Total ada 18.000 murid yang sudah teredukasi. Selain itu, ada juga program edukasi untuk 5.000 guru dan orang tua di Pulau Bali.
Salah satu edukasi yang disebarkan adalah gerakan 3L, yaitu buka lipatan atas dan bawah, letakkan sedotan ke dalam kemasan, dan letakkan kemasan bekas di tempat yang disediakan (tong sampah non-organik). Gerakan ini bertujuan mengedukasi konsumen tentang bagaimana cara memilah dan meminimalkan dampak sampah kemasan, termasuk sedotan plastik secara terintegrasi.
Selama program berjalan dalam berbagai program kolaborasi, pihaknya telah mengumpulkan 2,098 ton kemasan karton bekas selama 10 tahunan terakhir.
Pemberdayaan TPS
Selain program-program di atas, Pemprov Bali juga mendorong pengembangan tempat pembuangan sampah (TPS). Salah satunya di TPS Suwung, Kota Denpasar.
Salah satu TPS terbesar di Bali itu mendapatkan anggaran dari pusat sekitar Rp 250 miliar. Anggaran ini digunakan untuk membangun TPS.
Lahan yang dimiliki saat ini 32,4 hektar dengan kapasitas pembuangan sampah 1.423 ton per hari. Harapannya, lahan seluas 22,4 hektar di TPS dapat ditata dengan anggaran itu sehingga TPS mampu meningkatkan kapasitas penampungan sampah. Selain itu, di lahan 5 hektar lainnya dibangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Program berjalan mulai tahun 2017 hingga 2021.
Di Kabupaten Klungkung, pemerintah setempat memelopori program tempat olah sampah setempat (TOSS). TOSS adalah program yang bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Teknik (STT) PLN Jakarta untuk membangun PLTSa. Kerja sama tersebut membawa Pemkab Klungkung menjadi pelopor PLTSa skala industri pertama di Indonesia. Kerja sama itu menghasilkan daur ulang sampah menjadi briket.
Program TOSS memiliki metode yang dapat mengubah sampah menjadi briket menggunakan mesin bio-activator. Mesin tersebut berdaya tampung 1 ton sampah yang kemudian diolah menghasilkan 600 kilogram briket. Sebanyak 600 kilogram briket itu dapat menghasilkan listrik setara dengan 400 kilowatt-jam (kWh).
Listrik berdaya 400 kWh itu mampu memenuhi kebutuhan listrik 40 rumah selama 24 jam. Dalam sehari, Kabupaten Klungkung dapat menghasilkan 60 ton sampah, dan itu setara dengan 1.300 kWh atau 1,2 megawatt (MW) yang cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik 120 rumah selama 24 jam.
Program ini juga bekerja sama dengan Indonesia Power. Briket tersebut dijual kepada pihak Indonesia Power atau digunakan sendiri.
Karena tahun 2018 sudah berada di pengujung, mari bersama menunggu apakah hasil evaluasi Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Bali pada awal 2019 menyebutkan Bali sudah bebas sampah plastik. Semoga.