Jaminan Keamanan dan Mutu Produk Farmasi Diutamakan
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aspek keamanan, kualitas, dan kemanfaatan produk farmasi harus tetap dijamin terlepas dari produk tersebut telah tersertifikasi halal atau belum. Bahkan, aspek kehalalan produk farmasi di banyak negara Islam tidak menjadi persoalan serius.
Demikian disampaikan perwakilan badan pengawas obat dari Saudi Arabia, Malaysia, dan Nigeria saat menjadi pembicara dalam seminar tentang produk farmasi halal, di Jakarta, Selasa (20/11/2018). Seminar ini merupakan bagian dari rangkaian pertemuan pertama badan pengawas obat negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Abdulrahman Almutairi, CEO sekaligus General Manager Arab Company for Pharmaceutical Products (ARABIO), menyampaikan, di Arab Saudi status kehalalan produk baru diberlakukan pada produk makanan, belum pada produk farmasi, seperti vaksin. ”(Penerapan sertifikasi halal) relatif lebih mudah pada produk makanan,” ujarnya.
Di Arab Saudi status kehalalan produk baru diberlakukan pada produk makanan, belum pada produk farmasi, seperti vaksin.
Sepanjang belum ada produk farmasi halal, produk farmasi yang ada boleh digunakan untuk menyelamatkan nyawa. ”Apakah kita punya alternatif pengganti tripsin dan gelatin yang halal? Belum. Karena belum ada yang halal, produk yang ada boleh digunakan,” tuturnya.
Menurut Abdulrahman, daripada memperdebatkan status kehalalan suatu produk farmasi, lebih baik fokus pada aspek jaminan kualitas (quality), keamanan (safety), dan kemanfaatan (efficacy) produk tersebut. Tiga hal itulah yang terpenting dari produk farmasi.
Meski demikian, pemerintah perlu hati-hati saat harus menyampaikan hal ini kepada publik karena isu kehalalan produk farmasi ini sangat sensitif.
Tidak wajib
Deputi Direktur Head of Center for Compliance and Licensing National Pharmaceutical Regulatory Agency (NPRA) Malaysia Lukmani Ibrahim menjelaskan, sertifikat halal untuk produk farmasi di Malaysia bersifat sukarela, tidak wajib. ”Ini (sertifikat halal) sepenuhnya pilihan keputusan bisnis dari perusahaan,” katanya.
Lukmani menambahkan, aspek keamanan, kualitas, dan kemanfaatan produk farmasi yang diatur oleh lembaga negara merupakan jaminan thoyyib. Sementara aspek kehalalan menjadi domain Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) yang merupakan lembaga ulama di Malaysia.
Apabila suatu produk farmasi mengandung unsur tidak halal atau dalam prosesnya bersinggungan dengan materi tidak halal, produsen terkait hanya perlu mencantumkan informasi itu dalam label produknya. Produk farmasi impor yang masuk ke Malaysia tak diharuskan memiliki sertifikat halal.
Namun, industri cenderung memiliki keinginan untuk mendapatkan sertifikat halal atas produknya seiring dengan pasar halal yang terus meluas.
Lukmani menambahkan, persoalan status halal pada produk farmasi jangan dilihat terlalu sempit hanya pada penggunaan tripsin atau gelatin pada vaksin atau obat. Status kehalalan pun bisa muncul pada produk lain, seperti misalnya obat tradisional.
Menurut perwakilan dari National Agency for Drug Administration Control (NAFDA) Nigeria, Umar Musa, aspek kehalalan produk farmasi belum menjadi isu publik di Nigeria meski sekitar separuh dari 180 juta populasi Nigeria adalah muslim. Riset yang terkait aspek halal pun masih minim.
Saat ini, Nigeria masih fokus untuk menyediakan obat bagi masyarakat miskin untuk mengurangi angka kesakitan.