Digitalisasi Pabrik Pintar, dari Realitas Virtual hingga Kecerdasan Buatan
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
Bisa jadi Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui, sang pencetus istilah ”Revolusi Industri” pada abad ke-19 itu tidak pernah terpikir bahwa konsep industri di masa depan akan menyentuh ke dunia virtual. Satu abad berlalu, istilah tersebut masih tetap digunakan. Kini, perubahan menuju industri berbasis realitas virtual hingga kecerdasan buatan coba terus diperkenalkan.
Perkembangan zaman yang ditandai dengan hadirnya hal-hal baru, seperti robotika, realitas virtual (virtual reality), dan kecerdasan buatan (artificial intelligence), mulai merambah ke semua sektor, tak terkecuali industri. Sebuah istilah baru pun muncul sebagai bentuk perubahan terkini dalam teknologi pabrik, yakni Revolusi Industri 4.0 atau industri generasi ke-4.
Perubahan dan perkembangan ini direspons cepat oleh Pemerintah Indonesia dengan menerapkan percepatan implementasi revolusi industri keempat. Langkah ini merupakan bagian dari inisiatif Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 4 April 2018.
Pada Jumat (16/11) di Batam, Kepulauan Riau, Kementerian Perindustrian resmi menjadikan PT Schneider Electric Manufacturing Batam (SEMB) sebagai percontohan pertama pabrik pintar (smart factory) di Indonesia. Pabrik pintar yang telah menerapkan transformasi digital sangat penting untuk meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan hasil evolusi industri keempat oleh pelaku industri di Indonesia.
PT SEMB saat ini telah memiliki tiga pabrik, yaitu PEM Plant, PEL Plant, dan Sensor Plant. Setiap pabrik memproduksi peralatan elektromekanik, elektronik, dan sensor yang digunakan untuk kebutuhan pasar lokal dan ekspor ke Eropa, Amerika, China, serta Asia Pasifik.
Transformasi digital Schneider Electric Manufacturing Batam fokus pada digitalisasi pengelolaan energi listrik dan otomasi industri yang dimulai tahun 2017. Dalam digitalisasi pengelolaan energi listrik di dalam pabrik, Schneider Electric menggunakan arsitektur berbasis internet (internet of things/IoT) yang mudah dioperasikan dan kompatibel serta terhubung ke platform bernama EcoStruxure.
Senior Manager Transformasi Digital PT SEMB Fadli Hamsani menjelaskan, secara garis besar transformasi digital EcoStruxure dari PT SEMB dibangun berdasarkan kemajuan dalam IoT, mobilitas, deteksi, komputasi awan (cloud), dan analitis dari sistem kecerdasan buatan. EcoStruxure hadir di lebih dari 480.000 instalasi dan didukung oleh lebih dari 20.000 sistem integrator, serta menghubungkan lebih dari 1,5 juta aset.
”Semua mesin menjadi terkoneksi dan data yang didapat itu real time karena langsung dimasukkan ke dalam cloud,” ujarnya.
Vice President PT SEMB Gabriel De Tissot mengatakan, melalui penerapan EcoStruxure, PT SEMB dapat melakukan efisiensi energi sebesar 5-7 persen, mengurangi skrap produksi sebesar 46 persen, dan meningkatkan produktivitas pekerja hingga 17 persen.
Saat sejumlah wartawan diajak mengelilingi salah satu pabrik, yakni Sensor Plant, nuansa futuristis sangat terasa di dalam ruangan yang memproduksi sekitar 3.000 jenis peralatan sensor ini. Bagaimana tidak, hampir setiap karyawan pabrik menggunakan tablet dan teknologi terkini dalam mengoperasikan mesin ataupun memeriksa barang hasil produksi.
Tidak hanya itu, karyawan juga menggunakan teknologi realitas virtual dalam pekerjaannya. Realitas virtual merupakan teknologi yang membuat penggunanya dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan komputer.
Fadli mengungkapkan, tablet dan realitas virtual yang digunakan karyawan bertujuan untuk melakukan pengecekan masalah. Selain itu, karyawan tersebut juga bisa melihat secara langsung data dari setiap mesin sehingga membantu efisiensi.
”Kalau dulu ada masalah mesin, karyawan harus ambil dokumen terlebih dahulu di kantor. Sekarang dengan menggunakan tablet, karyawan tidak perlu ke kantor. Mereka tinggal buka dokumen di tabletnya untuk melihat spesifikasi mesin dan dokumen lainnya,” tuturnya.
Menepis kekhawatiran
Hadirnya teknologi yang semakin canggih membuat kekhawatiran tersendiri di masyarakat. Fisikawan terkemuka dunia Stephen Hawking pernah menyatakan kekhawatirannya terhadap teknologi dan kecerdasan buatan yang dapat menggantikan peran manusia di semua bidang pekerjaan.
Namun, pernyataan dan kondisi tersebut coba ditepis Gabriel. Menurut dia, saat ini banyak persepsi memberikan gambaran terbalik terhadap perkembangan teknologi yang dapat menggerus setiap pekerjaan dan profesi manusia.
”Pada kenyataannya, kami tidak mengurangi orang, tetapi menambah karyawan dan divisi baru, yaitu divisi transformasi digital. Artinya, penerapan teknologi dan menerapkan pabrik pintar itu menciptakan lapangan pekerjaan baru,” tuturnya.
Gabriel menegaskan, sepesat apa pun kemajuan teknologi, sebuah industri tetap membutuhkan peran manusia untuk mengoperasikan teknologi tersebut. Oleh karena itu, manusia juga perlu meningkatkan kompetensinya agar tidak tergerus oleh zaman.
Hal senada diungkapkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara. Menurut Ngakan, penerapan teknologi sudah menjadi realitas di bidang industri saat ini.
Bahkan, lanjutnya, lima sektor industri yang didorong pemerintah untuk percepatan implementasi revolusi industri keempat, yaitu makanan/minuman, otomotif, elektronik, kimia, dan tekstil, dinilai akan menambah 10 juta karyawan baru hingga 2030.
”Pemerintah terus mendorong percepatan revolusi industri keempat di Indonesia. Kami yakin, penandatanganan MOU dengan PT SEMB juga menjadi langkah percepatan yang nantinya berdampak pada masyarakat luas,” katanya.