JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertambangan 1978-1988 Subroto mendorong agar pembangunan di Indonesia mulai mengarasutamakan energi terbarukan dan secara bertahap meninggalkan sumber energi fosil. Namun, ia mengakui bahwa meninggalkan ketergantungan pada energi fosil bukanlah hal yang mudah.
"Membangun dengan energi rendah karbon artinya banyak menggunakan sumber tenaga air, angin, surya, dan panas bumi. Ini perlu didukung dengan kekuatan riset dan pengembangan," kata Subroto dalam acara peluncuran logo baru Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi (IIEE), Jumat (16/11/2018), di Jakarta.
Menurut Subroto, Indonesia belum sepenuhnya mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Hal itu disebabkan adanya kesalahan pada sistem pembangunan nasional. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin masih lebar.
IIEE merupakan sebuah organisasi nirlaba non pemerintah yang didirikan pada 24 Februari 1995. Pada mulanya, IIEE dibentuk sebagai lembaga kajian ekonomi energi untuk menunjang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya energi secara berkelanjutan. Lembaga ini juga memberi masukan dan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia mengenai isu-isu ekonomi energi.
Sejak tahun 2010, IIEE mulai aktif dalam kegiatan penyediaan energi, khususnya elektrifikasi desa dan pemberdayaan masyarakat. Didirikan oleh Subroto, IIEE mengajak para pemangku kepentingan untuk bersama-sama terlibat di dalam menunjang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya energi secara berkelanjutan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro, yang menjadi pembicara kunci pada acara tersebut, mengatakan, pengelolaan energi di Indonesia masih penuh tantangan. Tentang pemanfaatan energi terbarukan, menurut dia, tren global sudah mengembangkan energi terbarukan dan meninggalkan sumber energi fosil secara massif.
"Perlu ada perencanaan terintegrasi untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia. Selain itu, harus ada komitmen di mana energi terbarukan hendak dikembangkan, jenisnya apa, besarannya bagaimana, lalu waktu pengembangannya," kata Bambang.
Bambang juga menyinggung masih rendahnya pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Potensi seluruh jenis energi terbarukan yang mencapai 441.000 megawatt, baru dimanfaatkan sebesar 9,2 megawatt atau sekitar 2 persen dari potensi yang ada.